INIPASTI.COM – Dengan lebih banyak menggunakan jotosan daripada tikaman. Datu Museng mamperhebat serangannya, membuat Karaeng Galesong larat mundur ke pelataran rumah. Serangan Datu Museng yang semakin gencar, memaksa tubarani utama kompeni itu tak mampu bertahan secara sempurna. Ia terus mundur dan turun tangga sambil bertahan sekuat tenaga. Ketika sampai di tanah, ia melarikan diri ke sebelah timur, dikejar Datu Museng setengah hati. Karena agak lelah, panglima perang Sumbawa itu menghentikan pengejarannya, dan mundur sambil mengatur nafasnya lagi.
Ketika melihat pengejarnya berhenti, Karaeng Galesong segera memerintahkan lasykar pimpinannya yang ikut lari, agar kembali melakukan serangan. Mereka dibantu serdadu kompeni yang berdatangan dari segenap penjuru.
Data Museng terkepung di tempat terbuka. Ia terpaksa berkelahi laksana kerbau mengamuk. Inilah situasi yang diinginkannya, musuh barkerumun di sekitarnya tanpa seorang pun yang berani melepaskan tembakan, karena peluru pasti akan menerpa kawan sendiri. Mereka mangerubuti Datu Museng seperti kawanan semut yang memperebutkan sekerat kecil makanan.
Keris Matatarampanna menyambar terus dari dada yang satu ke dada yang lain. Dan jerit musuh yang jatuh sebelum tewas, terdengar sambung-menyambung.
Tiba-tiba kepungan ketat itu terbuka di bagian barat. Musuh rupa nya sadar, akan banyak korban yang jatuh percuma jika mareka berkelahi seperti itu. Dibiarkannya Datu Museng lolos ke pantai. Tapi sebelum panglima perang sakti itu mundur ke pantai, ia sempat merampas dua pucuk bedil dari serdadu kompeni.
Sambil mengatur kembali nafas nya, ia bertahan di bawah naungan Leleri (tanaman merambat yang tumbuh di tepi pantai), di samping pohon dende-dendeya (pohon yang kembangnya berduri dan bergulir jika ditiup angin). Di sanalah ia terus menembaki musuh sambil sebentar-sebentar berguling ke tempat lain untuk menghindari salvo yang dapat membahayakan ketahanan tubuhnya.
Ketika ia menengadah ke cakrawala, dilihatnya matahari telah jauh condong ke baret. Ia yakin waktu asar telah tiba. Untuk kembali ke rumah mendirikan sembahyang, rasanya tak mungkin lagi. Musuh telah mengepungnya ketat sekali dari jarak dekat. Pertahanan musuh telah berlapis-lapis. Tak ada lagi celah yang dapat diterobos.
Dengan menyebut mama Tuhan berkali-kaii, ia berdoa dan memohon maaf karena tak dapat melaksanakan shalat asar sebagaimana mustinya, dihalang manusia-manusia bengis yang akan merampas nyawanya secara paksa. Diniatkannya dalam hati puja-puji kepada Tuhan, semoga kelalaiannya ini dapat dimaafkan.
Setelah itu ia mulai menembaki lagi musuh yang kian maju. Mereka nampaknya sudah bertekad tak akan memberi ampun panglima perang Sumbawa itu yang kini bertahan beberapa puluh meter saja di depannya. Mereka yakin, Datu Museng akan kehabisan peluru sehingga makin mudah menghancurkannya.
Bersambung …
Baca juga: Datu Museng dan Maipa Deapati (104)