INIPASTI.COM, MAKASSAR – Nurdin Halid kelihatannya akan menjadi calon tunggal Partai Golkar untuk maju menjadi Cagub Sulsel pada Pilkada 2018 yang akan datang. “Saya datang khusus ke Sulsel untuk mengecek aspirasi DPD 2 Partai Golkar Sulsel. Siapa yang mereka kehendaki untuk menjadi calon Gubernur pada Pilkada 2018 nantinya.” Demikian pernyataan Idrus Marham di depan sejumlah fungsionaris DPD I Golkar Sulsel. Menurut Idrus, sudah sangat jelas DPD 2 menghendaki Nurdin Halid (NH) untuk maju pada Pilkada nantinya. “Melihat aspirasi ini, Golkar akan mencalonkan NH sebagai calon tunggal dari Golkar untuk bertarung pada Pilkada 2018.”
Menurut Idrus, terlalu sombong kalau NH menolak aspirasi DPD 2. Dan menolak aspirasi dan amanat Partai adalah pengkhianatan terhadaP Partai, tegas Idrus. Idrus adalah Sekjen DPP Partai Golkar, yang tentu saja penyataannya sangat berbisa. Dengan demikian hampir dipastikan NH akan menjadi calon tunggal Partai Golkar untuk Pilkada Sulsel. “Golkar hanya akan mengusul satu nama ke DPP,” jelas Idrus. “Sekarang waktunya untuk memikirkan bagaimana memenangkan NH, segera bekerja untuk memenangkan NH,” perintah Idrus.
Pertemuan yang berlangsung pada Rabu 11/1/17 di kantor Golkar itu juga di hadiri oleh beberapa bupati yang baru saja bergabung dengan Partai Golkar, seperti Bupati Jeneponto, dan Enrekang. Selain itu, turut hadir Ketua Harian M. Roem yang juga ketua DPRD Sulsel, Arfandi Idris dan Sekretaris Golkar Sulsel.
Idrus sangat yakin Golkar akan memenangkan Pilkada Sulsel. Idrus lupa bahwa kontestasi Pilkada pada umumnya tidak mengandalkan Partai, tetapi figur. Figur sangat menentukan kemenangan pada Pilkada, track-record calon menjadi pertimbangan utama pemilih, demikian komentar Dr Ridwan analis politik dari Unhas. “Saya tidak yakin, NH bisa meraih dukungan besar dari masyarakat Sulsel, meskipun dapat dukungan dari Golkar. Bisa-bisa Golkar akan ditinggalkan oleh pemilihnya, kalau salah menentukan calon.” Urai Ridwan.
Jika benar NH menjadi calon tunggal yang diusulkan DPD I Partai Golkar, maka ini untuk pertamakalinya Partai Golkar memilih pola untuk menentukan Cagub tanpa survei dan mendengarkan suara rakyat secara langsung. Apakah Golkar akan meninggalkan taglinenya? Suara Golkar, Suara Rakyat. Cara seperti ini juga akan menentukan kualitas demokrasi. Apakah politik Indonesia akan kembali pada pendekatan elitis seperti orde Baru?