INIPASTI.COM, MAKASSAR – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Sulsel, Abd Wahid Thahir meminta para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk memfilter anak didiknya dari paham radikalisme. Pesan tersebut disampaikan di hadapan 175 Peserta Rapat Koordinasi (Rakor) Bidang Pendidikan Agama Islam (PAIS) Kanwil Kemenag Sulsel. Menurut Wahid Thahir, hal terpenting saat ini adalah mengoptimalkan pembinaan dan pengawasan terhadap anak didik. Hal itu terkait menyebarnya paham radikalisme di sekolah-sekolah.
“Yang wajib menjadi perhatian khusus bagi Guru Pendidikan Agama Islam yakni mengoptimalkan pembinaan dan pengawasan ketat terhadap anak didiknya dari masuk dan menyebarnya paham-paham yang sifatnya radikal di Sekolah. Begitu juga dengan rekan sejawatnya yaitu oknum guru dan pembina keagamaan di sekolah yang disinyalir menyebarkan paham radikal di tengah anak didik,” ujarnya pada kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Melia Jalan Mappanyukki Makassar selama dua hari yakni tanggal 25-26 April 2017.
Bahkan, Kakanwil Kemenag Sulsel ini mencurigai paham radikal ini menjadikan ROHIS yang merupakan organisasi Intra di sekolah sebagai pintu masuk dan alat penyebaran paham-paham radikalisme. Sehingga, katanya, anak didik yang masih rentan dan lugu terhadap pemahaman keagamaan sangat mudah didoktrin serta terbuai. Ia pun menganggap bahwa hal itu bisa membahayakan bagi pemahaman keagamaan anak didik.
“Mereka kadang dijadikan martir untuk merusak sendi sendi persatuan negaranya sendiri. Sementara kita sejak dahulu sudah berusaha keras untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin. Sekali lagi, Ini tugas kita semua,” tegasnya.
Wahid Thahir juga mengimbau agar seluruh pihak harus mawas diri dan meningkatkan kewaspadaan terhadap oknum, organisasi atau perkumpulan yang memiliki gelagat ingin menjadikan NKRI tercabik-cabik persatuannya hanya karena menganggap paham dan kelompoknyalah yang paling benar pemahaman keagamaannya. Menurutnya, persatuan-persatuan semacam itu sekarang sudah menyasar ke anak didik dan generasi muda di sekolah dan madrasah yang masih labil.
“Olehnya itu sebagai guru pendidikan agama Islam di semua tingkatan jenjang pendidikan harus senantiasa belajar dan belajar. Selalu memperbaharui referensi keilmuannya, sehingga tidak ketinggalan dan tergerus oleh informasi terbarukan yang justru banyak menyesatkan, utamanya via tekhnologi informasi berupa Medsos, Jangan Gaptek,” serunya.
Ia menganggap bahwa guru harus menjadi garda terdepan dalam membentuk kepribadian anak didik dan generasi muda. Khususnya terkait pemahaman keagamaan Islam yang modera /Washatiyah yang Rahmatan lil Alamin.(*)