INIPASTI.COM, MAKASSAR – Pasangan Nurdin Halid-Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar (NH-AQM) memaparkan ekonomi berbasis kerakyatan dalam diskusi yang digelar DPD II Partai Golkar Kabupaten Bone, di Aula Masjid Al Markas Al Arif, Bone, Jumat (12/5).
Dalam pemaparannya, Nurdin Halid mengungkapkan sejarah perjuangan bangsa dari tangan Soekarno. Ketika itu, proklamator bangsa menekankan kunci perkembangan ekonomi kerakyatan adalah gotong royong.
“Ketika rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke memahami secara universal makna gotong royong maka tidak ada budaya individualistik dalam kehidupan bermasyarakat,” tegas Ketua Harian DPP Partai Golkar ini.
Gotong-royong, lanjutnya, akan mengarah pada usaha bersama. Dengan demikian, dalam berekonomi, hal paling vital yang jadi target adalah kesejahteraan masyarakat.
“Jadi bukan sekadar menyandang gelar sebagai konglomerat atau borjuis, ketika sudah sukses dalam berekonomi, tetapi bagaimana usaha bisa tumbuh dan ada pemerataan secara ekonomi,” tegasnya
Senator Sulsel, Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar dalam pemaparannya, menegaskan, NH-AZIZ sudah bertekad untuk menjadikan Sulsel sebagai sentra perkembangan ekonomi kerakyatan. Hal itu, kata dia, akan menjadi contoh untuk provinsi-provinsi lain di Indonesia.
“Jika saudaraku ingin melihat seperti apa ekonomi kerakyatan itu, bagaimana menciptakan kesejahteraan, maka mari sama-samaki. Karena pembangunan ekonomi kerakyatan ini sudah menjadi visi-misi atau konsepsi kami sebelum berpaket untuk bertarung di Pilgub Sulsel,” papar Aziz Qahhar.
Anggota DPD RI tiga periode ini menambahkan, dalam hal mencari pemimpin atau sosok manusia yang sempurna, maka tentu akan sulit menemukan sosok tersebut. Karena yang sempurna itu hanya ada pada sosok nabi.
“Akan tetapi pemimpin yang baik itu adalah mereka yang siap bersama rakyat, siap dikontrol, siap melayani dan siap untuk melakukan perubahan baik sekala kecil maupun skala besar,” tandasnya.
Aziz Qahhar bahkan sempat bercanda kepada hadirin. Kata dia, berbicara tentang ekomoni kerakyatan butuh banyak waktu. Tidak bisa tuntas hanya dalam satu forum diskusi, apalagi hanya setengah hari.
“Karena itu, jika diskusi ini belum tuntas, kita bisa lanjutkan berdiskusi di tempat lain. Bisa di masjid, bisa pula di warkop-warkop. Dan sangat tidak elok ketika saya sebagai anggota DPD tidak bisa mentraktir saudara-saudara sambil berdiskusi di warkop-warkop,” canda pendiri Hidayatullah ini.