INIPASTI.COM, MAKASSAR – Pemerintah kota Makassar kembali menjadi sorotan Bukan tentang prestasi yang diraihnya tapi karena pembatalan 40 SK pelantikan yang sebelumnya ditandatangani oleh Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto. SK tersebut dianulir oleh Kementerian Dalam Negeri.
Pemberitahuan anulir SK Pelantikan ini, langsung dilakukan oleh Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah ketika menghadiri Hari Kedisiplinan Nasional Tingkat Forkopimda Kota Makassar di lapangan Karebosi, beberapa waktu lalu.
Dalam pemberitahuan tersebut diketahui 40 Surat Keputusan (SK) Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diteken Wali Kota Makassar periode 2014-2019 Moh Ramdhan “Danny” Pomanto resmi dibatalkan. Ini merujuk pada surat Plt. Ditjen OTDA Kemendagri RI Nomor 019.3/3692/OTDA tanggal 12 Juli 2019 dan surat Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara nomor B-2237/KASN/7/2019 tanggal 10 Juli 2019.
Dari rekomendasi tersebut, penataan Pejabat atau Jabatan ASN di lingkungan pemerintah Kota Makassar tersebut segera dilakukan oleh Penjabat Wali Kota Makassar yaitu mengembalikan sekitar 1,228 pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Kota Makassar yang sebelumnya dimutasi oleh Danny Pomanto.
Seperti diketahui, dari 1.228 pejabat ada 40 SK yang di batalkan, kemudian ada 1.073 pejabat kembali ke posisi semula, dan 155 pejabat dianggap sah.
“Saya kira dengan pengumuman ini tentu akan ada banyak ASN yang resah akan kepastian jabatan dan posisi mereka, beserta tunjangan-tunjangan yang mungkin sudah diterima oleh teman-teman sekalian,” kata Gubernur Nurdin Abdullah saat itu.
Penjabat Wali Kota Makassar, Iqbal Suhaeb pun melaksanakan instruksi tersebut, dengan mengembalikan para pejabat yang dimutasi oleh Danny Pomanto, di Lapangan Karebosi, Jumat (26/7).
Lalu, siapa yang diuntungkan dengan pengembalian 1.073 pejabat yang non job dan juga di promosikan ketika masa jabatan Danny Pomanto dan Deng Ical sapaan akrab Syamsu Rizal. Adakah kepentingan politik dalam menyambut pesta demokrasi pada tahun 2020 nanti
Pengamat Pemerintahan dari Universitas Bosowa, Arief Wicaksono mengaku unsur politik dalam pengembalian jabatan ini bisa saja, apalagi untuk kepentingan segelintir orang yang akan terseret di Pilwalkot 2020 nanti. Untuk saat ini menilai secara objektif juga sukar.
Menurutnya,dari sisi Kementerian Dalam Negeri tidak ada unsur politisnya, “bisa saja, karena ada aspek hukum yang lebih dominan. Namun, kalau dari unsur di politik pemerintahan bisa saja ada , karena ada event besar kedepannya , makanya harus jelas siapa menganti ssini,”katanya
Dalam pelantikan tersebut, ada sejumlah pejabat yang sebelumnya menempati jabatan baru akhirnya kembali pada posisinya semula, diantaranya
Adapun Kepala dinas yang di lantik Nadjmah Emma sebagai Kepala Dinas Kearsipan Kota Makassar, A Abdullah Kadis Kebudayaan Kota Makassar, Nilma Palamba Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Makassar, Andi Bukti Djufri Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Makassar, Ahmad Kafrawi Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar
Dan Faturrahim Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Makassar, Irwan Bangsawan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar, Mario Said Kepala Dinas Perhubungan Kota Makassar, Abd Rahman Bando Kepala Dinas Perikanan dan Pertanian Kota Makassar, Andi Rumsmayani Majid Kepala Dinas Pariwisata Kota Makassar, Evi Aprialti Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar.
Sementara itu, terpisah pengamat pemerintahan Azwar Hasan melihat kondisi pemerintahan kota Makassar, setelah anulir SK pelantikan dari kemendagri, Dimana ada yang non job kembali ke jabatan semula sesuai dengan aturan yang ada.
Sementara itu, Pelantikan yang di lakukan oleh mantan Wali Kota Makassar, Danny Pomanto dan Wakil Wali Kota Makassar, Syamsul Risal itu tidak sesuai menurut aturan sebagaimana yang di nyatakan kemendagri. Ia pun menilai bahwa ini tidak bisa dikatakan tekanan politik karna aturan yang tidak sesuai atau di anggap melanggar aturan
“Jikalau dilihat dari sisi politik itu bisa saja ada motif pengangkatan serta inflementasi pengangkatan. Akan tetapi, secara normatif tata kelolah pemerintahan itu di anggap sebuah
(Resti Setiawati)