INIPASTI.COM – “Junjunganku…, itu juga sudah mutlak bagi kita. Sejak lahir telah tersurat di uratan telepak tangan kita, tak dapat diubah atau diganggu-gugat lagi. Kanda, jika kita pergi bersama, maka haram pula bagiku balik seorang diri. Kita sudah berikrar, badan saja yang menjadi dua, tapi hati dan jiwa kita satu. Tak mungkin dapat dipisahkan oleh apa pun, apalagi oleh tipuan air yang memerah-darah”.
Sementara kedua suami-isteri ini asyik berbincang-bincang, air laut berangsur-angsur kembali ke warna aslinya. Dalam pada itu bahtera sudah jauh pula ke tengah. Sedang matahari semakin menanjak di tubir langit sebelah timur.
“Nah, itulah sifat air, adinda, kini ia telah berubah warna, dan demikianlah sewaktu-waktu. Oleh sebab itu, janganlah bimbang dan ragu”.
“Ya, dinda tiada bimbang dan ragu lagi mengarungi laut ini. Hatiku sudah teguh, kuat kembali seperti semula, kanda.”
“Adinda sayang, layar sudah terkembang”.
“Ya, layar sudah terkembang”.
Keduanya kemudian terdiam, dan bahtera meluncur terus membelah ombak di haluan. Lajunya tiada terkira, ditiup angin penuh. Sementara itu kelasi di geladak sudah ramai memukul gendang, gong dan pui-pui. Suasana jadi semarak lagi dalam bahtera itu. Suara bunyi-bunyian mereka sayup-sayup sampai ke dalam bilik Datu Museng dan Maipa Deapati.
Hati keduanya ikut terangsang, dan kekecutan hati yang hampir menguasainya, kini punah sudah. Mereka sekarang merasa tenteram, lupa peristiwa yang baru saja hampir-hampir menggoncangkan-perasaannya.
Lewat tengah hari, bahtera tetep meluncur kencang, menjelang petang angin tiada kendur-kendur juga. Ketika malam menerpa laut, bayu belum ada tanda-tanda bosan meniup kencang.
Hari baik bagi Datu Museng. Bayu yang bertiup tak henti-hentinya siang dan malam itu telah membantu keinginannya cepat mendarat di tanah tepian daratan yang dituju. Pada pagi hari ketiga mereka berlayar, tampaklah dari jauh samar-samar membentang pegunungan Lompobattang dan Bawakaraeng.
Awak bahtera segera terdengar bersorak riuh di geladak: “daratan Makassar sudah dekat, gunung Bawakaraeng dan Lompobattang sudah nampak!”
Datu Museng dan Maipa Deapati cepat-cepat bangun dari peraduannya.
Bersambung…