INIPASTI.COM, JAKARTA -Sumber virus corona belum terungkap. Yang diketahui sejauh ini, ia merupakan coronavirus jenis baru yang pertama kali menyebar di pasar Huanan, Wuhan, China.
Virus ini belum pernah ada sebelumnya dan diduga berasal dari salah satu hewan yang dijual di sana.
Berbagai riset ilmiah mencoba mengidentifikasi hewan tersebut, dengan dugaan sementara mengarah ke ular dan kelelawar.
Kedua spesies ini memang populer di pasar-pasar makanan di China dan lazim menjadi santapan.
Belakangan, isu kelelawar menjadi dalang wabah novel coronavirus kian santer. Dugaan ini diperkuat oleh pernyataan Direktur Jenderal Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, Gao Fu.
Ia menyebut bahwa virus baru ini hampir 70 persen mirip dengan virus SARS, yang diketahui berasal dari kelelawar.
Hal ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana efek konsumsi kelelawar bagi kesehatan manusia?
Menurut Ahli Penyakit Tropik Infeksi, dr. Erni Juwita Nelwan, PhD, SpPD, KPTI, belum ada satu pun jurnal ilmiah yang mengungkap manfaat maupun bahaya konsumsi kelelawar bagi tubuh manusia.
Dilansir di laman kumparan “Di jurnal ilmiah, (enggak ada) manfaat umum secara langsung kalau makan kelelawar. Cuma manusia itu kan cenderung punya curiosity, keingintahuan mencoba ini mencoba itu dengan alasan ‘enggak ada bahayanya kok’, enggak sampai diare, enggak sampai pusing.
Itu sepertinya konteks kenapa orang sampai makan kelelawar,” ujar dr. Erni Rabu (29/1/2020).
Ia menambahkan, satwa liar semacam kelelawar punya habitat yang di luar pengawasan manusia, sehingga tidak dapat dipastikan kebersihan hewan sebagai salah satu standar layak konsumsi.
“Kan sekarang kayak seperti apa saja dimakan. Ada yang bahkan, mohon maaf, makan darah, makan kecoa. Sekarang apa sih, Dok, manfaat makan kecoa? Aduh, kecoa itu sudah jelas-jelas binatang yang kotor kan, nah kenapa kita makan?” lanjutnya.
Ia menjelaskan, bahwa setiap hewan membawa penyakit sendiri-sendiri, baik terjangkit langsung virus khusus hewan maupun sebagai inang perantara penyakit dan menularkannya ke manusia atau zoonosis.
Penyakit zoonosis berisiko terjadi, jika ada interaksi yang tidak biasa antara manusia dan hewan, misal, kontak langsung atau konsumsi dagingnya.
Adanya interaksi tersebut memungkinkan virus dari hewan pindah ke manusia dan sel-selnya bermutasi. Mutasi atau perubahan sel terjadi karena virus hewan dipaksa untuk menyesuaikan susunan selnya dengan sel-sel manusia.
“Kenapa dia bermutasi? Karena aslinya dia tidak menginfeksi sel manusia, terus tiba-tiba dia masuk ke manusia, menginfeksi sel manusia, tentu dia harus mengubah susunan dirinya untuk bisa nempel di sel manusia, makanya disebut mutasi karena ada perubahan itu,” jelasnya.
Perihal menghindari penularan penyakit dari hewan, menurutnya, perlu kejelasan terkait asal usul hewan yang hendak dikonsumsi. Untuk berjaga-jaga apakah hewan dalam keadaan sakit sebelum dipotong atau mati karena sakit.
Kondisi semacam itu memperbesar risiko penularan penyakit ketika daging hewan tersebut dimakan manusia. Kelelawar, misalnya, disebut bisa menularkan rabies pada manusia (syakhruddin)