INIPASTI.COM, MAKASSAR – Membicarakan keterlibatan perempuan dalam organisasi, sama halnya berbicara mengenai sejarah. Harus memundurkan waktu sekian tahun lamanya dan mencermati sejak kapan perempuan terlibat dalam organisasi.
Hal ini disebabkan paham yang dianut oleh sebagian masyarakat, bahwa perempuan itu kedudukannya adalah sebagai ratu rumah tangga, maka ia harus berada di rumah dan menyemarakkan rumahnya.
Namun sebenarnya di Indonesia, perempuan telah terlibat dalam organisasi sejak tahun 1904. Saat itu Dewi Sartika mendirikan sekolah-sekolah untuk perempuan di Bandung.
Keterlibatan Dewi Sartika mendirikan sekolah tersebut, merupakan cerminan bahwa perempuan telah mampu mengorganisir, sehingga sekolah-sekolah tersebut dapat berdiri.
Di Sulawesi Selatan, khususnya Makassar, memiliki seorang Diza Rasyid Ali, Ketua Pemuda Pancasila Sulsel periode 2017-2022. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak pernah merasa ditekan oleh laki-laki.
“Sudah lama saya tidak menganggap lelaki itu mendiskriminasikan kaum perempuan, sudah cukup lama saya melihat lelaki mampu bekerja sama dengan perempuan, saling berpengangan tangan. Kalaupun ada, paling cuma berapa persen. Itu pun pasti ada sebab-akibat mungkin,” tutur Diza saat di konfirmasi via seluler, Rabu, (8/3/2018).
Kata Diza, jaman sekarang perempuan sudah tidak bisa didiskriminasi oleh lelaki dilihat dari kemampuan-kemampuan perempuan yang bisa menembus parlemen, pemerintahan, dan pendidikan. Jika saat ini masih ada yang merasa didiskriminasi atau dieksploitasi, itu hanya terjadi di tempat-tempat terpencil.
“Kita hidup di jaman yang sudah maju dan berkembang, sudah tidak ada itu yang namanya diskriminasi. Jika kita selalu menganggap bahwa laki-laki mendiskriminasi perempuan, itu berarti kita tidak mampu memperlihatkan kemampuan kita kepada laki-laki,” Jelasnya.
Menjamurnya pendirian berbagai organisasi saat ini, merupakan fenomena yang menggembirakan. Sesungguhnya jika amati, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang paling senang berorganisasi.
Banyak sekali masyarakat mendirikan organisasi, tetapi apakah organisasi itu berjalan langgeng? Itu adalah pertanyaan yang gampang-gampang susah untuk dijawab. Kenyataan yang tampak, memperlihatkan bahwa banyak pula organisasi yang tidak bertahan lama, yang ada hanya plang nama organisasi saja, kegiatan dan programnya tidak ada.
Dalam konteks kekinian kedudukan perempuan sebagai ketua dalam organisasi tidak banyak, apalagi jika dilihat dalam organisasi politik. Kalaupun perempuan itu muncul sebagai ketua, biasanya tidak lepas dari pengaruh nama besar orangtua atau suami.
Hal ini dibantah oleh Diza, ia mangatakan bahwa perempuan bisa menjadi Hero (Pahlawan) dengan kemampuannya melalui prosesnya sendiri.
“Perempuan harus bisa menjadi Hero, jangan hanya menjadi pengikut, yang hanya menyediakan komsumsi, tapi kita harus mampu menjadi pembicara, ketua, kalau perlu tembuslah pentas dunia, perempuan jangan hanya datang cerewet,” tegasnya.
Perempuan Asia khususnya di Indonesia sudah cukup Maju, hanya saja masih dalam level domestik. Diza mengimbau agar perempuan Indonesia bisa menembus level dunia seperti Palang Merah Internasional.
“Kita bisa kok merebut Palang Merah Internasional, kita hanya perlu mengeksplor kemampuan-kemampuan kita, kita harus tahu caranya,” tutupnya.