INIPASTI.COM – Niar, salah seorang penggiat Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), mengungkapkan kekecewaannya terhadap kasus pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. Ia menyayangkan respons lamban pihak kampus yang baru bertindak setelah kasus ini viral di media sosial.
“Sebelumnya, upaya yang dilakukan KPI sepertinya diabaikan. Kami merasakan beban psikologis korban yang dapat menyebabkan trauma berkepanjangan dan menjadi catatan kelam dalam hidupnya,” ujar Niar, yang sudah lama berkecimpung dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Insiden Pembakaran di FIB Unhas
Sementara itu, pada Kamis malam, 28 November 2024, kawasan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas terbakar. Insiden ini diduga dipicu oleh ketidakpuasan terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku kekerasan seksual, FS, serta respons Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unhas yang dinilai tidak memadai.
Kebakaran menyebabkan kerusakan di ruang lembaga kemahasiswaan FIB dan gardu listrik di depan ruangan komisi disiplin, sehingga mengganggu aliran listrik di sekitar FIB. “Api terlihat menyala di sela-sela koridor yang gelap dan penuh pecahan kaca serta batu,” ungkap seorang saksi yang enggan disebutkan namanya.
Hingga pukul 22.00 WITA, proses pemadaman belum dilakukan, tetapi hujan lebat di Kota Makassar diharapkan dapat membantu meredam api. Selain kebakaran, sejumlah fasilitas seperti kaca, pintu, dan kursi dirusak akibat amukan massa.
Kronologi Kasus Pelecehan
Kasus ini bermula pada 25 September 2024, ketika seorang mahasiswi FIB Unhas melakukan bimbingan skripsi dengan FS di ruangannya. Saat korban hendak pulang, FS menahannya dan melakukan tindakan tidak senonoh.
“Setelah bimbingan, saya minta pulang, namun dia menahan saya,” ujar korban, Senin 18 N. Korban berusaha melawan, tetapi FS memegang tangannya dan mencoba memeluknya. Korban kemudian berteriak, memaksa FS untuk menghentikan perbuatannya.
Akibat kejadian tersebut, korban mengalami trauma mendalam dan kesulitan melanjutkan kegiatan akademiknya. Ia melaporkan insiden ini ke Satgas PPKS Unhas, tetapi merasa kecewa dengan respons mereka.
“Pada pemanggilan kedua, saya merasa disudutkan. Bahkan ada dosen yang menyebut saya halusinasi,” ujarnya. Namun, bukti rekaman CCTV berhasil diperoleh, sehingga FS dijatuhi sanksi skorsing selama dua semester.
Tindakan Kampus
Ahmad Bahar, Kepala Biro Komunikasi dan Humas Unhas, menyatakan bahwa pihak kampus segera mengambil langkah setelah bukti cukup didapatkan.
FS dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Gugus Penjaminan Mutu dan Peningkatan Reputasi serta dinonaktifkan sebagai dosen selama satu setengah tahun, mencakup semester akhir tahun akademik 2024/2025 hingga semester awal tahun akademik 2025/2026.
“Sanksi ini merupakan tindakan tegas untuk menjaga integritas kampus dan memberikan keadilan bagi korban,” tegas Ahmad.
Refleksi dan Harapan
Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di lingkungan akademik. Penanganan yang lambat dan kurang sensitif hanya akan memperburuk trauma korban dan merusak reputasi institusi.
Diharapkan kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi Unhas dan kampus-kampus lain untuk meningkatkan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, serta memastikan keadilan bagi korban tanpa menimbulkan trauma tambahan (sdn)