INIPASTI.COM – Lembaga analis media sosial, Drone Emprit, mengungkap bahwa meme “Garuda Biru Peringatan Darurat”, yang menjadi simbol perlawanan warganet terhadap oligarki, diduga awalnya hanya sebuah candaan.
“Kronologinya bermula pada 21 Agustus dini hari, sekitar pukul 03.00. Sebuah cuitan dengan nada bercanda tentang pendudukan kantor-kantor pemerintahan oleh militer muncul di platform X,” tulis akun X resmi Drone Emprit pada Kamis, 22 Agustus 2024, malam.
Tak lama kemudian, akun X @BudiBukanIntel membalas cuitan tersebut dengan mengunggah gambar “Garuda Biru Peringatan Darurat” pada pukul 08.00. “Sehingga, kemungkinan besar meme Garuda Biru ini awalnya dimaksudkan sebagai candaan,” lanjut Drone Emprit.
Gerakan ini dipicu oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah. Putusan ini berpotensi merugikan pencalonan Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi, namun menguntungkan Anies Baswedan. Respons cepat Badan Legislasi (Baleg) DPR yang menyepakati revisi UU Pilkada dalam waktu 7 jam menambah kemarahan publik.
Kemudian, selain gelombang aksi unjuk rasa di berbagai daerah, termasuk di depan Gedung DPR, Jakarta, kemarahan publik juga terlihat di media sosial. Simbol Garuda Biru Peringatan Darurat menjadi wujud protes warganet, dengan puncaknya pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Drone Emprit mencatat bahwa unggahan gambar @BudiBukanIntel mulai di-retweet oleh sejumlah influencer besar sejak Rabu, 21 Agustus 2024. Beberapa di antaranya adalah akun @NajwaShihab, @ivooxid, dan @project_org. Narasi yang muncul menghubungkan simbol Garuda (Indonesia) dengan keadaan darurat yang berkaitan dengan politik, hukum, dan etika.
“Sejak pukul 14.00 WIB, Garuda Biru yang diunggah oleh para influencer besar berubah menjadi simbol ajakan untuk menyelamatkan Indonesia,” ungkap Drone Emprit.
Lebih lanjut, Drone Emprit menyatakan bahwa simbol ini mencerminkan kondisi kedaruratan demokrasi dan hukum yang tengah dihadapi bangsa. Garuda Biru Peringatan Darurat kemudian menjadi lambang perlawanan terhadap kelompok yang dianggap membahayakan negara.
Analisis ini didasarkan pada data yang diambil dari Twitter dan media online, menggunakan pendekatan kata kunci dalam periode 21 Agustus pukul 00.00 WIB hingga 22 Agustus pukul 17.59 WIB.