INIPASTI.COM, JAKARTA – Menko Perekonomian, Darmin Nasution, melancarkan kritik pedas soal kondisi pertanian di dalam negeri. Menurutnya, dana negara yang dihabiskan untuk sektor ini cukup besar, tiap tahunnya bisa mencapai 50 triliun rupiah, itu hanya untuk subsidi tiga aspek: subsidi pupuk, cetak sawah baru, dan irigasi, namun hasil pertanian belum sepadan dengan anggaran besar itu. Porsi terbesar pengeluaran untuk pertanian menurut Darmin Nasution, untuk subsidi pupuk.
Sebagai Menko Perekonomian, Darmin Nasution tidak berhasil menemukan hasil yang setimpal antara penggunaan dana yang besar dengan hasil yang dicapai sektor pertanian. Itu sebabnya Darmin Nasution sangat risau dengan keadaan pertanian kita sepanjang tahun lalu. Demikian penjelasan Darmin Nasution saat melakukan rapat koordinasi nasional Kadin Indonesia bidang agribisnis, pangan dan kehutanan di Hotel Pullman, Jakarta beberapa waktu yang lalu (28/11/2016).
Menurut Darmin, pemerintah punya kepentingan untuk mengetahui hasil akhir dari setiap program yang dijalankan, apalagi berkaitan dengan penggunaan dana puluhan triliun rupiah, yang seharusnya bisa menghasilkan kesejahteraan dan manfaat bagi masyarakat.
Pangkal persoalannya menurut Darmin, program pertanian tidak tersambung dengan benar, rancangannya tidak kompherensif. Misalnya pembangunan irigasi, ternyata banyak irigasi yang dibangun, namun jalurnya tidak berdekatan dengan sawah, sehingga tidak menambah luas tanam dan luas panennya, ujar Darmin.
Ini semakin terbukti dengan adanya pola panen padi yang semakin lemah. “Kita bisa lihat, dari dulu sampai sekarang panen padi hanya dua kali dalam setahun, yaitu ketika usai musim hujan dan saat hujan turun. Jadi bukan karena irigasi, petani panen karena ada hujan, sehingga mereka bisa menanam padi” urai Darmin.
Darmin mengusulkan agar program harus selaras dengan mengacu pada one map policy, semacam peta yang bisa menggambarkan kondisi Indonesia yang lebih rinci, sehingga pemerintah lebih tepat dalam pengambilan keputusan. Menurut Darmin, kondisi Indonesia bisa sangat krusial bila sebuah program tidak memiliki peta yang jelas.
Penjelasan Darmin bisa dilihat sebagai kritikan pedas terhadap sesama pejabat tinggi. Pertanyaannya, mengapa pak Darmin tidak melontarkan argumentasinya atau kritikannya pada saat rapat koordinasi Kabinet dengan Presiden? Agar semua kebijakan yang keluar ke publik adalah kebijakan yang kompak dari anggota Kabinet yang dipimpin oleh Presiden. Publik bisa menduga dan bertanya-tanya ada apa dengan pejabat tinggi? Terkesan saling kritik dan mengoreksi di hadapan publik. Jika ini terus terjadi, pertanda kebijakan pemerintah tidak solid. (red/ipc)