INIPASTI.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan terkait potensi gempa di dua zona megathrust yang dapat memicu tsunami di Indonesia. Namun, kapan sebetulnya gempa megathrust tersebut diprediksi akan terjadi?
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyatakan bahwa gempa di dua zona megathrust utama di Indonesia, yaitu Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, hanya tinggal menunggu waktu. Kedua zona ini telah lama tidak melepaskan energinya.
Dilansir dari laman CNN Indonesia, berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, kedua segmen megathrust tersebut terakhir kali mengalami gempa lebih dari dua abad yang lalu.
Megathrust Selat Sunda, yang memiliki panjang 280 km dan lebar 200 km dengan pergeseran (slip rate) sebesar 4 cm per tahun, tercatat mengalami gempa pada tahun 1699 dan 1780 dengan magnitudo 8,5.
Sementara itu, Megathrust Mentawai-Siberut, yang memiliki panjang 200 km dan lebar 200 km serta slip rate 4 cm per tahun, terakhir kali melepaskan gempa besar pada tahun 1797 dengan magnitudo 8,7 dan pada 1833 dengan magnitudo 8,9.
Kedua megathrust ini saat ini berada dalam zona seismic gap, yakni zona sumber gempa potensial yang belum mengalami gempa besar dalam puluhan hingga ratusan tahun terakhir. Zona ini diperkirakan sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan/stress di kerak Bumi.
Megathrust merupakan area pertemuan antar-lempeng tektonik di zona subduksi, yaitu titik di mana satu lempeng meluncur ke bawah lempeng lainnya, umumnya di bawah laut.
Bahaya utama dari megathrust adalah potensi gempa besar dan tsunami raksasa. Meski demikian, hingga saat ini para ahli belum mampu memprediksi kapan gempa dari megathrust ini akan terjadi.
Daryono menegaskan bahwa meskipun gempa di dua zona megathrust di Indonesia hanya tinggal menunggu waktu, ini bukan berarti waktu kejadiannya dapat diprediksi.
“Karena kejadian gempa memang belum dapat diprediksi, sehingga kami pun tidak tahu kapan akan terjadi. Kami katakan ‘menunggu waktu’ karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah release (melepaskan energi), tinggal segmen tersebut yang belum,” jelas Daryono dalam cuitannya di X.
Ia juga menambahkan bahwa “tinggal menunggu waktu” bukan berarti gempa akan terjadi dalam waktu dekat. “Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang mengindikasikan gempa besar akan segera terjadi. Tidak demikian,” kata Daryono, mengklarifikasi kegaduhan yang terjadi.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan pakar geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas, yang menjelaskan bahwa kondisi megathrust yang ada di dasar lautan sangat kompleks.
“Kalau memprediksi waktu tepatnya itu tidak ada yang bisa, atau mungkin belum ada yang bisa, karena sangat kompleks,” ujar Heri.
Ia juga menambahkan bahwa gempa memiliki siklus tertentu, di mana gempa besar biasanya terjadi setiap 200 hingga 250 tahun sekali, meskipun siklus ini tidak selalu tepat.
Dengan demikian, meskipun potensi gempa megathrust di Indonesia tinggi, prediksi kapan gempa ini akan terjadi masih menjadi tantangan besar bagi para ilmuwan (sdn)