Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima
Inipasti.com, Kemendikdasmen mengusung tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat” untuk Hari Guru Nasional, 25 November 2024. Tema ini diambil sebagai bentuk dukungan dan apresiasi terhadap semangat belajar, berbagi, dan berkolaborasi dari guru-guru hebat Indonesia.
“Guru yang hebat adalah guru yang mampu mencetak dan mendidik siswa yang lebih hebat dan unggul dari dirinya” (Direktur Sekolah Guru Indonesia, 2013). “Saya percaya bahwa guru terhebat adalah seniman terhebat dan saya percaya hanya sedikit sekali seniman yang hebat. Mengajar mungkin adalah seni terhebat karena medianya adalah jiwa dan akal manusia” (John Steinback).
Untuk menjadi guru yang hebat yang patut menerima gelar profesional, maka seorang guru minimal harus menjadi guru yang kreatif, berwawasan, professional, bermoral, kompeten dan pendorong perubahan. Sehingga tudingan miring banyak kalangan yang meragukan program ‘sertifikasi guru’ tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan bisa ditepis.
“Guru hebat…Tidak membutuhkan kharisma. Melainkan mengutamakan kepada kualitas diri untuk mencintai, integritas dan komitmen” (Eric Jeksen). Mengajar bukanlah profesi yang mudah. Untuk menjadi guru hebat melibatkan banyak faktor, yang apabila digabungkan dengan benar, akan menghasilkan kelas yang sangat efektif dan siswa yang produktif.
Untuk menjadi guru hebat ada dua orientasi yang harus dijadikan arahan. Pertama, orientasi pada peningkatan profesionalitas guru. Kedua, orientasi pada kualitas dan kemajuan peserta didik.
Kedua hal di atas harus dilakukan secara seimbang. Mungkin setiap hari kita selalu mengarahkan atau memberikan nasehat kepada murid-murid kita, tapi terkadang kita sendiri lupa menasehati diri sendiri. Kita juga selalu mengajarkan siswa supaya mendapatkan nilai baik dalam setiap mata pelajaran, kita juga mengajarkan supaya siswa rajin belajar dan menjadi siswa-siswi yang berprestasi. Tapi lagi-lagi kita juga sering lupa bahwa kita juga harus rajin belajar.
Guna menjadi guru hebat, seorang guru harus menjadi manusia pembelajar. Kenapa? Karena tidak ada guru yang sempurna, guru hanya manusia biasa, yang juga memiliki banyak kelebihan dan kekurangan. Tapi dengan menjadi manusia pembelajar, guru akan senantiasa meningkatkan kualitas dirinya setiap saat. Banyak sumber yang bisa dijadikan pembelajaran tidak harus melalui seminar, pelatihan maupun pendidikan. Kita juga bisa belajar banyak dari lingkungan sekitar, dari masyarakat, dari para siswa, dari para ibu-ibu yang mengeluhkan anak-anaknya dan masih banyak lagi yang lain.
Guru yang hebat tidak akan pernah berhenti belajar, meskipun dia sudah dalam kehidupan yang paling mapan, dan gelar yang sangat professional. Dia tidak akan menempatkan dirinya sebagai orang hebat yang tahu banyak hal, tapi dia akan menempatkan dirinya sejajar dengan orang lain, bahwa semua masih dalam tahap belajar. Guru yang hebat juga tidak hanya sekadar mengajar dan memberikan pelatihan, tetapi dia akan senantiasa memberikan pendampingan pada para siswa, memberikan contoh dan teladan langsung bagaimana menjalani kehidupan di sekolah maupun di masyarakat kelak.
Seorang guru menggandeng tangan, membuka pikiran, menyentuh hati, membentuk masa depan, seorang guru berpengaruh selamanya dia tidak pernah tahu kapan pengaruhnya berakhir (Henry Adam).
Lepas dari itu, yang jelas dan pasti guru di Indonesia belum banyak beranjak menjadi guru terpuji (good teacher) dan guru hebat (great teacher). Masih jarang guru yang mau mengubah paradigma sehingga bermental driver (pengemudi), winner (bermental juara), good listener (pendengar yang baik). Kebanyakan guru bermental penumpang (passanger), pecundang (loser), dan tukang bual (bad speaker). Meminjam hukum Pareto (Ahmad Usman, 2013) guru medioker dan superior jumlahnya 80%, guru terpuji 15%, sedangkan guru hebat hanya 5%.
Resep Menjadi Guru Hebat
Agar menjadi orang hebat, manusia dibekali oleh Allah dengan 4 (empat) anugrah:
(1) Kesadaran diri: kemampuan untuk berpikir tentang proses berpikir kita sendiri; (2) Imajinasi: kemampuan untuk mencipta di dalam benak kita; (3) Suara Hati: kesadaran batin yang dalam tentang yang benar dan yang salah; dan (4) Kemauan: kemampuan untuk bertindak berdasarkan kesadaran kita.
Jika hendak menjadi guru hebat, tentu ada resepnya. Kalau bahan utama untuk menjadi guru hebat ini digabungkan dengan benar, akan menghasilkan kelas yang sangat efektif dan siswa yang produktif. Guru hebat adalah guru yang memiliki mutu tinggi, terampil, dan mampu memberi pengaruh besar sehingga mampu memberi dampak sepanjang hidup pada kehidupan siswa.
Untuk menjadi “guru hebat”, menurut Anita Moultrie Turner dalam Recipe for Great Teaching: 11 Essential Ingradients (2007) ada sebelas bahan utama yang dapat disajikan ke dalam proses pembelajaran di kelas yang bernilai tinggi terhadap harga tinggi pengajaran dan profesi pengajaran.
Sebelas bahan utama yang dimaksud sebagai berikut. (1) Rasa cinta dan kepedulian. Bahan utama untuk menjadi guru hebat adalah cinta pada diri sendiri, cinta pada profesi dan cinta terhadap siswa. Sebagai guru hebat harus berkata: “Jika saya memberi mereka kebaikan, maka saya dapat menerima kebaikan dari mereka.” Jika siswa mengagumi guru, penghormatan segera muncul. (2) Komunikasi. Sering terjadi proses pembelajaran di kelas bahwa guru hanya mengajar 5–10 anak. Mereka bukannya 25 atau 30 atau lebih. Sebagian besar siswa duduk bermalas-malasan dengan gelombang otak yang tidak terarah, tidak mendengarkan atau bermain sendiri. Guru hebat harus mengajar seluruh kelas. Guru harus dapat menciptakan situasi pada anak malas tetapi mau menunjukkan jarinya sehingga mengalami kesuksesan. Sehingga terjadi komunikasi yang harmonis antara guru dan siswanya. Di samping dengan siswa, orang tua juga perlu diajak komunikasi. (3) Pujian dan harga diri. Guru harus optimis dengan melihat sisi baik anak, jangan sebaliknya memandang siswanya dengan pesimistis. “Anton, kau terlambat lagi!” Kalimat ini akan menimbulkan rasa malu pada anak. Lain halnya dengan ucapan, “Anton kemarin kamu datang tepat waktu dan saya senang. Mulai besok datanglah dengan tepat waktu!” Mengajar dengan menggunakan pujian-pujian secara konsisten akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang mengagumkan. (4) Hormat dan harga diri. Guru sepenuhnya dapat menjadi model rasa hormat dan harga diri selama jam sekolah. Guru harus memulai dari diri sendiri, dengan menjadi model perilaku menghormati ketika mereka berhubungan dengan rekan kerja dan siswa. (5) Lingkungan ruang kelas. Ciptakan komunitas hangat dan dapat dipercaya bagi para pembelajar. Supaya terjadi komunikasi yang jelas dan konsisten, pastikan bahwa kelas adalah milik setiap orang. Ciptakan ruang kelas merupakan lingkungan dengan banyak penglihatan, misalnya: SI, SKL, Visi dan Misi, Pengumuman, Contoh karya siswa, dll. Pengaturan tempat duduk sangat berpengarauh terhadap berlangsungnya proses pembelajarn dan hasil belajar. (6) Manajemen kelas. Guru harus menentukan pedoman, aturan, dan prosedur yang jelas sehingga tercipta interaksi setiap orang di kelas dengan efektif. (7) Disiplin, bersikaplah adil dan konsisten. Tangani perilaku yang tak diharapkan. Buat kontak mata langsung dengan anak sehingga anak menganggap ada keseriusan. Gunakan kedekatan untuk menempatkan fisik dengan siswa sehingga anak memahami perilakunya tidak pantas. Tangani disiplin dengan tenang, lembut, dan sadar. Lakukan dulu perilaku yang diharapkan untuk ditiru anak. Kaji ulang dengan siswa pada waktu terjadi pelanggaran. Senantiasa konsisten dengan aturan yang dibuat. (8) Menyusun buku catatan, semua siswa untuk dibiasakan memiliki buku catatan yang berisi tentang hasil kerja siswa. Hal ini diharapkan para siswa belajar bertanggung jawab atas tugas mereka sendiri. (9) Keterampilan kehidupan nyata ke dalam kurikulum, sangat penting siswa memahami bahwa keterampilan yang mereka pelajari di sekolah harus diubah ke keterampilan nyata yang mereka perlukan agar menjadi orang dewasa yang sukses, sehat, dan makmur. (10) Kolaborasi. Dalam pembelajaran perlu adanya kolaborasi antar penyelenggara sekolah baik antar guru dengan guru, antar guru dengan karyawan maupun guru dengan orang tua siswa. Perlu dibentuk tim untuk mengadakan pertemuan mingguan dan bulanan, perencanaan pembelajaran, maupun pengamatan ke kelas siswa. Guru hebat memahami pentingnya kerja kolaborasi dengan guru lain. (11) Penyajian. Setelah semua bahan dipersiapkan, guru siap untuk menyajikan ke dalam meja makan pembelajaran. Kelas yang sudah dipersiapkan adalah milik Anda. Anda memiliki kebebasan pribadi yang besar untuk memberikan pengaruh positif pada kehidupan anak. Mengajar merupakan profesi yang bersahaja, terhormat, dan menantang yang mempengaruhi anak-anak, orang tua mereka, dan masyarakat mereka.
Menuju Guru Hebat
Menjadi guru hebat menuntut keahlian dan keterampilan tersendiri, karena guru hebat harus menjadi komunikator, motivator, inspirator, dan pembangun kepribadian dan karakter siswa.
Guru hebat harus mau dan mampu melakukan, minimal 6 (enam) hal, menurut Muhbib Abdul Wahab (2014), yaitu: pertama, memiliki keinginan untuk mengenal, menyentuh hati siswa serta melibatkannya dalam proses pembelajaran. Ketika berkomunikasi dengan mereka, guru harus bisa melakukan kontak mata sekaligus kontak hati. Semakin mengenal jati diri siswanya, guru seharusnya semakin arif dan bisa mendekati serta membangun kerja sama yang saling menguntungkan. Kedua, mengomunikasikan tujuan dan harapan secara eksplisit. Ketika mengawali proses pembelajaran di dalam kelas, idealnya guru dapat meyakinkan mereka bahwa tujuan dan harapan yang hendak dicapai pada jam pelajaran ini penting dan baik. Ketiga, menyiapkan dan menjadikan bahan ajar menarik, menantang, dan merangsang (menstimulir). Keempat, mendorong siswa/mahasiswa berpikir kritis dan kreatif, dan memberanikan mereka menerapkan pengetahuan yang sudah dipahaminya secara praktis. Guru bahasa Arab misalnya harus mampu memberi contoh berbicara dalam bahasa Arab secara baik berikut membisakan dan membiasakan mereka berbahasa Arab. Kelima, melakukan kontekstualisasi dengan dunia nyata. Materi yang diajarkan seoptimalkan mungkin dikaitkan dengan perkembangan sosial, budaya, ilmu, pendidikan dan sebagainya, sehingga menjadi lebih menarik dan dinamis. Keenam, masuki “dunia siswa/mahasiswa, dan jangan paksakan dunia guru dimasukkan dalam dunia mereka.” Senada dengan itu, Imam Ali bin Abi Thalib menyatakan: “Didiklah anak-anak sesuai dengan konteks zaman mereka, karena mereka akan hidup di zaman yang berbeda dengan zaman kalian.”
Ada sejumlah langkah menuju guru hebat menurut Muhbib Abdul Wahab (2014), yaitu: (1) menunjukkan model pembelajaran yang hebat (guru sebagai model teladan); (2) membelajarkan bagaimana (cara) belajar yang efektif bagi siswa/mahasiswa; (3) beristiqamah dengan prinsip: “Latihan dan praktik yang intensif membuat siswa/mahasiswa semakin belajar, memahami pelajaran dan terampil.” Proses pembelajaran kita seringkali kering dari latihan, praktik, dan aplikasi nyata dari teori yang telah diketahui; (4) berani, peduli, dan menjalin hubungan atau komunikasi yang intens dan positif dengan siswa/mahasiswa; (5) meyakini dan mempraktikkan ekspektasi (harapan) yang tinggi. Guru yang hebat harus berpikir positif, optimis, dinamis, dan futuristik. Dan (6) mendorong kesadaran diri dan tanggung jawab secara moral dan professional. Guru hebat bukan semata-mata mengemban tanggung jawab profesinya, tetapi juga akan dimintai pertanggungjawaban secara moral di hadapan umat dan Tuhan.
Guru hebat memiliki sikap atau perilaku kerja prestatif, di antaranya: (a) kerja ikhlas; (b) kerja mawas diri dari rasa emosional; (c) kerja cerdas; (d) kerja keras; dan (e) kerja tuntas.
Kerja ikhlas adalah bekerja dengan sungguh-sungguh. Dapat menghasilkan sesuatu yang baik dengan dilandasai hati yang tulus. Kerja mawas diri dari rasa emosional adalah bekerja dengan tidak terpengaruh oleh perasaan/kemarahan yang sedang melanda jiwanya. Kerja cerdas adalah bahwa dalam bekerja pandai memperhitungkan risiko, mampu melihat peluang dan dapat mencari solusi sehingga dapat mencapai keuntungan. Kerja keras adalah di dalam bekerja mempunyai sifat mabuk kerja untuk dapat mencapai sasaran yang ingin dicapai. Dapat memanfaatkan waktu secara optimal sehingga kadang-kadang tidak mengenal waktu, jarak dan kesulitan yang dihadapi. Sedangkan kerja tuntas adalah bahwa di dalam bekerja mampu mengorganisasikan bagian usahanya secara terpadu dari awal sampai akhir untuk dapat menghasilkan usahanya secara maksimal.
Butuh i’tikad baik, keikhlasan, kesungguhan, dan komitmen semua guru agar niatan mereka menjadi guru hebat (the best teacher) dapat terwujud segera. Guru juga perlu meng-update dirinya secara berkelanjutan melalui pengayaan dirinya dengan sifat-sifat terbaik berikut ini (Moh. Ragib dan Nurfuadi, 2009).
Pertama, jujur, memiliki kelurusan fikiran dan kelurusan hati, menolak secara tegas dan keras semua hal yang berkaitan dengan kebohongan. Jujurnya seorang guru menjadi modal awal dan berefek besar terhadap kejujuran sebuah bangsa. Walaupun demikian juga tidak bisa diberikan jaminan satu-satunya bahwa ketika semua lembaga pendidikan di negeri ini semua gurunya sudah bersifat jujur lalu negeri ini menjadi bangsa yang jujur begitu saja. Namun setidaknya kontribusi kejujuran guru telah menjadi referensi yang sangat mahal untuk merevitalisasi dan mengakurasi kejujuran bangsa;
Kedua, disiplin, taat aturan, mengikuti semua peraturan dan ketentuan secara sadar. Menolak semua pelanggaran dan penyimpangan hukum dari profesi guru yang diemban. Mestinya guru menjadi garda terdepan untuk miniatur kedisiplinan di negeri ini. Oleh sebab itu, komitmen berkelanjutan yang harus digenggam erat adalah mengatakan tidak pada “terlambat, lalai, malas, dan seterusnya (semua sifat yang semakna dengan ketiga sifat di atas).”
Ketiga, adil, istiqamah pada jalur dan lajur kebenaran. Kalaupun menyatakan keberpihakan pada seseorang atau sesuatu, maka keberpihakan guru adalah pada yang haq (kebenaran). Tidak ada diskriminasi personal, material, moral, emosional, dan sosial, semuanya tertata secara, apik, rapi, tertib, dan proporsional serta seimbang sesuai dengan porsinya masing-masing. Perlakuan edukasi guru kepada semua siswa, perlakuan sosial sesama kolega guru, kepada pimpinan, orang tua siswa, dan masyarakat terwujud secara harmonis. Tidak seorangpun yang merasa diperlakukan ganjil dan tidak adil oleh guru.
Keempat, sabar, memiliki daya tahan intelektual, emosional dan spiritual ketika dihadapkan pada masalah hidup (life problem) berupa ujian, cobaan, dan musibah. Demikian juga ketika berhadapan dengan masalah spesifik yang berkaitan langsung dengan persoalan pendidikan dan pembelajaran (educate and learn problem). Mesti ada imun personal dalam diri guru untuk bisa berhadapan dengan segala kemungkinan masalah yang muncul sehingga bangunan kesabaran dalam dirinya dapat berdiri kokoh tidak tergoyahkan. Guru yang memiliki kekuatan kesabaran seperti ini dipastikan dapat mengendalikan dan mensituasikan suasana pendidikan dan pembelajaran menjadi lebih terkendali, nyaman, dan tenang. Guru semacam ini terhindar dari sikap emosional dan prilaku putus asa, gampang marah, cepat menyerah, suka mencari-cari alasan untuk membenarkan prilakunya yang salah.
Kelima, simpatik, memiliki rasa simpati yang menyenangkan orang lain. Guru dengan tipologi seperti ini menempatkan dirinya ikut merasakan suasana perasaan dan fikiran orang lain sehingga tampilan diri siguru benar-benar mengagumkan, mengundang simpatik orang lain. Ada perhatian dan kepedulian serius kepada siswa, sesama guru dan orang lain. Suka menolong dan memberikan bantuan kepada orang lain. Nilai-nilai persaudaraan terpatri sangat kuat dalam dirinya, sehingga orang lain tidaklah orang lain bagi dirinya tetapi menjadi bagian dari dirinya sendiri tentulah sesuai dengan batasan syar’i dan ketentuan yang berlaku.
Keenam, ramah, baik hati manis budi bahasa, lembut tutur katanya, menampilkan persahabatan yang menyenangkan. Tidak ada cacat dalam pilihan sikap dan kata-kata yang digunakan dalam percakapan. Semua orang yang bersahabat dengannya menjadi senang, nyaman, dan bahagia. Tidak ada ketersinggungan yang menyebalkan apalagi menyakitkan perasaan, semuanya mengalir dengan tenang, damai, dan mengasyikkan.
Ketujuh, kharismatik dan berwibawa. Kharismatik yaitu sebuah keadaan berupa rasa kagum dan apresiasi terhadap seseorang disebabkan oleh kebagusan ia melakukan tindakan kepemimpinan melalui kepribadiannya yang mantap. Berwibawa berarti memiliki wibawa dan dengan kewibawaan tersebut ia memiliki daya magnet khusus untuk mempengaruhi orang lain sehingga menjadi disegani dan dipatuhi oleh orang lain. Untuk konteks keteladanan guru, maka sifat kharismatik dan berwibawa ini sepertinya menjadi kemampuan inti bagi kompetensi kepribadian guru. Ada daya gravitasi (magnet) khusus pada dua sifat ini sehingga keduanya memberikan kontribusi yang signifikan dalam memberikan spesifikasi efek terhadap pembentukan nilai-nilai kebaikan pada diri siswa. Adalah mustahil bagi guru akan menjadi figur identifikasi nilai (figure idenfication value) bagi siswa ketika mereka tidak memiliki kedua kekuatan magnet ini.
Kedelapan, amanah, dapat dipercaya. Ketika sesuatu dititipkan, maka tidak ada kekuatiran sedikitpun akan terjadi penyalahgunaan kepercayaan yang akan menimbulkan cacat apalagi kerusakan. Pendidikan dan pembelajaran adalah amanah yang amat luar biasa besarnya karena meliputi dimensi kecerdasan spiritual, emosional, intelektual, moral, dan pisikal sekaligus. Wajar kalau kemudian bangsa ini memberikan porsi yang sangat besar untuk alokasi pembiayaan pembangunan bidang pendidikan melebihi dari pembiayaan pembangunan bidang yang lain. Inilah di antara bentuk tanggungjawab dan apresiasi pemerintah kepada rakyatnya bahwa pembangunan pendidikan bukanlah perkara yang kecil dan serampangan tetapi perkara monumental yang sangat besar. Keinsyafan pemerintah seperti ini mestinya disambut dengan karya terbesar para guru melalui komitmen yang sungguh-sungguh akan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan benar, professional, dan berintegritas tinggi.
Kesembilan, humoris, berasal dari kata humor yang berarti sesuatu yang lucu atau keadaan yang menggelikan hati. Keadaan seperti ini bisa membuat suasana menjadi lebih cair yang berproses sebagaimana air cair mengalir dengan tenang. Humoris berarti orang mempunyai rasa humor, dengan rasa humor tersebut ia mampu mensituasikan suasana menjadi lucu dan mengasyikkan. Proses belajar dan pembelajaran sesungguhnya secara substansial melibatkan multi aktivitas seperti aktifitas berfikir (inteketual activity), aktifitas merasa (emosional activity), aktifitas berintuisi (spiritual activity), dan aktifitas jasmani (pisical activity) oleh karenanya perlu diciptakan suasana yang cair, nyaman, aman, dan asyik. Suasana menyenangkan dan mengasyikkan seperti ini akan sangat membantu terwujudnya pembelajaran yang penuh makna (full meaning). Guru humoris tentulah sebuah keniscayaan untuk menyingkirkan suasana tegang, mencekam, menakutkan, dan menyeramkan selama proses belajar dan pembelajaran berlangsung. Barangkali inilah yang dimaksud dengan model pembelajaran aktif, interaktif, kreatif, edukatif, dan menyenangkan.