Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima
Inipasti.com, Guru magnet adalah guru yang mengajar dengan hati. Guru yang baik terwujud dari hati. Bagi Dani Ronnie M (2005), guru adalah seorang yang mengajar dengan hatinya, membimbing dengan nuraninya, mendidik dengan segenap keikhlasan dan menginspirasi dan menyampaikan kebenaran dengan rasa kasih.
Hakikat mendidik adalah “Innama a’malu binniyat” dan niat itu muaranya adalah hati. Maka, para guru untuk bekerja dengan hati yang bersih. Harus disadari bahwa untuk menjadi seseorang guru magnet, diperlukan beberapa skill dan knowladge, bukan hanya penampilannya yang menarik, namun jauh daripada itu, ada sesuatu yang tak tampak yang memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Kekuatan itu timbul dari dalam dirinya dan mendorongnya menjadi sebuah tindakan yakni intention (niat).
Niat yang berbeda akan membedakan perilaku masing-masing guru. Jika niatnya hanya memperoleh materi, guru tersebut hanya akan mendapatkan materi saja, ketika ada siswanya bermasalah, guru macam ini, hanya bisa mengeluh dan menyalahkan siswanya. Mind set berfikirnya hanya, melaksanakan kewajiban mengajar di kelas, ketika waktu pelajaran selesai, selesailah tanggungjawabnya. Karena itu memang yang disyaratkan agar guru tersebut berhak mendapat salery. Proses kegiatan belajar pun hanya sekadar transfer ilmu, tidak lebih dari itu. Memang, untuk menjadi sosok guru ideal yang mampu menjadi magnet bagi siswanya pada zaman kapitalis semacam ini agak sulit. Di tengah tuntutan ekonomi yang menuntut kita semua harus tetap exist, sadar atau tidak kita terjebak dalam kondisi semacam ini. Untuk merefresh niatan yang tulus, mari kita bayangkan, siswa kita adalah anak-anak yang sangat kita cintai. Dimana posisinya sekarang ada di sebuah bibir jurang yang curam dan dalam, dan anak-anak tersebut tidak menyadarinya. Selangkah lagi dia bergerak, bisa dipastikan anak itu akan jatuh ke dalam jurang dan nyawanya tak terselamatkan kembali. Hanya guru yang mampu menyelamatkannya, dan satu-satunya mampu menolongnya.
Guru magnet idealnya menggunakan seni mendidik dengan hati. Sejatinya pendidikan dilakukan dengan hati lewat ungkapan rasa kasih sayang (love), keikhlasan (sincerely), kejujuran (honesty), keagamaan (spiritual), dan suasana kekeluargaan (family atmosphere). Leonardo da Vinci (Usman, 2023) menyebutkan, “beauty adorns virtue.” Kecantikan memuja kebaikan. Artinya, siapapun memiliki kecantikan yang luar biasa apabila bersedia mempercantik hati atau jiwanya.
Sikap cinta dan kasih sayang seorang guru tercermin melalui kelembutan, kesabaran, penerimaan, kedekatan, keakraban, serta sikap-sikap positif lainnya dalam berinteraksi dengan lingkungannya, khususnya dengan para peserta didiknya. Sosok guru yang selalu menebar kasih sayang pada peserta didiknya akan melahirkan sebuah kharisma.
Menjadi guru pintar dan pandai saja belum cukup. Seorang guru harus memiliki motto Not only teach, but also touch. Guru bukan hanya mengajar, tetapi juga menyentuh hati peserta didik dengan kasih sayang yang akan menguatkan hubungan batin antara guru dan peserta didiknya, sehingga proses belajar dan mengajar akan berjalan sesuai dengan harapannya.
Melahirkan Guru Berkarakter
Guru yang mengajar dengan hati, pasti dia adalah guru berkarakter. Guru berkarakter harus memiliki sekurang-kurangnya 9 sifat karakter dengan menyingkronkan dengan asma’ul husna. Yaitu mendidik adalah panggilan hati yang ikhlas (Al-Quddus), mendidik adalah panggilan jiwa dengan kasih sayang yang tulus (Ar-Rahman Ar-Rahiim), mendidik adalah amanah dan tanggung jawab (Al-Hafidh Al-Wakiil), mendidik adalah dengan penuh rasa kesabaran dan syukur (Ash-Shabuur), mendidik adalah berpikiran maju (Al-Aakhir), mendidik adalah dengan kecerdesan (Ar-Rasyid), mendidik adalah dengan kreatif (Al-Khaliq), mendidik adalah dengan keteladanan (Al-Warits), mendidik adalah melayani hati (As- Saami’ dan Al-Waduud) (Alpiyanto, dkk, 2014).
Guru yang mendidik dengan memberikan sentuhan-sentuhan pada hati akan berdampak yang luar biasa terhadap jiwa peserta didiknya. Robert K Cooper (Ronie, 2005) menyatakan: “hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak, atau tidak dapat diketahui oleh pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.”
Ibnu Qayim (Furqon, 2009) mengemukakan bahwa hati adalah rajanya, semuanya melaksanakan apa yang diperintahkan hatinya, menerima petunjuk darinya, seluruh perbuatannya menjadi lurus karena niat dan maksud hatinya ia bertanggung jawab terhadap semuanya. Hati merupakan sesuatu yang paling mulia pada diri manusia. Peran hati terhadap seluruh anggota atau organ tubuh dapat diibaratkan seperti raja dan prajuritnya. Semua bekerja atas dasar perintahnya dan tunduk kepadanya. Kemampuan guru untuk membuka hati peserta didik sangat diperlukan. Untuk membuka hati peserta didik, guru harus berupaya membangkitkan rasa cinta kepada peserta didik demikian juga sebaliknya agar peserta didik memiliki rasa cinta dan bersimpati dengan gurunya. Dalam konteks cinta ini, maka peran suara hati sangat penting artinya sekaligus merupakan kunci keberhasilan dalam mendidik peserta didik. Seseorang mempelajari tentang orang lain melalui hati, bukan melalui mata dan pikiran.
Guru Kalbu dan Guru Kaizen
Mengutip pendapat M. Surya (2013), Apandi menyampaikan empat tipe guru, yaitu guru aktual, guru harmonis, guru karakter, dan guru kalbu. Dari keempat tipe guru tersebut, guru kalbu merupakan tipe yang paling tinggi. Ketiga tipe sebelumnya masih berlandaskan pada landasan material dan kepentingan pribadi. Sementara guru kalbu sudah melampaui semua itu. Pengabdian seluruhnya difokuskan pada kepentingan idealitas dunia kepentingan dengan tidak mengindahkan kepentingan pribadi. Hal inilah yang kerapkali terlupakan oleh guru masa kini.
Selain itu, Apandi juga memberikan konsep guru ideal lain, yaitu guru kaizen. Guru kaizen adalah guru yang sepenuhnya berorientasi pada siswanya, kreatif dan inovatif, serta memiliki komitmen pengabdian yang tinggi. Sejak dahulu, guru dianggap sebagai salah satu profesi yang mulia. Penghargaan kepada guru diabadikan dalam sebuah lagu berjudul “Hymne Guru”. Profesionalitas guru dihargai oleh pemerintah, salah satu di antaranya melalui pembakuan sertifikasi.
Panggilan Hati
Menurut Parker Palmer dalam bukunya “The Courage of Teach” (2003), menjadi guru bukan sekadar melakukan pekerjaan biasa, tetapi juga memenuhi panggilan hati dan melakukan perjalanan spiritual.
Apandi menuliskan beberapa poin yang dapat mengarahkan guru pada konsep guru ideal. Mengutip pendapat M. Surya (2013), Apandi menyampaikan empat tipe guru berikut, yaitu guru aktual, guru harmonis, guru karakter, dan guru kalbu. Dari keempat tipe guru tersebut, guru kalbu merupakan tipe yang paling tinggi. Ketiga tipe sebelumnya masih berlandaskan pada landasan material dan kepentingan pribadi. Sementara guru kalbu sudah melampaui semua itu. Pengabdian seluruhnya difokuskan pada kepentingan idealitas dunia kepentinga dengan tidak mengindahkan kepentingan pribadi. Hal inilah yang kerapkali terlupakan oleh guru masa kini. Selain itu, Apandi juga memberikan konsep guru ideal lain, yaitu Guru Kaizen. Guru kaizen adalah guru yang sepenuhnya berorientasi pada siswanya, kreatif dan inovatif, serta memiliki komitmen pengabdian yang tinggi (Idris Apandi, 2015).
Beberapa langkah mendidik dengan hati (Ahmad Taufik, 2013) yaitu: (1) kelembutan sikap, (2) memenej emosi, (3) hindari prakonsepsi negatif (su’udzanisme), dan (4) hadirkan mereka dalam doa.
Khususnya kelembutan sikap, tidak semua guru berhasil melakukannya. Kiat-kiat untuk melembutkan hati guru: pertama, jangan pernah ragu menyatakan “aku juga mencintaimu” terhadap siswa. Menurut Gary Chapman, semua tingkah laku anak adalah “bahasa cinta.” Dari tingkahnya yang beraneka rupa, anak mengharap respon positif dari orang dewasa. Oleh karena itu, kita tidak boleh tergesa-gesa menstempel/cap hitam terhadap anak yang bertingkah polah negatif, tetapi segeralah kita menangkap pesan cinta dari anak tersebut. Di sinilah muasal hati menjadi lunak dan lembut. kedua, nyatakan “aku hadir demi kamu.” Jika guru menganut filsafat ini, maka bagaimanapun karakter siswa yang dihadapi, guru akan mampu menerima dan menghadapinya dengan bijak. ketiga, nyatakan “akulah sahabatmu.” Apabila ada teman yang selalu setia bersama kita di kala susah atau senang, maka dialah teman sejati. Guru jangan jadi model “polisi” yang akan menjadi teman dinas bagi siswanya. Sebagai teman sejati guru harus mampu menciptakan komunikasi “pemecah es” untuk memecahkan kebekuan suasana dalam berinteraksi dengan siswa.
Ada sembilan kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang berhati nurani dalam mendidik (Alpiyanto, 2013), yaitu: (1) mendidik adalah ketulusan dari hati yang ikhlas; (2) mendidik adalah panggilan jiwa dengan kasih sayang; (3) mendidik adalah amanah dan tanggung jawab; (4) mendidik adalah dengan penuh kesabaran dan rasa syukur; (5) mendidik adalah berpikiran maju; (6) mendidik adalah dengan kecerdasan; (7) mendidik adalah kreatif; (8) mendidik adalah keteladanan; dan (9) mendidik adalah melayani dengan hati.
Guru teladan dari Ohio, Akmeli Stanelle mengatakan “orang akan selalu melupakan apa yang kita lakukan. Mereka juga akan selalu melupakan apa yang kita katakan. Tetapi mereka tidak akan pernah melupakan apa yang mereka rasakan karena kita”. Artinya guru yang menyampaikan dengan hati akan sampai juga ke hati para murid-muridnya. Atau dalam redaksi bijak lainnya: ”Orang bisa melupakan apa yang Anda ucapkan terhadap mereka. Orang bisa melupakan apa yang Anda perbuat terhadap mereka. Tetapi mereka tak akan melupakan kesan yang Anda tinggalkan di hati mereka.”
Guru yang mendidik denga hati selalu ikhlas. Keikhlasan mempunyai kilauan dan sinar, meskipun jutaan mata tak melihatnya.
Guru yang sudah pada level keempat adalah guru yang selalu berkomunikasi dengan hati. Mendidik dengan hati artinya seorang pendidik dalam menyampaikan keilmuan harus memiliki keikhlasan dan kecintaan serta mengedepankan sikap bersahabat, menyenangkan, empati, konsistensi terhadap komitmen, antusias, membangun team work, ramah, santun dan sabar.
Guru yang mendidik dengan hati targetnya tidak saja anak didiknya sukses di dunia tetapi jauh dari itu, yaitu “never ending succes”. Artinya tidak saja targetnya siswa sukses di dunia saja, tapi sukses dunia dan akhirat.
Dengan demikian, guru harus mengajar dengan kerendahan hati. Artinya, guru harus mengenal dan menyadari kemampuan profesionalnya, serta membaktikannya untuk peserta didik. Guru yang rendah hati tahu betapa pentingnya guru bagi kehidupan peserta didik dan sepenuhnya melihat serta menghargai kekuatan peserta didiknya dan bagaimana mengolahnya. Kerendahan hati dapat menjadi indikator yang paling baik untuk menentukan keberhasilan pembelajaran.
Kerendahan hati adalah pola sikap dan prilaku yang menunjukan bahwa kita berpikir, kita tidak lebih baik, lebih hebat atau lebih cerdas dari orang lain, ada kecenderungan untuk tidak menganggap orang lain lebih rendah atau kurang penting dari apa yang kita miliki, sehingga berdampak pada kesediaan kita untuk mau mendengarkan pendapat dari orang lain, mungkin tidak bisa menerima pendapat baru pemikiran baru yang mengandung kebenaran dan kesediaan kita untuk memperbaiki diri terus menerus akan berkurang.
Rendah hati atau humble mencerminkan sikap tidak sombong, dan bersedia untuk mengakui kehebatan orang lain. Dengan adanya sikap rendah hati, kita bisa mengikis rasa ego kita, dan mau belajar dari orang lain. Ujung-ujungnya, semua itu menentukan seberapa besar jiwa kita.
Kesuksesan hubungan antara guru dengan peserta didik terletak pada sikap lemah lembut dan rendah hati. Guru yang mengajar dengan hati, selalu memiliki etos pelayanan yang prima, misalnya: guru akan fokus pada peserta didik; guru selalu membantu, menolong, memfasilitasi; guru akan peduli, cepat tanggap; guru akan ramah, tulus, simpati; guru akan rendah hati, baik hati, tulus; dan guru akan bahagia dan senang melayani.
Menurut Danni Ronnie M (2005) ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain: (1) kasih sayang, (2) penghargaan, (3) pemberian ruang untuk mengembangkan diri, (4) kepercayaan, (5) kerjasama, (6) saling berbagi, (7) saling memotivasi, (8) saling mendengarkan, (9) saling berinteraksi secara positif, (10) saling menanamkan nilai-nilai moral, (11) saling mengingatkan dengan ketulusan hati, (12) saling menularkan antusiasme, (13) saling menggali potensi diri, (14) saling mengajari dengan kerendahan hati, (15) saling menginsiprasi, dan (16) saling menghormati perbedaan.
Pada panorama lain, guru yang memikat hati juga harus menghindari hal-hal sebagai berikut: pelecehan seksual, sering bolos tanpa alasan yang baik, gosip ketika mengajar, dan transaksi dagang ketika mengajar.
Guru terpanggil untuk bersedia belajar bagaimana mengajar dengan baik dan menyenangkan peserta didik dan terpanggil untuk menemukan cara belajar yang tepat. Katakan saja, menjadi guru bukan hanya suatu profesi yang ditentukan melalui uji kompentensi dan sertifikasi saja, tetapi menyangkut dengan hati, artinya sejak semula mereka sudah bercita-cita menjadi guru, guru yang mengenal dirinya, dan sebagai panggilan tugas kemanusian yang mulia yang diikuti dengan penghargaan yang profesional pula (Sanaky, 2005).
Tanda Mengajar dengan Hati
Beberapa indikator seorang guru yang mengajar dengan hati menurut Annaf’ah El Adawea Anhar (Usman, 2022) sebagai berikut: (1) Guru yang mengajar dengan hati selalu mau tahu dan belajar segala hal yang baru soal pendidikan, bisa IT, bisa metode dan semua ia lakukan tanpa mesti ada hubungannya dengan penggajian. Mau gajinya naik apa tidak dengan dia belajar IT dia tdk peduli, syukur-syujur jika ada pengaruhnya; (2) Guru yang mengajar dengan hati tidak mudah patah semangat oleh konflik. Yang dimaksud di sini adalah konflik adalah konflik dengan orang tua, sesama guru bahkan dengan yayasan atau kepala sekolah, walaupun ia dalam posisi dizalimi ia tidak akan kurang mutu mengajarnya karena ia mengajar demi siswa; (3) Guru yang mengajar dengan hati punya kehidupan lain setelah mengajar. Ini penting, guru yang hidupnya monoton cenderung ia cuma menunggu gaji saja; (4) Guru yang mengajar dengan hati sabar soal kesejahteraan, tapi jika ia menuntut ia akan bicara dengan bijak atau tidak sama sekali. Guru yang baik peduli akan kesejahteraannya karena ia merasa gaji juga sumber semangat ia dalam mengajar, tapi juga tidak melulu mengartikan segalanya soal uang; (5) Guru yang mengajar dengan hati mengartikan semua hal sebagai kesempatan belajar, Ia tidak hitung-hitungan saat diminta bekerja lebih, sepanjang ia akan dapat pengalaman baru, kesempatan itu akan ia terima; (6) Guru yang mengajar dengan hati hormat pada senior, dan mau berbagi dengan yunior. Ilmu baginya akan bertambah jika dibagi; (7) Guru yang mengajar dengan hati punya persiapan sebelum mengajar, baginya tugas mereka adalah membuat suasana kelas menyenangkan; (8) Guru yang mengajar dengan hati punya jurus ampuh menguasai kelas. Tidak dengan teriakan ataupun ketukan meja; (9) Guru yang mengajar dengan hati selalu mengevaluasi hasil mengajarnya, tidak melulu menyalahkan siswa atau guru sebelumnya atas sebuah kegagalan yang dialaminya; (10) Guru yang mengajar dengan hati memberikan contoh yang baik bagi anak didiknya, bagi mereka proses keteladanan atau memberi contoh melalui sikap dan tingkah laku yang baik merupakan strategi yang ampuh dari sekedar mengajar di depan kelas.
Dalam mutiara hikmah dikatakan: ”Aththoriqotu ahammu minal maddah, wal ustadz ahammu minaththoriqoh, wa ruhul ustadz ahammu min kulli syaiin” (Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode, dan ruh (semangat) guru lebih penting dari semua itu). Sebab, dengan ruh tersebut guru mampu menghidupkan suasana pembelajaran yang menyenangkan dengan sentuhan kasih, sayang, dan cintanya pada anak didik.
Semoga !!!