Penulis : Adhe Achmad (Ketua Sema FDK UINAM)
INIPASTI.COM, GOWA –Hari ini, (5/12) masyarakat memperingati World Soil Day 2016 atau Hari Tanah Dunia. Sayangnya, persoalan agraria masih saja terjadi.
Persoalan agraria di Indonesia terasa kian pelik bahkan sudah semacam mendarah daging hingga ke pelosok pedesaan. Persoalannya juga tidak pernah berubah padahal sudah banyak berbagai tuntutan kepada pihak pemerintah agar melakukan moratorium terhadap penguasaan tanah/lahan di semua wilayah indonesia.
Masalah ini kemudian disoroti Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik se-Indonesia (ILMISPI). Pimpinan Nasional ILMISPI, Bambang Sudarmono mengungkapkan lewat pernyataan sikap yang disebar ke seluruh Universitas tempat ILMISPI bernaung. Pernyataan sikap yang dikeluarkan Senin, (5/12) itu mendesak pemerintah agar segera melakukan dua hal.
Pertama, mendesak pemerintah pusat segera melakukan moratorium terhadap izin pengelolaan atas tanah dan Sumber Daya Alam di seluruh Indonesia. Kedua, meminta pemerintah segera melakukan Reformasi Agraria dengan mengembalikan penguasaan dan pengelolaannya berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat’.
Dua poin di atas, jelas Bambang, menjadi solusi konkret bagi persoalan agraria di Indonesia. Ia berharap, pemerintah pusat dan daerah bertindak cepat dan tepat dengan persoalan ini agar jangan sampai bom waktu ini benar-benar meledak, karena bisa sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI.
Persoalan agraria di negara ini, lanjut Bambang, adalah permasalahan tata ruang nasional yang rentan dengan tarik menarik kepentingan. Ditambah lagi dengan minimnya kelengkapan peta administrasi di instansi hingga ke tingkat pemerintahan paling bawah (desa).
ILMISPI juga menyoroti meningkatnya jumlah pengusaha yang berkedok petani dengan modal asing. Mereka ditengarai memiliki tujuan mengkapitalisasi lahan berjuta-juta hektare secara pribadi. Hal ini, terjadi karena lemahnya hak kelola masyarakat atas tanah mereka. “Jika kita lihat UUPA kita yang cenderung mewarisi roh kolonialisme dalam sistem kepemilikan tanah, ditambah lagi persoalan izin hak guna usaha atas tanah/lahan yang masih sporadis,” tulis Bambang.
Maka dari itu, lanjut Bambang, permasalahan agraria yang sangat kompleks perlu penanganan yang secara sistematis dan terstruktur. Sehingga tidak tercipta suatu tatanan masyarakat yang terjajahi di tanah sendiri.(*)
Baca juga : Dua Tahun Jokowi-JK, Mahasiswa Gugat UU Agraria dan Migas
//