Oleh: Muhammad Zaiyani
INIPASTI.COM-Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh (yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja) dalam upaya mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara dengan syarat menggunakan akal sehat dengan pertimbangan matang.
Rasulullah SAW, “Jika seorang hakim ber-ijtihad dalam menetapkan suatu hukum, ternyata hukumnya benar, maka hakim tersebut akan mendapatkan dua pahala, dan apabila dia ber-ijtihad dalam menetapkan suatu hukum, namun dia salah, maka dia akan mendapatkan satu pahala”.
Dalam hal memilih pemimpin Rasulullah SAW bersabda: “Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara kalian menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Daud). Kalimat “bepergian” bisa diartikan bertiga mempunyai urusan dan tujuan yang sama. Jika tiga orang yang mempunyai urusan yang sama sudah wajib untuk memilih pemimpin, apalagi dalam konteks bernegara dengan penduduk jutaan jiwa. Jelas bahwa memilih pemimpin adalah hak dan sekaligus kewajiban bagi kita semua sebagai bangsa untuk kelangsungan bernegara yang bertujuan baik.
Memilih presiden, gubernur, walilota/bupati, anggota DPR, anggota DPD, dan atau pemimpim lainnya, adalah suatu perbuatan baik untuk kebaikan bersama. Dan untuk maksud tersebut, masing-masing kita pemilih akan melakukan ijtihad untuk diri kita masing-masing. Shalat Istiharah sebelum ke TPS (misalnya) adalah salah satu bentuk Ijtihad.
Mempelajari latar belakang dan track-record calon yang akan kita pilih adalah suatu bentuk Ijtihad (usaha yang sungguh-sungguh) disamping shalat Istiharah. Ijtihad memilih pemimpin yang kita lakukan dengan niat dan tujuan yang baik sesungguhnya akan mandapatkan ganjaran pahala. Sedangkan yang tidak melakukannya, tidaklah berdosa, namun tentu tidak mendapatkan apa-apa juga.
Ketika kita telah melakukan Ijtihad untuk diri kita sendiri dan pula telah ke TPS untuk memenuhi hak dan (sekaligus) kewajiban kita sebagai pemilih, maka tanggungjawab sebagai pemilih adalah berhenti sampai disitu. Dan karena itu langsung dinilai sebagai satu perbuatan baik dan mendapat satu pahala perbuatan baik. Bahwa pahala perbuatan baik tadi akan bertambah satu lagi ketika dikemudian hari calon yang kita pilih tadi (terbukti) memang baik dan tidak dzalim. Sebaliknya satu pahala perbuatan baik (waktu memilih di TPS) tidak akan bertambah jika dikemudian hari ternyata calon yang kita pilih sesungguhnya tidak baik dan juga berbuat dzalim.
Dengan demikian, bagi kita masyarakat awwam (pemilih), jika kita telah melakukan upaya yang sungguh-sungguh, mempelajari track–record calon, shalat Isthiharah dan upaya lainnya yang dibenarkan oleh keyakinan kita masing-masing, maka jangan ragu untuk ke TPS dan melakulan hak/kewajiban memilih sesuai ijtihad dan keyakinan masing-masing, karena proses perbuatan baik ini langsung mendapatkan ganjaran satu pahala. Selanjutnya tinggal menunggu, apakah akan bertambah satu pahala lagi atau tidak.
Wallahu a’lam bish–shawab.