INIPASTI.COM – Vaksin Nusantara Terawan Agus Putranto kembali mengemuka ke publik. Vaksin virus corona yang diklaim sebagai buatan anak negeri itu kini mulai digunakan relawan, termasuk politikus senior Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Dilansir dilaman CNN, Pengenalan vaksin berbasis sel dendritik itu dimulai saat Terawan bersama Komisi IX DPR RI menyambangi RSUP dr Kariadi Semarang untuk meninjau persiapan uji klinis II pada 16 Februari 2021.
Namun demikian, dalam perjalanan untuk mendapatkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II tak berjalan mulus. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tak langsung memberi restu.
BPOM menilai dokumen Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) hingga hasil penelitian uji klinis fase I vaksin nusantara belum sesuai kaidah penelitian.
Keputusan BPOM itu lantas sempat menimbulkan kontroversi antara BPOM dan Komisi IX DPR RI. Mayoritas para anggota legislatif itu menuding BPOM seolah berusaha menghalangi vaksin karya anak bangsa hingga dinilai tak lagi independen.
Awal Kemunculan, Badan Litbang Kesehatan bersama PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) menandatangani kerja sama uji klinik vaksin sel dendritik SARS-CoV-2 di Kantor Gedung Kementerian Kesehatan pada 22 Oktober 2020.
Penandatanganan kala itu dilakukan oleh Kepala Badan Litbang Kesehatan Slamet dengan General Manager Rama Pharma Sim Eng Siu. Terawan yang kala itu masih menjabat sebagai menteri kesehatan juga ikut hadir dalam agenda tersebut.
Penandatangan itu menyusul penetapan Tim Penelitian Uji Klinis Vaksin Sel Dendritik oleh Kemenkes KMK No. HK.01.07/MENKES/2646/2020 pada 12 Oktober 2020.
Terawan mengatakan kerja sama itu dilakukan karena penularan virus corona terus bertambah di Indonesia. Sementara Indonesia belum memiliki kemandirian vaksin lewat penciptaan vaksin buatan anak negeri.
Penamaan vaksin Nusantara juga baru diketahui pada Februari 2021. Sebelumnya, dalam rilis Rama Pharma, nama vaksin itu akan dinamai ‘Joglosemar’, diambil dari kata ‘Joglo’ rumah tradisional masyarakat Jawa dan ‘Semar’ tokoh pewayangan Jawa.
Uji Klinis Fase I, Terawan kala itu menjelaskan rangkaian uji klinis fase I itu dimulai dengan penyuntikan uji klinis fase pertama hingga 11 Januari 2021. Selanjutnya 3 Februari 2021 dilakukan monitoring dan evaluasi.
Uji klinis vaksin itu merupakan kerja sama antara Rama Pharma bersama AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat, Universitas Diponegoro (Undip), dan RSUP dr. Kariadi Semarang.
“Uji klinis I yang selesai dengan hasil baik, imunitas baik dan hasil safety. Kan, uji klinis I mengontrol safety dari pasien. Dari 30 pasien imunogenitasnya baik,” kata Terawan seperti dikutip dari detikcom, Selasa (17/2/21).
Sesuai rencana, jika vaksin ini disetujui, maka untuk selanjutnya akan membutuhkan 180 relawan untuk uji klinis II. Sedangkan uji klinis tahap III dibutuhkan 1.600 relawan.
Cara Kerja Vaksin Dendritik, Vaksin Nusantara diperkenalkan dengan metode sel dendritik. Metode ini cukup baru digunakan untuk vaksin Covid-19, sebab pengujian vaksin lain kebanyakan menggunakan metode virus inactivated, mRNA, protein rekombinan, hingga adenovirus.
Vaksin ini nantinya akan membentuk kekebalan seluler pada sel limfosit T. Tim peneliti menjelaskan, cara kerja vaksin ini dibangun dari sel dendritik autolog atau komponen dari sel darah putih, yang kemudian dipaparkan dengan antigen dari Sars-Cov-2.
Nantinya, setiap orang akan diambil sampel darahnya untuk kemudian dipaparkan dengan kit vaksin yang dibentuk dari sel dendritik. Cara kerjanya, sel yang telah mengenal antigen akan diinkubasi selama 3-7 hari.
Hasilnya kemudian akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali. Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap Sars Cov-2.
Klaim Antibodi Seumur Hidup, Anggota Tim Uji Klinis Vaksin Nusantara Jajang Edi Prayitno mengklaim vaksin Nusantara bisa menciptakan antibodi atau daya kekebalan tubuh yang mampu bertahan hingga seumur hidup.
Selain itu, Jajang menjelaskan salah satu inisiatif pembuatan vaksin ini adalah untuk menyasar golongan warga yang memiliki komorbid alias penyakit penyerta. Selain itu vaksin nusantara diproyeksikan pasti aman untuk segala usia.
Tak hanya itu, Jajang menyebut vaksin Nusantara yang berbasis sel dendritik tidak akan mengalami penurunan fungsi manakala virus mengalami evolusi atau mutasi. Dengan temuan itu, Jajang menilai vaksin Nusantara dapat digunakan bilamana muncul epidemi hingga pandemi baru di kemudian hari.
“Kita satu-satunya di dunia sebenarnya, kalau ini nanti kita bisa berhasil dalam uji fase pertama sampai ketiga dan sampai produksi. Berarti kita termasuk dalam tujuh negara di dunia yang punya kedaulatan pembuatan vaksin,” kata Jajang, Rabu (17/2).
Kritik Transparansi Data, Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengatakan seharusnya tim uji klinis secara gamblang melaporkan dan memublikasikan sedari pra klinik hingga perampungan uji klinis fase I.
Apalagi setelah tim vaksin Nusantara mengklaim daya tahan antibodi mampu bertahan seumur hidup. Maka dengan transparansi, Windhu menilai upaya itu akan mengurangi pertanyaan dan keraguan publik terhadap hasil keamanan vaksin karya anak bangsa tersebut.
Ia juga menyoroti model vaksin Nusantara yang dinilai tidak cocok untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 massal. Metode sel dendritik yang bersifat individual itu menurutnya bakal memperlambat proses vaksinasi.
Kritik juga datang dari Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban. Ia meminta tim uji klinis vaksin Nusantara tak mengeluarkan klaim sepihak sebelum keseluruhan uji klinis selesai. Menurutnya, semua pihak harus bersabar menunggu hasil dari uji klinis I, II, hingga III.
Zubairi menyebut sejauh ini belum ada satupun pengembang vaksin virus corona di dunia yang secara gamblang sudah berani membuktikan daya jangkauan dan ketahanan antibodi vaksin usai disuntikkan ke tubuh manusia (syakhruddin)