INIPASTI.COM – Presiden Joko Widodo batal berkantor di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara pada Juli ini karena ketidaksiapan fasilitas dasar. Jokowi menegaskan bahwa dirinya akan pindah ketika fasilitas dasar seperti listrik dan air bersih sudah siap. Ia pun mempertanyakan kesiapan fasilitas di ibu kota anyar tersebut.
“Airnya sudah siap belum? Listriknya sudah siap belum? Tempatnya sudah siap belum? Kalau siap, pindah,” kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin, 8 Juli 2024.
Jokowi mengklaim bahwa dirinya telah menerima laporan rutin dari Kementerian PUPR terkait progres pembangunan IKN, namun sejauh ini kesiapan fasilitas dasar itu masih belum rampung.
Selain itu, Jokowi juga belum bisa memastikan kapan Keputusan Presiden (Keppres) pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN akan diterbitkan. Ia menyebut Keppres bisa saja diterbitkan sebelum HUT Indonesia ke-79, namun tidak menutup kemungkinan beleid itu baru terbit setelah presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto, dilantik pada Oktober mendatang.
“Kita tidak ingin memaksakan sesuatu, yang memang belum jangan dipaksakan. Semuanya dilihat, progres lapangannya dilihat,” katanya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta, Joko Agus Setyono, memprediksi Keppres soal pemindahan ibu kota akan terbit pada pekan ini atau pekan depan.
“Feeling saya nih Bapak/Ibu sekalian, Minggu-minggu ini atau Minggu depan Keppres tentang pemindahan ibu kota akan dikeluarkan,” kata Joko dalam acara Sosialisasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta secara daring, Selasa, 9 Juli 2024.
Joko mengatakan Keppres pemindahan IKN harus diteken sebelum upacara peringatan HUT ke-79 RI yang akan digelar di IKN Nusantara pada 17 Agustus mendatang.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menilai pembatalan pindah kantor Jokowi ke IKN tidak mengherankan karena proyek IKN memang seharusnya berjalan dalam jangka panjang. Menunda berkantor di IKN tidak masalah karena ini membutuhkan kesiapan banyak aspek, baik teknis maupun non-teknis.
“Menunda untuk berkantor di IKN tidak masalah karena ini memang perlu kesiapan banyak aspek baik teknis maupun non-teknis. Karena yang mau berkantor itu presiden, orang nomor satu di Indonesia,” kata Eko kepada CNN indonesia.
Menurut Eko, penundaan kepindahan itu sebagai sinyal bahwa IKN belum siap ditempati. Apalagi untuk menjadi sebuah kota yang punya aktivitas normal, fasilitas dasar harus rampung terlebih dahulu.
Setelah itu, disusul dengan pemindahan aparatur sipil negara (PNS). Namun, kenyataannya kepindahan abdi negara ini sebelumnya telah diundur-undur menjadi Juli ini.
Menurut Eko, pemindahan itu juga perlu dipertanyakan karena fasilitas dasar juga belum siap. Sementara pemerintah ingin IKN ditempati dan ‘hidup’ pada Agustus 2024 ini.
“Katakanlah segalanya siap di Agustus, itu juga salah satu time frame yang terlalu cepat. Menurut saya, memang pembangunan IKN harus dilakukan dengan proper,” ucap Eko.
Ia mengatakan pembatalan pemindahan kantor presiden juga kian menebalkan keraguan investor. Eko menilai investor baru akan tertarik ketika aktivitas ekonomi IKN sudah berjalan.
Investor, kata Eko, masih berkalkulasi terkait magnitudo dari ekonomi di ibu kota anyar itu.
“Kalau dalam waktu dekat, saya rasa memang untuk investor ini berita yang kurang menggembirakan buat mereka walaupun juga belum banyak yang investasi,” tutur Eko.
Risiko Proyek Politik ; Pendapat serupa juga diutarakan Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita. Ia mengatakan pemindahan ibu kota tidak bisa ujuk-ujuk dan tidak bisa sesuka perut penguasa.
Menurutnya, tertundanya pemindahan kantor presiden adalah risiko dari menjadikan IKN sebagai ‘proyek politik’.
Pasalnya, pemerintah melupakan aspek pertimbangan mendalam, perencanaan profesional, dan kesiapan fiskal yang matang.
“Walhasil, karena ambisi politik untuk memiliki legasi dalam jangka waktu yang singkat, segala sesuatunya menjadi sangat dipaksakan, sehingga hasilnya sangat mengecewakan,” kata Ronny.
Ronny juga menyebut bahwa ketidakjelasan secara ideasional ini bisa dilihat dari reaksi investor, baik domestik maupun global, yang adem ayem saja dengan gairah beribukota baru ala pemerintah.
Menurut Ronny, jika landasan ideasionalnya tepat, prosesnya bisa berjalan tidak terlalu lama, seperti perpindahan ibu kota Malaysia ke Putrajaya, ibu kota Amerika ke Washington, dan ibu kota Australia ke Canberra yang dieksekusi tidak terlalu lama.
“Namun, Indonesia mengambil jalan ‘absurd’, ujuk-ujuk mau pindah ke tengah hutan nun jauh di sana, dan ingin cepat-cepat beres, lalu pindah,” imbuh Ronny.
Selain masalah minim landasan ideasional, Ronny mengatakan terdapat cara berpikir instan di kepala sang Kepala Negara, seolah-olah membangun ibu kota baru bisa dalam jangka waktu cepat. Padahal, situasinya tak mendukung untuk cepat karena tak ada urgensi dan emergensi.
Ia mencontohkan, di zaman revolusi, ada emergensi pindah dari Jakarta Ke Yogyakarta, lalu ke Bukittinggi. Namun, situasinya berbeda.
Jika memang serius pindah, landasan ideasionalnya harus dipahami dan diamini oleh semua stakeholder negeri ini terlebih dahulu. Itu yang pertama. Yang kedua, jangan berharap akan selesai dalam waktu pendek.
“Jadi dari keputusan Jokowi itu, memang terlihat bahwa IKN sangat belum siap. Dan yang paling jelas terlihat adalah bahwa urusan IKN ini sebenarnya masih belum matang, bahkan belum jelas, meskipun sudah banyak uang negara yang disiramkan ke sana,” jelas Ronny.
Ronny berpendapat tertundanya pemindahan kantor Jokowi bakal berdampak pada investor yang selama ini masih sangat pesimistis dengan IKN.
“Setelah keputusan Jokowi itu, investor bisa langsung berubah dari pesimis menjadi skeptis dan sinis. Prospeknya untuk melibatkan pihak ketiga ke depannya akan semakin kurang baik, kecuali ada jaminan semakin besar APBN diarahkan ke sana selama lima tahun ke depan,” jelas Ronny.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal, menilai batalnya pemindahan kantor Jokowi ke IKN karena ketidaksiapan infrastruktur menjadi preseden untuk pembangunan ke depan.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur memang harus dikerjakan secara matang dan tak terburu-buru demi menjamin kualitas dan keamanan infrastruktur tersebut.
“Nah, jadi ini juga menjadi satu pelajaran bahwa apalagi infrastruktur kalau terlalu dikejar-kejar dari sisi waktu yang terlalu cepat ini akan menjadi tidak realistis,” kata Faisal.
Pembangunan IKN yang tidak sesuai target juga tidak bisa dipaksakan. Pemerintah yang akan datang harus mampu mengambil pelajaran dari kejadian saat ini. Faisal juga menyebut bahwa faktor teknis menjadi salah satu kendala dalam pembangunan fisik IKN, apalagi masih ada masalah sengketa lahan.
“Pemerintah saat ini jangan memaksakan pembangunan IKN untuk dikebut sehingga bisa difungsikan pada Agustus mendatang,” ucap Faisal.
Ia mengingatkan agar pemerintah yang akan datang tidak meneruskan pembangunan IKN dengan cara yang tergesa-gesa.
“Jadi diharapkan lebih realistis. Juga dari alokasi anggaran yang diberikan, baik secara fiskal, kemampuan pembiayaan, maupun dalam hal teknis,” katanya (sdn)