INIPASTI.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo resmi mengerek iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja sebesar dua kali lipat dari sekarang. Kenaikan iuran berlaku awal 2020 mendatang.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Jokowi pada 24/10/2019.
“Bahwa untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan perlu dilakukan penyesuaian beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan,” kata Jokowi dalam pertimbangan Perpres 75/2019, dikutip Selasa (29/10/2019).
Dalam Pasal 34 Perpres 75/2019, tarif iuran kelas Mandiri III dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan.
Lalu, iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan.
Terakhir, iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I melonjak dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Kenaikan iuran tersebut diterapkan mulai 1 Januari 2020 mendatang.
Menteri Koordinator PMK Kabinet Kerja Puan Maharani sebelumnya berharap dengan kenaikan iuran yang dibarengi oleh perbaikan manajemen, persoalan defisit BPJS Kesehatan bisa diatasi.
Dengan demikian, perusahaan tak lagi bergantung kepada suntikan dana dari pemerintah. Lebih lanjut, Puan memastikan kenaikan iuran tidak akan membebani peserta PBI. Pasalnya, iuran tetap akan ditanggung oleh pemerintah.
“Yang bisa saya pastikan untuk PBI tetap ditanggung oleh negara sehingga memang masyarakat yang namanya terdaftar dalam PBI tidak akan kemudian kesulitan,” tuturnya.
Selain itu, Presiden Joko Widodo menambah subsidi iuran BPJS Kesehatan bagi peserta pekerja penerima upah (PPU) yang merupakan pejabat negara, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, PNS, Prajurit, Anggota Polri, kepala desa dan perangkat desa.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Jokowi pada 24 Oktober 2019.
Besaran iuran PPU penyelenggara negara adalah 5 persen dari gaji atau upah per bulan. Dalam Pasal 30 Perpres 75/2019, porsi iuran yang ditanggung pemberi kerja alias negara sebesar 4 persen dari gaji atau upah tersebut. Lalu, porsi yang ditanggung peserta 1 persen.
Padahal dalam beleid pendahulunya, porsi iuran yang ditanggung pemberi kerja 3 persen dan porsi yang ditanggung pekerja 2 persen.
Sementara iuran bagi pejabat negara, PNS pusat, prajurit, dan anggota Polri ditanggung oleh pemerintah pusat. Kemudian, iuran bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD, PNS daerah, kepala desa dan perangkat desa, serta pegawai instansi daerah ditanggung oleh pemerintah daerah.
“Iuran dibayarkan secara langsung oleh pemberi kerja kepada BPJS Kesehatan melalui kas negara kecuali bagi kepala desa dan perangkat desa,” ujar Jokowi dalam Pasal 30 (4) Perpres 75/2019, dikutip Selasa (29/10/2019).
Sesuai Pasal 32 ayat (1) beleid yang sama, batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran kelompok penyelenggara negara juga meningkat dari Rp 8 juta per bulan menjadi Rp12 juta per bulan.
Gaji atau upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran kelompok penyelenggara negara itu juga berubah. Dalam Pasal 33 (1), gaji tersebut mencakup gaji atau upah pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS daerah.
Dalam aturan sebelumnya, gaji tersebut hanya mencakup gaji atau upah pokok dan tunjangan keluarga.
Lebih lanjut, perubahan komposisi persentase iuran, batas paling tinggi gaji atau upah per bulan, dan dasar perhitungan iuran bagi penyelenggara pemerintah pusat berlaku mulai 1 Oktober 2019.
Sementara, untuk penyelenggara pemerintah daerah, perubahan tersebut berlaku mulai 1 Januari 2020 (bs/syakhruddin).