Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima
INIPASTI.COM, “Jangan musuhi masal lalu, seburuk apapun itu. Berdamailah dengan masa lalu, agar ia tidak mengganggu masa depan” (Ustad Chandra, 2013). “Tak ada obat yang semanjur harapan. Tak ada insentif yang besarnya SEPERTI, dan tak ada ramuan yang SEPERTI, pengharapan bahwa esok akan lebih baik” (Orison Swett Marsden)
“Kenapa kaca depan mobil sangat besar dan kaca spion begitu kecil? Karena masa lalu kita tidak sepenting masa depan kita. Jadi, pandanglah ke depan dan majulah” (Gunawan Tambun Saribu, 2012).
“Menjalani kehidupan bagaikan mengendarai sebuah mobil, di mana kita hanya boleh sesekali melihat kaca spion tapi kita tetap harus fokus dengan perjalanan yang sedang ditempuh begitu juga dengan kehidupan kita tidak boleh hanya melihat masa lalu saja tapi harus tetap menjalani apa yang sedang jalani sekarang untuk masa depan” (Dunia Spirit, 2013).
Menyikapi Kegagalan Masa Lalu
Menyikapi kegagalan di masa lalu adalah langkah penting untuk pertumbuhan pribadi dan profesional. Beberapa cara untuk menghadapinya (Uit Lirboyo, 2024).
Pertama, terimalah. Pertama-tama, terimalah bahwa kegagalan adalah bagian alami dari kehidupan. Tidak ada yang berhasil setiap waktu, dan kegagalan adalah kesempatan untuk belajar dan tumbuh.
Kedua, analisis. Telusuri penyebab kegagalan dengan jujur. Apakah ada faktor yang bisa dikontrol atau diperbaiki di masa depan? Apakah ada pelajaran yang bisa dipetik dari pengalaman tersebut?
Ketiga, jangan salahkan diri sendiri. Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Kegagalan bukanlah tanda bahwa Anda buruk atau tidak mampu. Beri diri Anda kesempatan untuk berkembang dan belajar dari kesalahan.
Keempat, buatlah perencanaan. Buatlah rencana untuk mengatasi kegagalan di masa depan. Identifikasi langkah-langkah konkret yang dapat Anda ambil untuk menghindari kesalahan yang sama atau untuk memperbaiki hasil di masa mendatang.
Kelima, jadikan kegagalan sebagai motivasi. Gunakan kegagalan sebagai motivasi untuk mencoba lebih keras lagi. Gunakan energi negatif dari kegagalan sebagai dorongan untuk mencapai tujuan Anda.
Keenam, berbagi pengalaman. Berbicaralah dengan orang-orang yang Anda percayai tentang kegagalan Anda. Mereka mungkin bisa memberikan sudut pandang yang berbeda dan membantu Anda melihat kegagalan sebagai peluang untuk tumbuh.
Ketujuh, jangan biarkan kegagalan menghalangi Anda. Ingatlah bahwa kegagalan tidak menentukan masa depan Anda secara permanen. Teruslah maju dan tetap fokus pada tujuan Anda.
Menyikapi kegagalan dengan cara yang positif dan konstruktif dapat membantu Anda berkembang sebagai individu yang lebih kuat dan lebih bijaksana.
Kelompok Pemenang Vs Kelompok Pecundang
Menarik apa yang dikatakan Attali dalam bukunya “Millenium: Winner and Losses in the Coming World Order”. Attali mengatakan ketika manusia memasuki era milenium ketiga, mereka akan tersegmentasi menjadi dua kelompok besar, yakni kelompok pemenang (the winner), dan kelompok pecundang (the losser). Kelompok pemenang adalah mereka yang terdidik, memiliki kemampuan ekonomi yang kuat, dan menguasai akses informasi, sebaliknya kelompok pecundang adalah mereka yang berpendidikan rendah, ekonomi lemah, akses informasi terbatas (Fuad Asnawi Dalhar dalam Usman, 2015).
Dalam perspektif pembelajaran, kelompok pemenang adalah mereka yang selalu menempatkan perbuatan belajar dalam totalitas skema kehidupannya, artinya perbuatan belajar mereka bukan hanya terbatas saat sekolah, apalagi hanya belajar menjelang ujian, ulangan semesteran, ataupun ujian akhir, namun mereka yang mampu menempatkan pembelajaran dalam aspek kehidupannya (Danim, 2003).
“Yang kita butuhkan adalah guru abad ke-21. Sosok yang menempatkan diri sebagai fasilitator belajar, learning designer. Sosok yang berpikiran terbuka. Pembelajar sepanjang hayat, rendah hati untuk mau belajar bersama anak didik tentang aneka soft skill penting di abad ke-21. Kita tidak butuh guru yang arogan, berpikir bahwa cara lama adalah yang terbaik. Terlalu tinggi hati untuk mengakui bahwa kita semua akan ketinggalan zaman dan lekang di makan waktu” (Rendra Prihandono, 2009).
Seorang shalih bernama Iskandar pernah ditanya, “Siapa yang lebih engkau hormati, gurumu atau ayahmu?” Iskandar menjawab, “Guruku, karena ia adalah penyebab kehidupanku yang kekal, sedangkan ayahku adalah penyebab kehidupanku yang fana” (Luthfi Bashori, 2013).
Pada zaman ”now”–millenium ketiga atau abad 21 ini tantangan guru tidak ringan, akan tetapi semakin berat. Di sisi lain tugas guru tidak sederhana tetapi semakin kompleks. Untuk menghadapi tantangan yang semakin berat dan tugas yang semakin kompleks itulah, maka profesionalisme guru harus dapat ditingkatkan dari yang sudah ada selama ini.
Guru zaman ”now” atau abad ke-21 akan dituntut untuk mengusai berbagai dasar pengetahuan (akademik, pedagogis, sosial, dan kultural) dan untuk menjadi profesional yang reflektif dan problem solving (mengatasi masalah).
Guru zaman ”now” atau abad ke-21 yang efektif memerlukan kemahiran dalam menilai penggunaan teknologi yang edukatif dan non edukatif. Guru hendaknya terus-menerus mengevaluasi kemampuan siswa yang dibutuhkan untuk bersaing dalam ekonomi global. Tapi karakteristik atau keterampilan apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru zaman ”now” yang efektif ? Apa kualitas dari seorang guru zaman ”now” yang efektif ?
Zaman ”now” atau abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa di segala bidang pada abad ini, terutama bidang Information and Communication Technology (ICT) yang serba sophisticated membuat dunia ini semakin sempit. Karena kecanggihan teknologi ICT ini beragam informasi dari berbagai sudut dunia mampu diakses dengan instant dan cepat oleh siapapun dan dari manapun. Komunikasi antar personal dapat dilakukan dengan mudah, murah kapan saja dan di mana saja.
Guru Zaman Dulu
Kendati kaca spion begitu kecil atau masa lalu kita tidak sepenting masa depan kita, akan tetapi guru zaman dulu, telah menorehkan tintas emas bagi dunia pendidikan. Itu harus diakui, siapapun.
Seperti dikupas Niti Negoro (2023), meskipun peran guru telah berkembang seiring berjalannya waktu, namun esensi dan keunikan setiap guru akan tetap ada selamanya.
Guru kuno. Pada zaman dahulu, guru seringkali dikenal sebagai pendeta atau guru spiritual. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk menyebarkan pengetahuan praktis, tetapi juga membimbing siswa dalam aspek spiritual dan moral. Pada masa ini, guru dihormati sebagai pembawa kearifan dan penjaga nilai-nilai budaya.
Aspek yang menonjol dari peran guru pada zaman dahulu. Pertama, pembawa kebijaksanaan dan penjaga tradisi. Guru memainkan peran penting dalam melestarikan nilai-nilai budaya, adat istiadat dan warisan spiritual komunitas mereka. Pengetahuan yang mereka miliki diturunkan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari warisan kearifan kuno.
Kedua, pendidikan moral dan etika. Selain mengajarkan keterampilan praktis, guru zaman dahulu juga bertanggung jawab untuk mengajarkan moral dan etika kepada siswanya. Membantu siswa memahami konsep kebaikan, keadilan, dan kejujuran. Pendidikan moral ini dianggap sebagai bagian penting dalam pengembangan karakter individu.
Ketiga, ajaran spiritual dan metafisika. Banyak guru pada zaman dahulu juga berfungsi sebagai guru spiritual atau metafisika. Mereka mengajarkan tentang keberadaan manusia, makna hidup, dan hubungan kita dengan alam semesta. Ajaran ini seringkali dikaitkan dengan ajaran agama atau filsafat kuno yang menjadi landasan spiritualitas masyarakat.
Keempat, mentor pribadi. Di zaman dahulu, hubungan guru-murid seringkali lebih dari sekadar hubungan guru-murid. Guru bertindak sebagai mentor pribadi yang memberikan nasihat pribadi kepada siswa. Hubungan erat ini berkontribusi tidak hanya pada transfer pengetahuan, namun juga pada transfer nilai-nilai yang lebih dalam.
Kelima, pentingnya pendidikan karakter. Para guru zaman dahulu menganggap pendidikan karakter sebagai bagian penting dari pendidikan. Mereka tidak hanya fokus pada bidang akademis, namun juga aktif berupaya mengembangkan karakter dan pandangan hidup positif pada siswanya. Dengan demikian, guru zaman dahulu tidak hanya sekadar guru tetapi juga pemimpin spiritual dan budaya yang berperan penting dalam membimbing masyarakat menuju kebijaksanaan dan kebenaran. Kearifan yang mereka sampaikan menjadi landasan bagi perkembangan sosial, moral, dan spiritual masyarakat saat itu.
Zaman Now
Bagi warganet (netizen, citizen), penggunaan istilah zaman now bukanlah sesuatu yang asing. Istilah ini sering dimunculkan dalam berbagai komentar dan aktivitas netizen selama berselancar di media internet. Awalnya netizen menggunakan istilah kids zaman now, kini hanya frase zaman now yang mengikuti kata lain sebagai pengganti kata kids. Misalnya, gubernur zaman now, orang tua zaman now, mahasiswa zaman now, siswa zaman now, guru zaman now, petani zaman now, dan lain-lain.
Dalam ilmu linguistik (ilmu bahasa), bentuk zaman now terdiri atas dua kata, yakni zaman dan now. Secara etimologi, kata zaman berasal dari bahasa Indonesia yang artinya (1) jangka waktu yang panjang atau pendek yang menandai sesuatu; masa, dan (2) kala; waktu. Sementara now adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris yang bisa diartikan ‘sekarang’. Dengan demikian secara harafiah zaman now dapat diartikan sebagai ‘zaman sekarang’ atau ‘masa kini’ atau juga ‘saat ini’.
Jadi zaman now tidak sekadar memiliki arti ‘masa kini’ atau ‘zaman sekarang’ semata, tetapi lebih dari itu. Istilah zaman now memiliki arti “berbeda dari lazimnya”. Seperti itulah gambaran arti istilah zaman now.
Guru zaman now adalah guru yang mampu berakulturasi dan beradaptasi dengan kondisi dan tuntutan abad ke-21. Guru zaman now juga dituntut untuk memiliki kompetensi interdisipliner dan multikulural serta berjiwa inklusif. Guru abad 21 atau guru masa depan adalah guru yang memiliki kemampuan, dan keterampilan bagaimana dapat menciptakan hasil pembelajaran secara optimal, selanjutnya memiliki kepekaan di dalam membaca tanda-tanda zaman, serta memiliki wawasan intelektual dan berpikiran maju, tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang ada padanya.
Guru masa depan adalah guru yang bertindak sebagai fasilitator; pelindung; pembimbing dan punya figur yang baik (disiplin, loyal, bertanggung jawab, kreatif, melayani sesuai dengan visi, misi yang diinginkan sekolah); termotivasi menyediakan pengalaman belajar bermakna untuk mengalami perubahan belajar berdasarkan keterampilan yang dimiliki siswa dengan berfokus menjadikan kelas yang konduktif secara intelektual fisik dan sosial untuk belajar; menguasai materi, kelas, dan teknologi; punya sikap berciri khas “the habits for highly effective people” dan “quantum teaching” serta pendekatan humanis terhadap siswa; guru menguasai komputer, bahasa, dan psikologi mengajar untuk diterapkan di kelas secara proporsional.
Untuk menjadi guru masa depan diperlukan kualifikasi khusus, dan barangkali tidak akan terlepas dari relung hati dan sanubarinya, bahwa mereka memilih profesi guru sebagai pilihan utama dan pertama. Weternik (Ahmad Usman dan Abdul Kadir, 2017) memberikan dengan istilah rouping atau “pangilan hati nurani” Rouping inilah yang merupakan dasar bagi seseorang guru untuk menyebutkan dirinya sebagai “guru masa depan”
Guru adalah pendidik, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri (Noor Jamaluddin, 1978:1).
Guru pada abad 21 dan abad selanjutnya ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap perkembangan informasi dan komunikasi. Pembelajaran di kelas dan pengelolaan kelas, pada abad ini harus disesuaikan dengan standar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Guru yang profesional abad 21 selain memiliki empat kompetensi, menurut Supratno (2010), memiliki ciri-ciri profesional sebagai berikut: memiliki wawasan global holistik; memiliki daya ramal ke depan; memiliki kecerdasan, kreatifitas dan Inovasi; memiliki kemampuan bermasyarakat; menguasai IPTEK; memiliki jiwa dan wawasan kewirausahaan; memiliki akhlakul karimah; memiliki keteladanan; bekerja secara efisien dan efektif; dan menguasai bahasa asing.
Guru abad 21 harus menguasai banyak pengetahuan (akademik, pedagogik, sosial dan budaya), mampu berpikir kritis, tanggap terhadap setiap perubahan, dan mampu menyelesaikan masalah. Guru tidak boleh hanya datang ke sekolah melulu untuk mengajar saja.
Dalam konteks guru profesional dengan semangat tinggi, ia akan selalu memiliki inisiatif, gigih, tidak putus asa dan tidak gampang menyerah. Sebaliknya, ia akan jarang mengeluh. Dan hatinya akan senantiasa berbunga kata “There are two kinds of days:good days and great days” atau hanya ada dua macam hari: hari baik dan hari sangat baik.
Guru dalam dimensi kekinian digambarkan sebagai sosok manusia yang berakhlak mulia, arif, bijaksana, berkepribadian stabil, mantap, disiplin, santun, jujur, obyektif, bertanggung jawab, menarik, mantap, empatik, berwibawa, dan patut diteladani.
Dengan sosok kekiniannya, seorang guru harus manjadi manusia yang dinamis dan berfikir ke depan (futuristic) dengan tanda-tanda dimilikinya sifat informatif, modern, bersemangat, dan komitmen untuk pengembangan individu maupun bersama-sama. Dan yang tak kalah penting, guru diharuskan mampu menguasai IT, atau setidak-tidaknya mampu mengoperasionalkan.
Abad 21 butuh guru yang lebih kreatif dan inovatif. Bukan guru yang hanya trampil mengikuti juklak dan juknis dari birokrasi pendidikan. Tanpa ada kesanggupan dan kesiapan untuk melakukan reposisi peran; maka eksistensi guru semakin diragukan masyarakat.
Guru atau pendidik abad ke-21 harus menjadi pemikir yang encer, siap untuk melihat situasi dengan segar dan kreatif.
Pembelajaran abad 21 dengan kehadiran ICT dalam dunia pendidikan, menuntut siswa untuk kreatif, inovatif, berfikir kritis serta metakognitif dan sehingga menjadikan siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dan bekerja kolaborasi (berkelompok). dengan harapan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat dijadikan bekal hidup di masyarakat yang memiliki karakter baik lokal maupun global dan dapat dipertanggung jawabkan secara personal maupun sosial masyarakat. Artinya terdapat kriteria yang dibutuhkan untuk menghadapi pembelajaran abad 21 ini (21st century skills), yakni: (1) kreativitas dan kewirausahaan; (2) literasi teknologi dan media; (3) komunikasi efektif; (4) pemecahan masalah; (5) berpikir kritis; dan (6) bekerja sama (Syarifuddin, 2019).
Karakteristik Guru Zaman Now
Guru zaman now itu memiliki ciri dan karakter sebagai berikut: menguasai teknologi informasi; memahami seluk beluk karakter siswa zaman now; fleksibel dalam menghadapi murid; dan memiliki wawasan pendidikan karakter.
Guru zaman now perlu menguasaai perkembangan terkini dari dunia luar dirinya. Oleh sebab itu, mau atau enggan, guru perlu memiliki dan mengoperasikan berbagai gadget informasi. Begitu pula peralatan komputer pribadi (personal of computer/pc) dan laptop.
Konflik yang terjadi antara guru dan murid dalam pembelajaran di ruang kelas maupun di luar kelas justru berawal karena guru kurang memahami karakter siswa zaman now. Komunikasi antara guru dan murid kurang sambung karena memainkan peran masing-masing dalam proses pendidikan.
Guru zaman now perlu bersifat fleksibel dalam menghadapi berbagai karakter murid di ruang kelas. Fleksibel bukan bermakna selalu memenuhi kemauan dan kehendak siswa. Akan tetapi mampu bersikap toleransi terhadap sikap dan tingkah laku siswa. Di sisi lain guru harus memberikan arahan dan hukuman yang mendidik bagi siswa yang melanggar norma dan aturan sosial, agama dan etika pergaulan.
Di tengah dinamika kekinian, seorang guru perlu mempertahan posisinya sebagai guru dan pendidik. Sebagai guru, posisinya adalah membelajarkan siswa. Bagaimana siswa dapat belajar melalui perannya sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran.
Sebagai pendidik, posisi guru adalah menumbuhkembangkan nilai-nilai karakter yang baik pada diri siswa. Bagaimana pun hebatnya nilai-nilai yang berseliweran di dunia internet, guru perlu memiliki wawasan tentang pendidikan karakter. Mengakomodasi nilai-nilai positif dan mereduksi nilai-nilai yang kurang baik bagi perkembangan peserta didik.
Dengan demikian, guru zaman now adalah guru yang mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan produknya sehingga guru tidak merasa ketinggalan zaman dari muridnya. Guru zaman now akan selalu berupaya untuk menguasai peralatan komputer dan gadget serta memanfaatkan jaringan internet.
Menurut Tilaar (1999), setidaknya terdapat tiga karakteristik masyarakat di abad 21, yaitu: (1) masyarakat teknologi; (2) masyarakat terbuka; dan (3) masyarakat madani.
Perubahan paradigma pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran guru karena berbagai informasi terkini senantiasa mengalir kepada siswa atas kerja keras yang dilakukannya. Bahwa di luar itu ada media lain yang membantu siswa bukan berarti peran guru harus ditiadakan.
Harus diakui dalam maraknya arus informasi pada masa kini, guru bukan lagi satu-satunya sumber informasi tetapi merupakan salah satu sumber informasi. Meskipun demikian, perannya di dalam proses pendidikan masih tetap diperlukan, khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologis dan edukatif terhadap anak didik. Oleh karena itu, pada hakekatnya guru itu dibutuhkan oleh setiap orang dan semua orang sangat mengharapkan kehadiran citra guru yang ideal di dalam dirinya. Untuk itu, guru akan lebih tetap berperan sebagai pendidik sekaligus berperan sebagai manager atau fasilitator pendidikan, sehingga guru harus sanggup merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sumber daya pendidikan agar supaya peserta didik dapat belajar secara produktif.
Abad 21 menuntut peran guru yang semakin tinggi dan optimal. Sebagai konsekuensinya, guru yang tidak bisa mengikuti perkembangan alam dan zaman akan semakin tertinggal sehingga tidak bisa lagi memainkan perannya secara optimal dalam mengemban tugas dan menjalankan profesinya.
Guru di abad 21 memiliki karakteristik yang spesifik dibanding dengan guru pada abad-abad sebelumnya. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut: (1) Memiliki semangat juang dan etos kerja yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketakwaan yang mantap. (2) Mampu memanfaatkan iptek sesuai tuntutan lingkungan sosial dan budaya di sekitarnya. (3) Berperilaku profesional tinggi dalam mengemban tugas dan menjalankan profesi. (4) Memiliki wawasan ke depan yang luas dan tidak picik dalam memandang berbagai permasalahan. (5) Memiliki keteladanan moral serta rasa estetika yang tinggi. (5) Mengembangkan prinsip kerja bersaing dan bersanding.
Abad 21 adalah abad pengetahuan. Guru pada abad pengetahuan ini, memiliki sejumlah karakteristik, di antaranya: guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan; guru sebagai kawan belajar; belajar diarahkan oleh siswa kulum; belajar secara terbuka, ketat dengan waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan; terutama berdasarkan proyek dan masalah; dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survei; penyelidikan dan perancangan; penemuan dan penciptaan; kolaboratif; berfokus pada masyarakat; hasilnya terbuka; keanekaragaman yang kreatif; komputer sebagai peralatan semua jenis belajar; interaksi multi media yang dinamis; komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia; dan unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.
Status Guru
Guru bisa berstatus teman atau buku bahkan pengalaman. Pepatah Arab yang mengatakan, Khair al-Ash-habi Man Yadulluka ‘ala al-Khair (sebaik-baik teman adalah yang menunjukkan kebaikan kepadamu) membuktikan bahwa teman pun terkadang berfungsi sebagai guru dan kita dianjurkan untuk mencari teman sesuai “Khair al-Ash-habi Man Yadulluka ‘ala al-Khair.” Ungkapan Barat yang mengatakan, Experience is The Best Teacher (pengalaman adalah guru yang baik) pun menunjukkan bahwa guru tidak selamanya person (Abul Kosim, 2016).
Semoga !!!