INIPASTI.COM, MAKASSAR – Wajah yang gagah kini sudah dipenuhi keriput. Rambutnya pun sudah tampak putih semua. Pendengarannya juga sudah tak berfungsi dengan baik. Ia harus memasang alat pendengaran di telinganya supaya bisa berkomunikasi dengan orang lain. Di usianya yang ke-86, ia tampak berjalan mengangkat kakinya langkah demi langkah dengan sedikit membungkuk.
Seperti itulah deskripsi keadaan Brigadir Jenderal Purnawirawan Bachtiar Karaeng Leo. Putra kelahiran Jeneponto ini, pada tahun 1946 dengan gagah berani melawan penjajah dan Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Ia menjadi saksi hidup akan gigihnya perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Serta saksi akan penderitaan yang amat berat yang dirasakan oleh bangsa Indonesia yang didatangkan para penjajah kala itu.
Cerita dimulai pada saat usianya masih sangat belia. Karaeng Leo lahir pada 18 Agustus 1930, artinya usianya saat masuk dunia ketentaraan masih 16 tahun. Tepatnya saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) Nasional. Namun, ia tak membanggakan diri sebagai salah seorang pejuang kemerdekaan. Ia hanya mengatakan bahwa dirinya hanyalah sebagian kecil dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
“Bagaimanapun apa yang saya lihat, rasakan, dan alami pada masa lalu itu tetaplah terbatas pada noktah-noktah kecil. Tapi saya sadari, semuanya berada dalam bingkai besar sejarah perjuangan bangsa,” tulis Karaeng Leo dalam bukunya ‘Menembus Blokade Belanda’ yang dilaunching di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, Selasa (25/10).
Ketua Markas Daerah Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Sulselbar ini menceritakan kisahnya dalam buku tersebut. Kisah di mana ia mengarungi lautan dari Sulsel menuju pulau Jawa dengan hanya menggunakan perahu sederhana. Kisah dimana ia harus masuk bui karena disangka mata-mata Belanda. Serta kisah-kisah inspiratif lainnya yang ia persembahkan buat generasi penerus bangsa.
“Saya berharap pemuda dan pemudi mendapatkan kesadaran nurani untuk menghargai dan akhirnya berjanji melanjutkan perjuangan para pendahulunya dalam bidang dan karyanya masing-masing. Dengan menunjukkan kerelaan berkorban tanpa pamrih para pejuang, saya juga berharap pada pemuda dan pemudi saat ini agar dapat membawa Indonesia ke masa depan yang gemilang dengan kerelaan yang sama,” harapnya.
Mantan Kepala Staf Komando Militer Hasanuddin ini berpesan kepada generasi penerus bangsa. Setiap bangsa memiliki sejarahnya sendiri. Olehnya itu, generasi penerus bangsa ini ikut andil dalam menegakkan, menjaga dan mengisi sejarah kemerdekaan Indonesia dengan hal-hal yang positif. Ia pun kembali merendah, bahwa dirinya hanyalah noktah kecil dalam bingkai sejarah yang besar.
“Saya bukanlah \penentu sejarah, apalagi pembuatnya. Saya hanya mengikuti iramanya. Saya membagi pengalaman ini untuk terus mengingat bahwa bangsa ini didirikan di atas penderitaan dan nyawa banyak orang,” ucapnya.
Ketua Pembina Yayasan Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) Sulsel ini juga berpesan atas kemerdekaan bangsa yang ditegakkan dan dijaga oleh air mata, darah, bahkan nyawa. “Bagi para pejuang, tegak berdiri saya memberi hormat. Terima kasih Pahlawan. Bagi generasi baru yang datang, tunaikan tugasmu dengan kehormatan,” tutupnya.(*)
Baca juga : Impian Sang Rektor
//