INIPASTI.COM – Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai bahwa kasus dugaan pemerasan yang melibatkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) seharusnya sudah dapat diselesaikan.
“Seharusnya sudah naik ke penuntutan dan peradilan, bahkan seharusnya sudah divonis,” kata Fickar kepada Kompas, Fickar mengkritik lambatnya proses hukum terhadap Firli, yang menurutnya mengesankan keberpihakan dari pihak kepolisian dan kejaksaan lantaran hingga kini Firli belum ditahan.
Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan sejak 22 November 2023, tetapi belum juga ditahan oleh Polda Metro Jaya.
Fickar menilai hal ini menimbulkan pertanyaan terkait perlakuan hukum yang berbeda. “Jangan-jangan polisi atau jaksa tebang pilih tidak menahan FB (Firli Bahuri).
Padahal, sangkaannya jelas, memungkinkan untuk ditahan,” ujar Fickar. Ia juga menyoroti kemungkinan adanya intervensi dalam proses hukum ini.
Namun, menurutnya, polisi dan kejaksaan seharusnya tidak takut menghadapi tekanan dari pihak luar karena kasus ini jelas merupakan tindak pidana pemerasan dan penyalahgunaan jabatan.
Sebagai informasi, Firli Bahuri diduga melanggar Pasal 12 e dan/atau Pasal 12 B dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Kendati demikian, tujuh bulan setelah penetapan tersangka, Firli belum ditahan. Hal ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Nasional Demokrat (NasDem) di Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo.
Rudianto mendesak Polda Metro Jaya segera menuntaskan kasus ini. Ia bahkan menyarankan agar dilakukan penjemputan paksa terhadap Firli Bahuri, yang telah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan sebagai tersangka, yaitu pada Kamis, 21 Desember 2023, dan Kamis, 28 November 2024.
“Polda Metro Jaya harus berani, tegas, dan secepatnya menuntaskan kasus tersangka FB. Polda Metro Jaya harus menjunjung tinggi dan menjalankan asas equality before the law atau perlakuan yang sama bagi setiap orang di hadapan hukum,” ujar Rudianto dalam keterangan tertulis, Jumat 29 November 2024.
Rudianto juga menilai bahwa ketidakhadiran Firli pada panggilan pemeriksaan menciderai asas kepastian hukum. Alasan ketidakhadiran Firli yang disampaikan kuasa hukumnya — bahwa ia sedang menghadiri acara pengajian di rumah — dianggap tidak logis.
“Saya mendesak Polda Metro Jaya untuk sesegera mungkin melakukan penjemputan paksa atau menangkap tersangka FB, untuk kemudian menjalani proses pemeriksaan.
Setelah itu, Polda Metro Jaya harus langsung menahan tersangka FB. Polda Metro Jaya tidak boleh takut dengan latar belakangnya sebagai purnawirawan jenderal polisi bintang tiga,” tegas Rudianto.
Menurutnya, lambatnya penanganan kasus ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dan upaya penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, langkah cepat dan tegas diperlukan untuk memastikan keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu (sdn)