Kehidupan bukan saja soal bagaimana takluk menaklukkan, dari satu tempat dan waktu, ke tempat dan waktu yang lain. Lebih dari itu kehidupan adalah hamparan luas tak berbatas, untuk terus belajar menjadi: matahari dan mata air. Dalam keberadaannya, matahari dan mata air hanya menjadi produsen, hanya memberi, hanya menyebarkan, hanya membagi.
Bahkan tidak pernah sama sekali mempertanyakan kepada dan untuk siapa ia: memberi, membagi dan menyebarkan.
Ada waktunya hidup ini meraih sesuatu, ada masanya memberi sesuatu. Ada kalanya mengarahkan, ada saatnya di arahkan. Lain waktu menjadi perhatian, kali lain memperhatikan, tempo-tempo ditonton, tempo-tempo menonton. Kadangkala menang, kadang-kadang kalah.
Kepongahan hiduplah yang membuat manusia mengartikan kehidupan sebagai arena untuk berulang-ulang meraih kekuasaan, berkali-kali memperoleh kemenangan, terus menerus mengumpulkan kekayaan. Pada saatnya, kehidupan akan melumat kepongahan dengan menyeimbangkan antara: kemenangan dan kekalahan; kekayaan dan kemiskinan; kekuasaan dan kehinaan. Kehidupan akan mengirim energi untuk meredam kepongahan, melalui resultante dari interaksi ekosistem alam dan sosial yang adil dan seimbang.
Ekosistem alam dan sosial yang seimbang akan mengajarkan kehidupan, bagaimana manusia menghayati kemenangan dengan memaknai kekalahan. Bagaimana menjadi kaya dengan tetap merasakan penderitaan. Bagaimana berkuasa dengan roh ketakberdayaan. Jika ada orang yang terus berkuasa, selalu kaya, dan sering menang, padanya telah kehilangan makna kemenangan, arti kekayaan dan kenikmatan kekuasaan.
Mari kita kembali pada keaslian kehidupan yang mengajarkan manusia tentang keadilan, yang menurunkan pengetahuan tentang keseimbangan. Jika anda kesulitan mengartikan keadilan dan keseimbangan, maka kembalilah kepada hati, disanalah kotak pandora kehidupan itu tersimpan, untuk mengontrol nafsu yang meraup kuasa, untuk mengimbangi syahwat yang berkobar menumpuk kekayaan, dan untuk mengikis watak sombong yang gemar kemenangan.