INIPASTI.COM, MAKASSAR – Kekalahan pasangan Bur-Nojeng pada Pilkada Takalar versi hitungan cepat (C1 pada laman KPUD Takalar), berimbas kemana-mana.
Pelaksana Tugas DPD I Partai Golkar Sulsel Nurdin Halid (NH), menyebut Ketua Tim pasangan Bur-Nojeng Thita SYL ikut bertanggungjawab atas kekalahan tersebut. Meskipun beberapa hari sebelum pencoblosan, NH dengan lantang kepada publik mengatakan bahwa Bur-Nojeng hampir pasti menang “besar” dengan mengacu pada hasil survei CRC. “Hanya kecurangan, yang bisa mengalahkan Bur-Nojeng.” Kunci Nurdin ketika itu. Pernyataan NH di depan puluhan ribu orang, pada saat kampanye terakhir pasangan Bur-Nojeng memberikan isyarat bahwa NH dan partai yang dipimpinnya berkontribusi besar memenangkan pasangan Bur-Nojeng. Menurut hasil survei CRC menjelang hari “H,” Bur-Nojeng akan menang di atas 60 persen. Tim SK-HD sebelum pemilihan berniat melaporkan CRC ke polisi dan sesudah pemilihan giliran tim Bur-Nojeng yang meminta pertanggungjawaban CRC.
“Saya menduga, kalau hasil survei CRC itu benar dan tidak direkayasa, beralihnya suara yang mendukung pasangan Bur-Nojeng ke pasangan SK-HD, justru karena publik melihat ada aktor dan partai yang tiba-tiba mendominasi arena Pilkada, seakan-akan dialah yang menyebabkan pasangan Bur-Nojeng itu bisa meraih dukungan tinggi. Aktor itu tidak mengerti bahwa dia mungkin kurang disukai oleh pemilih di Takalar.” Demikian kesimpulan analisis yang disampaikan Prof. Armin Arsyad, dosen Ilmu Politik Unhas dan Prof. Hamdan Juhannis, ahli Sosiologi Kekuasaan dari UIN.
Ketika ditanya oleh INIPASTI.COM siapa yang dimaksud aktor yang berusaha mendominasi panggung Pilkada Takalar itu, keduanya sepakat menyebut: publik di Takalar tidak buta, dan mereka yang paling tau. Tanya mereka, jawab keduanya.
“Karena politik itu presepsi, aktor politik harus bisa membaca realitas politik yang ada di akar rumput. Kalau pemilih terlanjur mempresepsikan seorang aktor politik itu buruk, maka ketika aktor itu berusaha menjual pasangan Bur-Nojeng yang dianggap sudah baik oleh publik, akan berubah menjadi buruk. Dalam teori pemasaran politik, penjual itu lebih penting dari produk. Kalau penjualnya memiliki cacat politik, maka produknya juga dianggap cacat.” Lanjut Armin Arsyad.
“Boleh jadi hasil survei CRC itu benar, tim Bur-Nojeng juga telah bekerja dengan baik. KetuaTim Bur-Nojeng, Thita SYL juga sudah bekerja dengan optimal. Tapi semua itu bisa kalah dengan presepsi publik. Kondisi inilah yang terjadi pada Plkada Takalar, urai Prof. Hamdan Yuhannis. Ini bisa menjadi pelajaran berharga buat teman-teman politikus, lanjutnya. “Presepsi itu bekerja seperti turbin, kalau sudah terlanjur berputar, sulit dikontrol, dan bisa menghasilkan energi yang tidak terduga. Sekali lagi inilah yang menimpa Pilkada Takalar. Tutup Hamdan.
Kalau analisis Armin dan Hamdan ini benar adanya, maka tidak ada pihak yang bisa saling menyalahkan. Kecuali semua pihak mengoreksi, dan memeriksa diri apakah disukai atau dibenci oleh publik.