INIPASTI.COM, JENEPONTO – “Jangan ki beli tude. Beracunki tude di sini,” ucap seorang ibu ketika inipasti.com menanyakan tentang kerang laut yang biasanya banyak di pesisir pantai berbatuan.
Kenapa tude itu beracun?
Si ibu, Daeng Jenna (46) lalu bercerita.
“Ada kapal yang habis meracun ikan di laut,” katanya. Meracun ikan yang dimaksud Daeng Jenna adalah, kapal-kapal nelayan yang mencari ikan di sekitar pantai Jeneponto dan Takalar melakukan pengeboman untuk memudahkan penangkapan. Kejadian itu beberapa hari yang lalu. Dia tidak tahu kapan tepatnya waktu kejadian. Daeng Jenna sendiri mengaku mendapatkan informasi itu dari mulut ke mulut nelayan.
“Masyarakat senang sekali karena waktu itu, tude naik dan gampang sekali dipungut,” katanya. Biasanya penduduk pesisir pantai di Desa Balangloe, Kecamatan Tarowang, Jeneponto ini mengumpulkan tude pada sore hari, pada saat air laut surut. Hari Minggu (28/8/2016) lalu, masyarakat nelayan mengumpulkan banyak tude. Sebagian langsung memasak tude itu untuk dimakan sendiri, sebagian lainnya mengumpulkan untuk dijual.
Masyarakat mengalami keracunan tude, mulai terjadi pada Senin (29/8/2016) keesokan harinya.
“Di sini ada 20 orang yang keracunan. Untungnya tidak ada ji yang meninggal. Tidak seperti di sana, ada yang meninggal,” kata Daeng Jenna lagi, tanpa merinci di mana yang dia maksud ‘di sana’.
Namun menilik peristiwa yang terjadi Selasa (30/8/2016) lalu, ada dua warga di Kecamatan Bangkala, Jeneponto, tewas setelah mengkonsumsi tude. Baca Gara-gara Tude, Nyawa Bombong dan Daeng Ngangki Melayang.
Kejadian itu membuat masyarakat pesisir Jeneponto tidak mau lagi memungut tude. Menurut Daeng Jenna, tude itu menjadi beracun karena terkontaminasi dari bom ikan yang dipakai nelayan. “Barangkali dua bulan pi baru bisa ki ambil tude lagi,” katanya.
Menurutnya, setelah dua bulan, kawasan pantai yang terkena bom ikan baru bersih dari sisa-sisa racun, sehingga aman untuk mengkonsumsi kembali produk lautan di sekitar pesisir.
Daeng Jenna sendiri lepas dari peristiwa keracunan itu karena dia tidak ikut memungut tude. Pada saat tetangga-tetangganya beramai-ramai memungut tude, dia memilih melakoni pekerjaan sehari-harinya, memungut sisa-sisa rumput laut. Setiap hari selepas duhur, Daeng Jenna sudah berkutat mengais alang-alang laut untuk mencari rumput laut yang terdampar ke pantai bersama alang-alang tersebut.
Dia mengatakan, rumput laut itu merupakan sisa hasil panen rumput laut yang banyak ditanam oleh nelayan di pesisir pantai di Jeneponto dan Bantaeng. Rumput laut itu dibawa ke pantai oleh ombak bersama alang-alang. Rumput laut merah itulah yang dipungut oleh masyarakat setempat sebagai mata pencaharian mereka, yang bisa dijual seharga Rp 7000 per kg kering.