INIPASTI.COM – Rakernas LDII 2023 yang berlangsung pada pekan pertama Desember 2023, menjadi sorotan utama setelah Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan dan capres nomor urut 2, menyuarakan kritik terhadap keberadaan menteri-menteri berasaskan neoliberal di kabinet Jokowi.
Meskipun Prabowo tidak merinci identitas menteri yang dimaksud, alasan etika sebagai anggota Kabinet Indonesia Maju membuatnya enggan mengungkapkan nama-nama tersebut.
Tiga minggu kemudian, tepatnya pada Rabu, 29 November 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti anggaran besar Kemhan yang mencapai USD 25 miliar pada tahun 2024.
Kenaikan anggaran tersebut disebabkan oleh pinjaman luar negeri untuk pengadaan alat pertahanan dan keamanan selama periode 2020–2024.
Pakar politik Adi Prayitno dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melihat rangkaian peristiwa ini sebagai indikasi ketidaksesuaian di dalam kabinet Jokowi, terutama setelah deklarasi capres-cawapres 2024.
Kabinet ini diisi oleh menteri-menteri dari partai-partai yang mendukung pasangan capres-cawapres yang berbeda, menciptakan ketegangan dan potensi konflik di antara mereka.
Pada 18 Oktober 2023, Mahfud MD, Menko Polhukam, dideklarasikan sebagai cawapres Ganjar Pranowo. Meski seharusnya mundur sesuai UU Pemilu, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan menteri ikut Pilpres selama mendapat izin dari presiden.
Jokowi mengubah aturan tersebut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2023, memungkinkan menteri tetap berada di kabinet selama mendapat izin dan cuti kampanye.
Dua kubu utama capres-cawapres, yaitu Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud, memiliki menteri-menteri yang mendukung mereka di dalam kabinet. Seiring berjalannya waktu, Adi Prayitno menyatakan bahwa ketidaksepakatan antarmenteri semakin terasa, bahkan dengan jarangnya rapat kabinet.
Meski ada pandangan berbeda, seorang staf khusus menteri mengungkapkan bahwa situasi kabinet tergolong kikuk, dan komunikasi antarmenteri tidak lagi seefektif sebelumnya.
Namun, sumber lain dari kementerian menegaskan bahwa rapat kabinet masih berlangsung normal tergantung pada isu yang dihadapi.
Adi Prayitno melihat kecanggungan ini sebagai hasil dari intervensi politik dalam kabinet, dengan menteri-menteri berasal dari berbagai partai politik yang mendukung capres-cawapres berbeda. Sebagai akibatnya, ketegangan muncul di antara mereka, bahkan terlihat dalam acara publik.
Mengenai pendapat ini, seorang staf kementerian mengakui adanya ketidaknyamanan di hati para menteri akibat perbedaan pilihan politik.
Meskipun tetap bersikap profesional, beberapa menteri mungkin merasa kurang nyaman bekerja di lingkungan pemerintahan yang cenderung mendukung salah satu pasangan capres.
Dalam menghadapi dinamika Pilpres 2024, Jokowi tampaknya mempertahankan menteri-menterinya dari berbagai kubu politik untuk mengonsolidasikan kekuatan partai-partai di dalam kabinet.
Namun, hal ini membawa dampak negatif, seperti konflik kepentingan dan ketegangan di antara anggota kabinet. Adi Prayitno menyarankan agar konflik kepentingan ini dihindari ke depannya untuk menjaga stabilitas di dalam kabinet (sdn)