INIPASTI.COM – SAKING kaget dan heran bercampur marah. Siok Lan menghentikan kudanya dengan tiba tiba. “Eh, kau bilang apa tadi?” Ia mengangkat cambuknya dan mengancam hendak memukul.
“Wah, wah, jangan pukul nona. Maksud saya baik, harap nona dengarkan dengan sabar. Kita menuju ke kota raja, bukan? Apakah nona pernah pergi ke kota raja, raja?”
Siok Lan yang masih marah, hanya menggelengkan kepadanya. Makin jengkel dia karena pertanyaan itu malah membuktikan bahwa ia kurang pengalaman, belum pernah ke kota raja!
“Nah, kalau nona belum pernah ke sana, saya sudah pernah! Karena itu saja lebih mengetahui jalan. Sebab itu pula, tadi saya katakan dalam waktu tiga hari, terpaksa kuda nona ini narus dijual sebab dalam waktu tiga hati kita akan tiba di kota Kaifeng dan seterusnya dari situ kita berlayar naik perahu sepanjang Sungai Huang ho ke timur laut, terus sampai ke teluk Pohai. Dari sana barulah mendarat dan melanjutkan perjalanan melalui pesisir ke utara sampai ke kota raja. Perjalanan ini selain lebih cepat, juga labih indah menarik dengan pemandangan pemandangan alam yang hebat sekali. Nona pasti akan senang melihat pemandangan pemandangan indah dari tamasya alam sepanjang sungai dan laut.”
Bibir yang merah basah itu berjebi. “Hem aku bukan mau pesiar denganmu!”
”Bukan pesiar, tetapi mencari Pendekar Cengeng dan perjalanan itu jauh lebih cepat serta tidak melelahkan. Hanya sayang…. dan saya sendiri lebih senang melakukan perjalanan melalui darat yang melelahkan dan jauh karena perjalanan melalui Sungai Huang ho ini penuh bahaya maut!”
Kembali Siok Lan terkena pancingan Yu Lee yang cerdik serta mengetahui wataknya dengan baik,
“Bahaya apa ?”
“Pelayaran melalui Sungai Huang ho penuh dengan bahaya serbuan kaum bajak sungai, belum lagi para perampok serta penjahat. Apa lagi pada saat ini pemerintah sedang membangun terusan Sungai Huang ho sampai ke kota raja, maka kabarnya keadaan makin tidak aman. Laki laki muda yang lewat suka diculik oleh para serdadu dan dipaksa bekerja di terusan itu sampai mati. Wanita wanita muda jaga diculik untuk para perwira pasukan yang menjaga pekerjaan terusan itu. Sebetulnya saya tidak berani melakukan perjalanan lewat di situ, hanya mengandalkan kelihaian pedang nona. Akan tetapi kalau nona juga merasa takut, lebih baik ….”
“Apa?? Aku….. takut…….?? Jangan ngaco belo kau, ya? Kaulihat saja nanti, kubasmi semua penjahat yang menghalang di jalan. Barlah mereka tahu bahwa Sian li Eng cu tak boleh dibuat main main dan jalan menuju ke kota raja akan menjadi bersih daripada pangguan penjahat setelahaku lewat. Kita jalan melalui Sungai Huang ho !”
“Dan kuda ini akan dijual nanti di Kaifeng nona?”
Yu Lee menuntun kuda itu serta melanjutkan perjalanan menuju ke dusun yang sudah tampak di depan. Diam diam ia tersenyum
Apa yang dikatakan Yu Lee kepada Siok Lan perihal penggalian terusan itu memang betul bukan sekedar cuma pancingan belaka agar si nona mau melanjutkan perjalanan melalui Sungai Huang ho. Pada waktu itu, Kaisar Kubilai Khan yang memerintah kerajaan Goan, melihat perlunya diadakan perhubungan yang baik sekali ke selatan demi lancarnya pengiriman barang terutama bahan makanan. Bahan makanan terutama beras terdapat banyak sekali di lembah Sungai Yang ce, maka untuk melancarkan pengangkutan bahan makanan ke kota raja, kaisar memerintahkan untuk menggali terusan dari Sungai Huang ho ke kota raja.
Terusan antara Yang ce dengan Huang ho memang sudah ada, yaitu peninggalan dari jaman kerajaan Sui dan Sung dahulu. Seperti juga keiika diadakan penggalian terusan di jaman Sui dan Sung itu kini kerajaan Goan, apalagi sebagai kerajaan penjajah, rakyatlah yang menjadi korban.
Buat pekerjaan menggali terusan sampai ke kota raja ini memerlukan banyak sekali tenaga manusia. Dan buat memenuhi kebutuhan ini para petugas serta pembesar, demi melaksanakan perintah kaisar melakukan paksaan kepada rakyat. Laksaan rakyat dan ratusan ribu petani dipaksa meninggalkan sawah ladang serta keluarganya buat dipekerjakan dalam penggalian ini.
Mereka dipaksa bekerja melebihi kuda beratnya serta tidak mesdapat jaminan selayak nya sehingga banyak sekali diantara mereka meninggal dalam kerja paksa itu. Kalau sudah mati dikubur sejadinya di tepi sungai.
Bagaimana dengan sawah ladang mereka di dusun? Ada yang “membereskannya”, yaitu para tuan tanah yang menjadi raja raja kecil di setiap dusun. Bukan hanya sawah ladang yang dirampas, tetapi juga isteri muda yang cantik dan anak anak gadis remaja dirampas buat dipaksa menjadi selir oleh tuan tanah dan kaki tangannya. Anak lelaki otomatis menjadi buruh tani yang nasibnya tidak lebih dari pada budak belian.
Kebencian rakyat terhadap pemerintah penjajah dan “raja kecil” di dusun, kehidupan rakyat yang morat marit, dendam yang bertumpuk tumpuk, semua ini tentu saja menimbulkan akibat yang sangat tidak baik. Kekacauan, timbullah pemberontak pemberontak kecil kecilan dalam bentuk gerombolan gerombolan yang mengganggu keamanan.
Rakyat pula yang makin menderita. Di satu fihak takut kepada tangan tangan kejam pemerintah yang setiap saat siap untuk menciduk mereka untuk dijadikan pekerja paksa, di lain fihak takut kepada gerombolan gerombolan yang menjadi pengganggu siapa saja tanpa mengenal hukum.