INIPASTI.COM – Siok Lan tadi melongo ketika tadi menyaksikan betapa secara aneh pelayannya berhasil benar benar menampar pinggul wanita itu dan pukulan yang mengenai pundaknya tidak menewaskannya. “Aliok, kau terpukul tadi…. Tidak apa apakah? “
“Tidak nona!” jawab Yu Lee dengan suara keras disengaja. “Pukulannya lunak seperti tahu. Harap nona suka balaskan dengan goreskan pedang nona pada pinggulnya !”
Siok Lan tidak melayani kelakar pelayannya karena ia sendiri merasa tegang, Cui Hwa Hwa sudah mencabut pedang, sudah menantangnya. Tak dapat ia menghindarkan pertandingan yang tentu akan terjadi seru dan mati matian karena ia tahu lelihaian lawannya.
“Cui Hwa Hwa, berkali kali engkau sengaja menghinaku, sikapmu sungguh tidak patut menjadi sikap seorang yang mengaku gagah dan pejuang. Sepatutnya engkau dilayani pelayanku dan tukang perahu, bahkan ternyata menghadapi kedua orang pembantu itupun kau sudah kalah. Sekarang engkau menantangku, sungguh tak tahu diri,” kata Siok Lan. Sikapnya angkuh seperti sikap seorang tingkat atasan terhadap orang yang lebih rendah.
“Tak usah banyak cakap, lihat pedang!” bentak Cui Hwa Hwa dan segulung sinar hijau menyambar ke arah dada Siok Lan. Gerakannya cepat dan kuat, namun tidaklah secepat yang disangka Siok Lan sehingga nona ini dengan mudahnya miringkan tubuh mengelak sambil menggerakkan pedang peraknya menangkis. Terdengar suara nyaring dan pedang hijau di tangan Cui Hwa Hwa terpukul miring. Kejadian ini kembali tidak disangka sangka oleh Siok Lan dan tentu saja ia menjadi girang mendapat kenyataan bahwa lawannya ini tidaklah selihai yang ia sangka, bahkan ia yakin bahwa dia lebih cepat dan lebih kuat.
Di lain fihak, Cui Hwa Hwa terkejut setengah mati. Bukan karena Sian li Eng cu itu memiliki tenaga yang lebih kuat, sama sekali bukan. Ia tadi sudah merasa yakin bahwa ia akan dapat mengatasi kepandaian gadis remaja ini.
Akan tetapi begitu ia menggerakkan pedangnya terasa betapa punggungaya, dari bawah sampai ke tengkuk, panas dan nyeri seperti ditusuk.
Hal ini lah yang membuat gerakannya terlambat dan tenaganya berkurang banyak sekali. Dia sendiri tidak mengerti mengapa begini, karena sebagai seorang ahli silat tinggi, keadaan seperti yang dideritanya itu hanya berarti bahwa ia mengalami luka dalam yang perlu cepat diobati. Bagaimana ia sampai dapat terluka? Ia tidak mengerti sama sekali dan karena keheranan dan keraguan ini, maka ilmu silat nya menjadi makin kacau Apalagi pada saat itu, Siok Lan sudah berseru nyaring dan membalasnya dengan serangan serangan hebat sekali. Terpaksa ia menggunakan pedangnya menangkis dan melindungi diri sedapat mungkin.
Yang mengerti akan hal ini tentu saja hanya Yu Lee. Pemuda ini berdiri dengan tenang tersenyum senyum karena yakin bahwa Siok Lan tidak akan terancam bahaya lagi. Tidak percuma tadi ia menggunakan kesaktiannya, menotok dengan sentuhan sebanyak tiga kali di punggung Cui Hwa Hwa ketika menari nari kegirangan. Ia sengaja menotok untuk menutup jalan hawa sakti sehingga kecepatan dan tenaga wanita itu lenyap setengahnya lebih ! Hal itu akan diderita Cui Hwa Hwa selama kurang lebih tiga jam serta tak perlu diobati, dalam waktu tiga jam akan lenyap sendiri pengaruhnya.
Ilmu pedang Siok Lan adalah ilmu pedang Kun lun kiam sut yang gerakannya cepat sekali, di samping amat indah dipandang. Apalagi karena dara remaja ini memainkan tebatang pedang perak, maka pedang itu berubah menjadi sinar putih berkilauan yang bengulung gulung menyelimuti tubuh lawan. Di lain fihak sinar pedang hijau menjadi terdesak dan makin sempit gerakannya. Kurang lebih tiga puluh jurus kemudian, Cui Hwa Hwa tidak dapat menahan lagi. Makin cepat ia bergerak, makin besar tenaga ia kerahkan makin sakit punggungnya sehingga ia hampir hampir menangis dan pada saat yang amat baik itu, Siok Lan menendang, tepat mengenai pergelangan tangan kanannya yang memegang pedang.
Pedang hijau terlepas dan secepat kilat Siok Lan melesat ke depan, pedangnya bergerak dan terdengar Cui Hwa Hwa menjerit menyusul kain robek.
Ketika Siok Lan meloncat mundur sambil tersenyum dan semua orang memandang, kira nya baju yang menutup pinggul terobek lebar dan pada bukit pinggul yang kiri terdapat goresan merah bekas ujung pedang Siok Lan ! Kulit pinggul yang menonjol besar dan putih itu terluka!
Cui Hwa Hwa hampir menangis saking malunya. Ia menggunakan tangan mencoba menutupi pinggul yang tampak ini, namun karena robeknya terlalu besar, tetap saja bukit pinggul kiri yang menonjol amat besarnya itu tampak. Tersipu sipu ia menyambar pedangnya yang terlepas tadi, lalu tanpa berkala sesuatu ia melompat dan lari secepatnya meninggalkan tempat itu !
Bersambung…