INIPASTI.COM – Gunung Merapi kembali menunjukkan keaktifannya pada Senin 13 Maret 2023 pagi dengan mengeluarkan asap dari kawah. Luncuran awan panas yang dikenal dengan sebutan Wedus Gembel oleh warga setempat mengarah ke barat daya, yakni ke Kali Bebeng dan Kali Krasak.
Suara gemuruh yang disertai dengan kepulan abu bergelombang, seperti kumpulan pohon beringin raksasa, menimbulkan hujan abu di beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Warga di sekitar Gunung Merapi menyebut gunung tersebut sedang batuk-batuk pada hari pasaran Jawa, Sabtu Legi, yang bertepatan dengan peristiwa Supersemar.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menyatakan bahwa erupsi Gunung Merapi kali ini terkait erat dengan peristiwa erupsi besar pada tahun 2010.
Namun, dalam memori sebagian masyarakat Jawa, aktivitas Gunung Merapi tidak pernah lepas dari cerita tentang Kiai Sapu Jagat atau Eyang Merapi, sosok yang diyakini sebagai penjaga Gunung Merapi dalam folklor masyarakat Jawa, terutama warga Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Sebelum memanggul amanah itu, Kiai Sapu Jagat dikenal dengan nama Ki Juru Taman. Ki Juru Taman atau tukang kebun merupakan abdi setia Panembahan Senopati (1582-1603), pendiri Kerajaan Mataram Islam.
Sesuai namanya, Juru Taman bertanggung jawab atas keindahan taman di sekitar keraton Mataram Islam.
Ia sangat setia dan patuh kepada Sultan Mataram, dan melayani hingga ajal menjemput dianggap sebagai kebahagiaan terpuncaknya. Pengakuan itu diucapkan di depan Panembahan Senopati.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, Kiai Sapu Jagat atau Eyang Merapi dianggap sebagai sosok yang memiliki kekuatan gaib dan menguasai ilmu kanuragan.
Selain itu, ia juga dianggap memiliki kemampuan untuk menghentikan erupsi Gunung Merapi dan menenangkan warga sekitarnya.
Kehadirannya dianggap sangat disegani dan menjadi harapan bagi masyarakat Jawa saat Gunung Merapi kembali menunjukkan aktivitasnya.
Meskipun keberadaan Kiai Sapu Jagat atau Eyang Merapi masih dianggap misterius, namun cerita tentangnya tetap menjadi bagian dari warisan budaya dan tradisi masyarakat Jawa yang masih diwariskan dari generasi ke generasi.
Panembahan Senopati memiliki sebuah telur yang katanya berasal dari pemberian Ratu Kidul, penguasa laut selatan.
Telur tersebut diberi nama Telur Jagat dan didapatkan oleh Panembahan Senopati saat sedang bersemedi di tepi laut selatan.
Telur tersebut memiliki kekuatan membuat orang yang memakannya menjadi kuat, kebal senjata, dan abadi.
Awalnya, Panembahan Senopati tergoda untuk menelannya, namun Sunan Kalijaga mengingatkannya tentang akibatnya.
Oleh karena itu, Sunan Kalijaga menyarankan agar telur tersebut diberikan kepada seseorang yang lebih tepat, yaitu seseorang yang benar-benar berbakti kepada Mataram.
Panembahan Senopati tahu siapa yang tepat untuk memakannya, yaitu Ki Juru Taman.
Setelah bertemu dengan Ki Juru Taman, Panembahan Senopati memberikan telur tersebut dan meminta agar ia memakannya mentah-mentah.
Setelah memakannya, tubuh Ki Juru Taman menjadi besar seperti raksasa dan ia diberi nama Kiai Sapu Jagat. Tugasnya adalah menjaga Gunung Merapi dan menenangkannya jika akan meletus.
Bila meletus tidak terelakkan, ia akan mengalirkan semua material yang dimuntahkan Gunung Merapi ke jalur aman agar tidak terjadi bencana di tanah Mataram.
Sebagai pimpinan tertinggi penjaga Gunung Merapi, Kiai Sapu Jagat didampingi oleh para dayang, di antaranya adalah makhluk gaib seperti Kiai Petruk, Nyai Gadhung Mlathi, Empu Rama, Empu Permadi, Kiai Grinjing Wesi dan Grinjing Kawat, Kiai Branjangwesi, Kiai Kricikwesi, Kiai Bramagedali, Kiai Wola-wali, dan Raden Ringin Anom.
Agar konsistensi Kiai Sapu Jagat dalam menjaga Gunung Merapi tidak berubah, penguasa Keraton Mataram dan masyarakat rutin setiap tahun menggelar ritual Labuhan Merapi (sdn/sindo)