INIPASTI.COM – Istilah Food Estate kembali menjadi pusat perhatian setelah disebut-sebut oleh calon wakil presiden nomor urut satu Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai proyek yang gagal dalam debat cawapres semalam.
Cak Imin menegaskan bahwa program food estate atau lumbung pangan perlu dihentikan karena dianggap merugikan petani dan memicu konflik agraria.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh cawapres nomor urut tiga Mahfud MD, yang menyebut food estate sebagai program gagal yang merusak lingkungan.
Di sisi lain, cawapres nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka mengakui adanya kegagalan dalam program ini namun menegaskan bahwa ada pula keberhasilan dengan panen yang sudah sukses.
Latar Belakang Food Estate ; Food estate masuk proyek prioritas strategis mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 108 Tahun 2022 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2023.
Dalam Perpres tersebut, pemerintah menganggarkan Rp235,46 miliar untuk food estate. Presiden Jokowi menjelaskan bahwa pembangunan lumbung pangan perlu dilakukan untuk mengantisipasi potensi krisis pangan di tengah pandemi virus corona, sejalan dengan peringatan kelangkaan bahan pangan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).
Fokus dan Implementasi Program Food Estate ; Menurut informasi dari laman Sekretariat Kabinet RI, program food estate berfokus pada pengembangan sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan di suatu kawasan tertentu.
Beberapa komoditas yang dikembangkan melibatkan cabai, padi, singkong, jagung, kacang tanah, dan kentang. Proyek ini melibatkan berbagai kementerian, termasuk Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian PUPR.
Implementasi di Berbagai Wilayah ; Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian, implementasi food estate dimulai di Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak 2020, dengan rencana pengembangan hingga 2024.
Beberapa kabupaten seperti Pulang Pisau dan Kapuas di Kalimantan Tengah menjadi fokus pengembangan, dengan ekspansi di tahun 2022. Wilayah lain seperti Sumba Tengah, Wonosobo, Temanggung, Bantul, Garut, dan Gresik juga terlibat dalam pengembangan food estate dengan fokus komoditas tertentu.
Kontroversi dan Kritikan ; Kritikan terhadap food estate datang dari Cak Imin dan Mahfud MD, yang menyoroti dampak negatifnya terhadap petani, masyarakat adat, konflik agraria, dan kerusakan lingkungan.
Mereka menilai program ini sebagai gagal dan merugikan negara. Sementara Gibran Rakabuming Raka mengakui adanya kegagalan tetapi juga menunjukkan keberhasilan di beberapa daerah.
Food estate menjadi perdebatan dalam konteks pembangunan lumbung pangan. Sementara pemerintah menekankan urgensi program ini sebagai respons terhadap potensi krisis pangan, kritikan datang dari berbagai pihak terkait dampak negatifnya.
Pemantauan terus diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas, dampak, dan keberlanjutan program food estate guna mencapai tujuan pengembangan pertanian yang berkelanjutan (sdn)