INIPASTI.COM – Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) pada tanggal 17 Juli 2024 di Yogyakarta menimbulkan berbagai reaksi.
Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menyatakan mufaraqah atau melepaskan diri dari hal tersebut.
Menurut Anwar Abbas, fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah menyatakan bahwa bunga bank (interest) adalah riba dan haram.
Kerjasama dengan BRI, yang menerapkan sistem ribawi, dianggap melanggar syariah dan aturan organisasi.
Penandatanganan MoU ini mengejutkan banyak warga dan pimpinan Muhammadiyah di berbagai tingkatan. Mereka mengetahui bahwa Muhammadiyah tidak hanya sekadar organisasi yang harus dikelola dengan baik, tetapi juga merupakan gerakan Islam.
Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah memberikan otoritas kepada Majelis Tarjih untuk mengeluarkan fatwa yang harus diikuti oleh seluruh anggota.
Fatwa tertinggi yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih adalah keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Majelis Tarjih, yang telah ditanfidz atau diberlakukan secara resmi oleh PP Muhammadiyah.
Salah satu fatwa Munas Tarjih yang telah ditanfidz adalah mengenai bunga bank, di mana bunga (interest) dinyatakan sebagai riba.
“Riba merupakan praktek yang secara jelas terlarang seperti termaktub dalam Surat Ali Imran ayat 130, Surat Al-Baqarah ayat 275 dan 278-279, serta banyak hadis, termasuk hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan jamaah ahli hadis,” ujar Anwar Abbas.
Dengan demikian, penandatanganan MoU oleh PP Muhammadiyah dengan BRI yang menerapkan sistem ribawi dianggap sebagai pelanggaran syar’iyyah dan organisatoris.
Oleh karena itu, MoU tersebut dinyatakan batal dan tidak boleh diberlakukan di lingkungan Muhammadiyah (sdn)