INIPASTI.COM, Pernikahan Monika dengan bule asal Cina menyisakan kisah yang kelam. Perempuan 24 thn, merupakan korban pengantin pesanan dengan modus human trafficking atau perdagangan manusia.
Kisah Monika bermula saat ia diiming-imingi makcomblang atau perantara jodoh menikah dengan pria asal Cina. Pria yang ditawarkan disebut bekerja sebagai tukang bangunan dengan gaji besar.
Makcomblang yang menjadi perantara pernikahannya berjumlah tiga orang berasal dari Jakarta, Singkawang dan Pontianak. Mereka semua perempuan.
Monika pun dipertemukan dengan calon suaminya. Namun, dia mengaku sempat curiga lantaran foto pernikahannya tidak boleh diumbar ke media sosial.
“Mereka bilang pas foto itu kamu jangan (umbar) ke media, kita nanti ketahuan polisi, bahaya,” kata Monika saat mengadu di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Para makcomblang itu, tetap meyakinkan Monika bahwa dirinya aman selama ikut suaminya ke Cina, lantaran melalui pernikahan resmi pada umumnya.
“Kalau kamu nggak betah bisa telepon saya, saya pulangkan kamu, dia bilang gitu,” kata Monika menirukan janji makcomblang.
Monika terbuai dan menerima pria yang ditawarkan. Ia berangkat ke Cina sejak September 2018, lalu dengan harapan dapat mengurangi beban kemiskinan keluarganya.
“Karena iming-iming uang. Nanti di sana dibeliin emas, nanti kirim orangtua, pasti ada gitu kamu berkecukupan gitu,” ucapnya kembali menirukan perekrutnya.
Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok perjodohan marak terjadi belakangan. Kementerian Luar Negeri RI menuturkan, belasan WNI itu berasal dari Jawa Barat dan Kalimantan Barat.
Mereka dipulangkan melalui pendampingan Kedutaan Besar RI di Beijing.
Sebanyak 14 perempuan Indonesia korban kasus pengantin pesanan di Cina berhasil dipulangkan ke Indonesia pada Selasa (3/9/2019).
“Empat belas WNI diterima oleh Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler, Andri Hadi di Kantor Kemlu, selanjutnya diserahterimakan kepada Bareskrim Polri dan Kementerian Sosial untuk penanganan lebih lanjut di dalam negeri,”
Sejak Januari-Juli 2019, tercatat ada 32 kasus pengantin pesanan yang ditangani Kemlu RI. Puluhan perempuan itu dijodohkan dengan pria Tiongkok dengan iming-iming kesejahteraan yang terjamin.
Agen tersebut menjanjikan sejumlah uang kepada keluarga sang perempuan sebagai imbalan. Namun, dalam beberapa kasus, uang yang diberikan agen tidak sesuai dengan perjanjian awal dengan alasan biaya administrasi dan logistik lainnya.
Selepas dipersunting dan dibawa ke Cina, para perempuan itu juga malah dipekerjakan sebagai buruh dan kerap disiksa.
Pemerintah Indonesia disebut kesulitan untuk membantu atau memulangkan puluhan WNI itu lantaran mereka menikah dengan dokumen dan persyaratan yang sah di mata hukum Cina, sehingga repatriasi memerlukan izin para suami.
Andri menyebut proses pemulangan 14 WNI ini merupakan buah kerja sama erat dari berbagai pihak. Ia mengimbau agar WNI lebih berhati-hati dalam berhubungan dengan warga asing.
“Mengenal calon pasangan terlebih dahulu, tidak terbujuk rayu janji ekonomi dan mengikuti prosedur pernikahan dengan benar merupakan langkah pencegahan yang paling efektif,” kata Andri dalam pernyataan Kemlu tersebut (bs/Syakhruddin)