INIPASTI.COM, KIGALI – Pada tanggal 3 Desember 2018, di sela-sela rangkaian kunjungan untuk upacara penyerahan surat kredensial ke Presiden Republik Rwanda Paul Kagame, Dubes RI Dar es Salaam yang juga terakreditasi untuk Rwanda Prof. Dr. Ratlan Pardede beserta delegasi dari KBRI Dar es Salaam bertemu dan bersilaturahim dengan rekan-rekan WNI yang berada di Kigali. Pertemuan tersebut dilakukan pada tanggal 3 Desember di restoran Indonesia pertama di Kigali, Borneo Café, yang didirikan oleh seorang WNI yang bertempat di Kigali, Ibu Fatimah.
Pertemuan tersebut diselenggarakan sebagai bagian dari upaya pembinaan, penggalangan dan perlindungan WNI di negara akreditasi KBRI Dar es Salaam. Pertemuan bertujuan untuk memastikan kondisi kehidupan WNI di Rwanda, mensosialisasikan sejumlah program Pemri dan KBRI Dar es Salaam terkait pelayanan bagi WNI di negara akreditasi, serta menjaring aspirasi, saran dan masukan dari WNI di negara akreditasi.
“Saya sangat berbahagia untuk dapat bertemu dengan saudara-saudara dari Indonesia di tanah perantauan ini, dan ke depannya akan secara regular bertemu dengan Bapak dan Ibu sekalian.” Demikian sambutan RI Dar es Salaam dalam pembukaan pertemuan.
Dubes RI Dar es Salaam juga menyampaikan rasa bangganya terhadap keberadaan Borneo Café yang menjadi restoran pertama Indonesia di Kigali. Restoran Borneo Café telah mulai dikenal di kalangan masyarakat Rwanda, terutama di kalangan ekspatriat yang menyukai cita rasa khas Indonesia, serta telah mendapatkan ulasan yang sangat positif dari sejumlah situs pengulas tempat wisata dan kuliner.
Ibu Siti Noor Fatimah Effendi, akrab dipanggil Ibu Fety, mendirikan Restoran tersebut pada 15 Juni 2017. Beliau datang ke Rwanda pada awal Juni 2017 dengan menggunakan visa kunjungan singkat (30 hari). Setelah melihat kualitas kehidupan di Kigali, beliau memutuskan untuk tinggal dan mendirikan usaha di Rwanda bersama dengan suaminya. Proses perizinan usaha diselesaikan dalam waktu satu hari, dan dalam jangka waktu satu bulan bisnisnya sudah berjalan. Izin tinggal pun didapatkan otomatis setelah bisnis berjalan.
Selain Ibu Fety, WNI lain yang sudah tinggal lama di Kigali adalah Dr. Tommy Wuysang beserta istri, Ibu Jenny Wuysang, yang telah tinggal selama 9 tahun di Kigali. Beliau mengabdikan diri untuk kegiatan keagamaan dan kesehatan di Rwanda dengan menjadi pendeta di gereja setempat serta membuka praktek klinik kesehatan.
Sebanyak 15 WNI diketahui tinggal di Rwanda dengan berbagai macam latar belakang pekerjaan dan kegiatan, yaitu staf profesional di organisasi internasional, wirausahawan, rohaniawan, serta ibu rumah tangga. Para WNI tersebut menyatakan bahwa mereka sangat menikmati tinggal di Rwanda serta merekomendasikan Rwanda sebagai destinasi bisnis dan wisata. (RLS)