INIPASTI.COM, JAKARTA – Beberapa saat usai perhelatan Pemilu 2019, berbagai lembaga survei memenangkan Jokowi-Ma’ruf sesuai hasil hitung cepat (quick count). Hasil quick count tersebut juga menampilkan persentase hasil pemilu tiap-tiap provinsi.
Hasilnya adalah Prabowo-Sandi unggul di 19 provinsi. Sedangkan Jokowi-Ma’ruf hanya menang di 15 provinsi.
Ketika merilis hasil tersebut, kubu pasangan 01 menyaksikan langsung. Pada saat menyaksikan hal tersebut, dari mimik muka tak ada yang menunjukkan kesenangan padahal Jokowi-Ma’ruf menang. Hal ini ditafsirkan bermacam-macam oleh berbagai pihak.
Salah satunya dari Restu Bumi. Tulisan Restu Bumi mendadak viral karena mengangkat judul ” Jokowi Dipastikan Tidak Menang Pilpres 2019″. Dalam tulisannya dia mengulas Pasal 6A ayat 3 UUD 1945. Di mana dalam pasal tersebut disebutkan syarat agar bisa dilantik sebagai seorang presiden dan wakil presiden. Berikut tulisannya:
*JOKOWI DIPASTIKAN TIDAK MENANG PILPRES 2019*
By: Restu Bumi
*Nih saya Bongkar kenapa TKN lesu saat lihat Quick Count dan (Saat itu) gak berani Deklarasi kemenangan padahal Hasilnya memenangkan Jokowi tidak seperti saat Pilpres 2014.*
*Sekedar Catatan… *
*Di belakang Jokowi ada Yusril Pakar ahli Tata Negara.*
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 6A Ayat 3 yang berbunyi:
“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang tersebar dilebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.”
Jadi Dalam pasal tersebut ada 3 syarat dalam
memenangkan Pilpres :
1. Suara lebih dari 50%
2. memenangkan suara di 1/2 jumlah provisnsi (17 Provinsi)
3. Di 17 Provinsi lainnya yang kalah minimal suara 20%
Syarat ini memang dibuat agar presiden terpilih mempunyai acceptibility yang luas di berbagai daerah.
Kebanyakan orang hanya mengetahui sebatas kemenangan di atas 50% saja. Padahal, Undang-undang men-syarat-kan beberapa poin tambahan, selain sekadar meraup suara lebih dari 50%!
Sebagai contoh penduduk di pulau Jawa yang berpopulasi lebih dari separuh penduduk Indonesia, alias lebih dari 50% penduduk Indonesia. Menang mutlak 100% di pulau Jawa, namun kalah di luar Jawa (yang berarti menang lebih dari 50% suara) tidak berarti memenangkan pilpres di Indonesia!
Pilpres di Indonesia memberikan syarat tambahan selain meraup suara lebih dari 50% pemilih sah di Indonesia, yaitu:
Menang di minimal 1/2 dari jumlah propinsi di Indonesia (17 propinsi).
Artinya, walau meraih suara lebih dari 50%, tapi hanya berasal dari sejumlah propinsi, maka kemenangan tersebut tidak sah.
Dan juga Pada propinsi-propinsi yang kalah, jumlah suara yang diraup tidak kurang dari 20%.
Artinya, walau menang di lebih dari 1/2 jumlah propinsi di Indonesia, namun ada propinsi yang minim pendukung pasangan tersebut, maka kemenangan tersebut juga tidak sah.
*Makanya Deklarasi Kemenangan Jokowi semalam yang dilakukan TKN oleh Moeldoko tanpa Jokowi adalah Deklarasi yang dipaksakan hanya sekedar menutupi rasa Malu karna Kemenangan versi Quick Count untuk mereka tidak memenuhi 2 syarat lainnya yakni hanya menang di 14 Provinsi dan ada beberapa daerah (menurut hasil Quick Count) yang Jokowi mendapat dibawah 20% menurut Survei Quick Count Indo Barometer yakni Aceh dengan DPT: 3.523.774 Jokowi-Ma’ruf: 17,12% – Prabowo-Sandi: 82,88% dan di Sumbar dengan DPT:3.718.003 Jokowi-Ma’ruf: 9,12% – Prabowo-Sandi: 90,88%.*
Berbeda dengan kemenangan Jokowi di 2014 dimana kemenangannya (menurut Quick Count) kurang lebih 22 Provinsi dengan rata² Persentase 52%.
*Jadi Paham kan, mengapa mereka nggak berani Deklarasi Kemenangan dan hanya Manyun, Melongo dan Mungkin nyaris Mewek liat hasil Quick Count meski hasilnya mengunggulkan Mereka.*
SELESAI
Namun, hal ini dibantah oleh ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono. Menurutnya, sebagaimana dikutip dari detik.com, pasal tersebut hanya berlaku jika Pilpres diikuti lebih dari dua pasangan calon.
“Apabila hanya ada 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagaimana dalam Pemilu 2019 ini, maka menurut Putusan MK nomor 50/PUU-XII/2014 tidak berlaku syarat terkait sebaran suara di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Dengan demikian, pasangan capres dan cawapres yang memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai presiden dan wakil presiden (pilpres berlaku satu putaran),” kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada wartawan, Sabtu (20/4/2019).
“Selanjutnya dalam hal pasangan capres dan cawapres tidak ada yang memenuhi ketentuan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945, maka sesuai Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 berlaku putaran kedua,” sambung Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.
Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 menyatakan:
Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 menyatakan:
Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
“Dengan demikian, jika masih ada yang menyatakan bahwa dalam Pemilu 2019 ini perolehan suara terbanyak salah satu pasangan capres dan cawapres tidak otomatis memenangkan pilpres jika tidak dibarengi dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia adalah pernyataan yang tidak berdasarkan hukum dan hanya sekadar ingin mengacaukan pemahaman publik. Perlu diingat putusan MK adalah final dan mengikat di mana MK-lah lembaga yang diberikan kewenangan untuk menafsirkan konstitusi dan tafsirnya bersifat mengikat,” pungkas Bayu. (Sule)