INIPASTI.COM – Indonesia memiliki kekayaan ragam tas, mulai dari yang tradisional hingga yang modern. Dari bahan tanaman hingga kulit hewan, tas-tas ini berfungsi untuk kebutuhan sehari-hari hingga ritual khusus.
Keanekaragaman Tas Tradisional Indonesia
Diansir dilaman Intisari, Masyarakat Dayak di Kalimantan Timur memiliki anjat, masyarakat Badui di Jawa Barat memiliki koja, orang Toraja memiliki sepu, orang Togutil di Maluku memiliki saloi, orang Jawa memiliki kerombokan, dan masyarakat Papua memiliki noken.
Dari semua tas ini, yang telah diakui oleh UNESCO adalah noken dari Papua. Pada 4 Desember 2012, noken resmi ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage) oleh UNESCO.
Pengakuan Internasional untuk Noken Papua
Mengutip Kompas, UNESCO menetapkan noken sebagai warisan budaya dunia tak benda di Paris, Prancis, dalam kategori “in Need of Urgent Safeguarding” atau warisan budaya yang membutuhkan perlindungan mendesak.
Noken diakui dalam ranah tradisi dan ekspresi lisan, pengetahuan dan kebiasaan mengenai alam dan semesta, serta kemahiran kerajinan tradisional.
Titus Pekei, pendiri Yayasan Ekologi Papua, memainkan peran besar dalam pengakuan ini. Dia melakukan penelitian tentang noken dari 2008 hingga 2010, yang hasilnya digunakan untuk mendaftarkan noken ke UNESCO.
“Kami menemukan ‘noken’ sebagai kata universal yang dipakai masyarakat untuk menyebut kerajinan tangan ini,” kata Titus.
Makna Noken bagi Masyarakat Papua
Noken adalah hasil kreativitas masyarakat Papua, yang berbeda secara bahan, jenis, model, dan bentuk dari tas pabrikan. Noken dirajut dan dianyam dari pohon atau daun, sering kali diwarnai dan dihias. Selain fungsinya sebagai wadah, noken juga mengandung nilai kemanusiaan dan sosial.
Sosiolog Universitas Cenderawasih Jayapura, Avelinus Lefaan, mengatakan noken bermakna sebagai media untuk memanusiakan manusia, simbol jaringan struktur sosial yang dinamis, dan representasi kultural orang Papua.
Dalam bukunya, Titus Pekei mendeskripsikan noken sebagai pengikat batin anak dengan orangtua, simbol kemandirian, dan kreativitas masyarakat Papua di tengah era modernisasi.
Proses Pembuatan Noken
Noken dibuat dari bahan-bahan seperti serat pohon, kulit kayu, daun pandan, dan rumput rawa yang diproses menjadi benang untuk dirajut.
Setiap suku di Papua memiliki cara pengolahan bahan baku yang berbeda, seperti merendam atau memukul kulit pohon hingga menjadi serat.
Ironi Noken Kiwari
Seperti warisan tradisi lainnya, noken menghadapi tantangan dalam era modern. Di desa-desa Papua, noken masih digunakan, namun di kota sudah mulai ditinggalkan karena tas pabrikan yang lebih praktis. Selain itu, sulitnya mendapatkan bahan baku dan kurangnya regenerasi perajin muda mengancam keberadaan noken.
Meski begitu, pengakuan UNESCO pada 2012 membawa harapan baru bagi kelestarian noken. Diharapkan, noken sebagai salah satu warisan budaya Indonesia, khususnya Papua, tetap terjaga hingga masa yang akan datang.
Begitulah cerita noken, tas Papua yang kini sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Semoga tetap lestari untuk selama-lamanya (sdn)