INIPASTI.COM, MAKASSAR – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geologi (BMKG) Wilayah IV Makassar, beberapa hari terakhir mengeluarkan perungatan dini terkait ketinggian gelombang air laut di sekitar perairan yang mengelilingi Sulawesi Selatan.
Dalam keterangan tertulisnya, BMKG menyebutkan ketinggian air laut bisa mencapai 4 meter. “Ada dua tipe gelombang yang terjadi, yaitu moderate sea, dengan ketinggian gelombang antara 1,25 hingga 2,5 meter.
“Moderate sea bisa terjadi di Perairan Spermode Pangkep, Perairan Spermonde Makassar, dan Teluk Bone Bagian selatan,” sebut Rizky Yudha, Prakirawab BMKG Wilayah IV Makassar.
Tipe ketinggian gelombang air laut lainnya yaitu rough sea, dengan tinggi gelombang antara 2,5 hingga 4 meter. Itu terjadi di Selat Makassar bagian selatan, Perairan Parepare, Perairan Spermonde Pangkep bagian barat, Perairan Spermonde Makassar bagian barat, Perairan Kepulauan Selayar, Perairan Sabalana, Perairan Pulau Bonerate-Kalaotoa, dan Laut Flores.
Akibat cuaca yang mulai ekstrim tersebut, khususnya di perairan, jalur pelayaran, untuk jenis penyeberangan seperti di Pelabuhan Bira, Kabupaten Bulukumba, Sulsel, melakukan sistem buka tutup penyeberangan.
Komandan Pos I Pelabuhan Bira, Abidin mengungkapkan, diberlakukan sistem buka tutup karena cuaca buruk. “Hujan deras, angin kencang dan ketinggian ombak membuat kita melakukannya, meminimalisir terjadinya musibah. Jumat (3/1) kemarin tidak ada pelayaran sama sekali. Kemarin Sabtu (4/1) hanya satu pelayaran karena cuaca buruk. Hari ini semoga normal, sambil lihat cuaca,” urainya.
Terpisah, Syahbandar Pelabuhan Bone, M Asgar menjelaskan, pihaknya mengaku belum melakukan penundaan pelayaran sama sekali dari Pelabuhan Bajoe. “Tapi pelayaran ke Bajoe dari Arah Kolaka sudah ada yang ditunda, karena berhadapan langsung dengan ombak,” akunya.
Sementara itu, pihak Pemprov Sulsel melaui Badan Penanggulangan Bencana Daerah, sudah mengeluarkan imbauan kepada pemerintah kabupaten/kota, untuk mengantisipasi cuaca ekstrim yang terjadi.
“Sebenarnya, kita sudah siaga sejak Oktober 2019, tapi ternyata cuaca ekstrim baru terjadi awal tahun ini. Kita sudah melakukan antisipasi bencana yang rawan terjadi di Sulsel, baik itu gelombang tinggi, puting beliung, banjir dan tanah longsor,” tutup Syamsibar.
(Iin Nurfahraeni)