INIPASTI.COM, Lika-liku kehidupan, ibarat sebuah perjalanan. Jarak tempuh setiap orang berbeda-beda. Jalan yang dilewati juga berlainan. Kadang mendaki, lalu menurun, terus landai. Sering berbelok, meskipun tidak jarang jalan lurus. Tapi yang pasti, tidak ada sejarah kehidupan berjalan seperti garis lurus. Hidup selalu ditandai dengan gelombang, naik-turun, berliku-liku.
Dalam perjalanan kehidupan, manusia sering tidak menyadari akan menempuh jenis jalan kehidupan tertentu. Kita sering tidak bisa menjawab kenapa kita tiba-tiba berada pada sebuah daratan kehidupan yang gelap gulita, atau pada benua kehidupan yang hitam kelam. Kita juga tidak kuasa menjelaskan kenapa dunia yang tadinya hitam pekat, perlahan-lahan ada pelita, fajar mulai menyingsing dan mentari memekar menyinari. Lalu kita mulai berjalan tegap menyusuri kehidupan.
Dari satu etape kehidupan ke etape kehidupan yang lainnya, seringkali dibimbing oleh nasib, meskipun ada yang percaya diri mengatakan bahwa keberadaannya pada panggung kehidupan adalah hasil ikhtiarnya, sebuah pilihan kesadarannya.
Kehidupan yang meliuk-liuk itu, seperti kincir angin yang berputar, seperti roda pedati yang sedang melaju. Manusia bahkan tidak memiliki waktu untuk mempersiapkan diri kapan di atas, kapan di bawah. Seperti juga tidak ada manusia yang bisa memastikan, apakah besok kita masih bersua.
Kehidupan berlangsung begitu cepat, kehidupan berjalan tanpa kepastian. Kehidupan yang bergulir cepat dengan ketidakpastian hanya akan berpihak pada manusia yang cekatan memilih jalur yang benar, agar sampai pada tujuan dengan tepat. Kebenaran dan ketepatan adalah otoritas “pemilik kehidupan,” Allah penguasai langit dan bumi. Tuhan yang amat perkasa. Kepastian hanya milikNya. Jika manusia ingin kepastian, tunduklah pada pemilik otoritas kehidupan. Taatlah pada aturan mainNya, tunduklah pada regulasiNya. Karena kehidupan adalah pengabdian. Arena untuk menghambakan diri. Panggung untuk menyerahkan diri.
Kehidupan sama sekali bukan untuk menumpuk prestasi duniawi, bukan pula untuk melakukan pembangkangan atas nama rasionalitas manusia, dengan kecanggihan logika yang dimilikinya, akan tetapi media bagi manusia untuk mengukuhkan kekuasaan dan ketangguhan Allah Rabbul Alamin. Manusia sebagai aktor-aktor kehidupan, tidak boleh terjebak dengan syahwat pernak pernik kehidupan duniawi, yang memiliki kadar godaan yang sangat optimal. Manusia harus menyadari bahwa kehidupa dunia adalah panggung uji coba.
Allah memamerkan seluruh perangkat kehidupan dunia untuk merayu aktor manusia. Daya tarik perangkat itu sangat besar. Melebihi fungsi kehidupan itu sendiri. Manusia bahkan lupa bahwa pernak pernik kehidupan itu memiliki usia yang terbatas, sebatas kehidupan kita. Tetapi manusia seakan-akan hidup untuk selama-lamanya. Rayuan perangkat kehidupan terus mengisi imajinasi kehidupan manusia, terutama untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan. Bagi manusia, kekayaan dan kekuasaan seperti seseorang yang mengalami dihedrasi karena kehausan, karena meminum air asin, semakin diminum semakin haus.