INIPASTI.COM – Musim kemarau diprediksi akan semakin meluas memasuki bulan Juni ini. Namun, berbeda dari tahun sebelumnya, musim kemarau kali ini hampir dipastikan tanpa kehadiran fenomena El Nino.
Dilansir di laman CNN Indonesia, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati telah menginformasikan Presiden Joko Widodo mengenai potensi kemarau panjang di sejumlah wilayah akibat musim kemarau.
Analisis BMKG ; Dalam surat tersebut, Dwikorita menyatakan bahwa analisis curah hujan dan sifat hujan untuk tiga dasarian terakhir menunjukkan bahwa kondisi kering sudah mulai memasuki wilayah Indonesia, khususnya di bagian selatan Khatulistiwa.
Laporan BMKG berjudul “Prediksi Musim Kemarau Tahun 2024 di Indonesia” mengungkap bahwa pada Juni ini akan ada sekitar 167 Zona Musim (ZOM) atau sekitar 23,89 persen yang memasuki musim kemarau.
BMKG menjelaskan bahwa awal musim kemarau ditetapkan berdasarkan jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) yang kurang dari 50 milimeter dan diikuti oleh dua dasarian berikutnya.
Selain itu, awal musim kemarau juga ditetapkan apabila terdapat satu dasarian dengan curah hujan kurang dari 50 milimeter dan ketika dijumlahkan dengan dua dasarian berikutnya, total curah hujan dalam tiga dasarian tersebut kurang dari 150 milimeter.
Tanpa Bayang-bayang El Nino ; Dalam Ikhtisar Cuaca Harian 30 Mei-1 Juni 2024, BMKG mengungkap bahwa indeks NINO 3.4, zona utama pemantauan El Nino, bernilai +0,28, yang tidak signifikan terhadap peningkatan hujan di wilayah Indonesia (Netral).
Dwikorita menyatakan dalam konferensi pers pada Selasa, 28 Mei, bahwa indikasi tersebut menandakan bahwa “tidak akan terjadi El Nino” pada musim kemarau kali ini.
Berbeda dengan tahun lalu, kehadiran El Nino mengakibatkan kekeringan yang lebih luas, karena hampir seluruh wilayah Indonesia menjadi lebih kering dari biasanya.
Namun, Dwikorita menjelaskan bahwa meskipun tidak ada El Nino, masih ada sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di bagian selatan garis ekuator seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, yang diprediksi akan mengalami curah hujan lebih rendah dari normalnya.
Kemarau Basah ; Menghilangnya El Nino meningkatkan peluang kemunculan La Nina yang dapat menyebabkan musim kemarau kali ini berpotensi basah.
“Kita belum menyimpulkan seperti itu (akan terjadi La Nina). Ada kecenderungan La Nina meskipun lemah akan terjadi. Tapi itu bisa meleset karena datanya masih kurang, tapi ada tren ke sana,” ujar Dwikorita.
Mengenal El Nino dan La Nina ; El Nino dan La Nina merupakan bagian dari El Nino-Southern Oscillation (ENSO). Kedua fenomena ini adalah pola iklim berulang yang melibatkan perubahan suhu permukaan laut (SST) di Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur.
Jika indeksnya lebih besar atau sama dengan +0,5, El Nino dinyatakan muncul. Jika kurang dari atau sama dengan -0,5, giliran La Nina bangkit.
Di antara angka-angka itu, ENSO statusnya netral. Suhu permukaan laut (SST) di Pasifik tengah dan timur juga terpantau mendingin sejak Desember 2023, disertai dengan suhu air di bawah permukaan yang jauh lebih dingin dibandingkan rata-rata (sdn)