INIPASTI.COM, MAKASSAR-Sudah berjalan tahunan pungutan atau retribusi dikenakan bagi setiap pengendara pengangkut barang yang lewat di pertigaan jalan Bontolebang I dan Bontolebang II yang ada di Wilayah Desa Moncongkomba.
Disudut pertigaan jalan itu terdapat sebuah bangunan kecil yang dijadikan posko, disitulah ada satu dua orang yang berjaga, bahkan pada siang hari posko itu agak ramai karena sering ditempati main gaple (domino) oleh warga sekitar posko.
Saat ada kendaraan yang membawa barang, apakah itu barang bangunan atau barang lainnya sang sopir sepertinya wajib untuk turun menyetor uang kepada orang yang ada di posko itu. Dan jika tidak membayar maka ada orang yang diberi tugas untuk memburuh kendaraan tersebut sampai di dapat.
Warga yang pernah dipungut merasa resah dan bahkan mempertanyakan, apakah retribusi yang dikenakan kepada kendaraan pengangkut barang itu memiliki izin atau memiliki dasar hukum yang jelas? Sebab menurut pemahaman warga atau korban, jalanan yang mereka lewati itu adalah jalan daerah atau provinsi bukan jalan desa, sehingga tidak seharusnya kalau kendaraan yang lewat itu dikenakan pungutan .
Dan kalau retribusi yang dikenakan selama bertahun-tahun ini dasar hukumnya tidak jelas maka itu masuk kategori pungutan liar (Pungli). Pungutan liar itu adalah pengenaan biaya yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut.
Sekretaris Partai Garuda Kabupatn Takalar, Daeng Nuru, ketika dikonfirmasi sangat menyayangkan pungutan yang dikenakan kepada kendaraan yang membawa barang bangunan. “Harus jelas apakah pungutan ini ada dasar hukumnya dan kalau tidak minta dihentikan,”tegasnya.
Daeng Nuru berharap pemerintah desa atau kabupaten mengecek kebenaran informasi ini. Dan jika tidak memiliki izin untuk memungut retribusi minta dihentikan dan kalau perlu dilaporkan ke pihak berwajib.-nas-