INIPASTI.COM, JAKARTA – Pengembangan manusia berdasarkan literatur, dewasa ini, telah membahas mengenai Human Development. Sementara pembahasan tentang Human Resources sudah jarang terdengar lagi.
Bahkan ada yang sudah sampai kepada bab Social Capital. Karena pada saat ini, kepentingan khalayak ramai lah yang mesti menjadi tujuan utama, dibandingkan kepentingan pribadi.
Olehnya, negara -dalam hal ini adalah pemerintah- sangat perlu memerhatikan peningkatan kualitas manusia. Persoalan inilah yang disoroti oleh Gubernur Anies Baswedan saat membahas tema ‘Menatap Indonesia ke Depan Lewat ILC’.
“Ada tema yang penting sekali, soal Kualitas Manusia. Ini menjadi kunci paling dasar, begitu kita bicara ‘Menatap Masa Depan Indonesia’, maka kita tidak berbicara tentang masa depan tanah, tidak menatap masa depan lautnya, tapi kita bicara tentang bangsanya. Dan itu artinya menatap masa depan manusianya,” ujar Anies dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) edisi 11 Februari kemarin.
Anies memandang bahwa seluruh negara maju di dunia ini merupakan bangsa yang memberikan perhatian yang serius pada pengembangan kualitas manusia. Negara-negara tersebut, katanya, tidak memandang manusia semata-mata sebagai sumber daya yang dijadikan sebagai faktor produksi saja. Tetapi, manusia dikembangkan sebagai suatu mekanisme pasar untuk memberikan kontribusi langsung terhadap masa depan suatu negara.
“Indonesia ke depan, perlu memberikan perhatian amat serius pada peningkatan kualitas manusia. Dan itu bukan hanya soal sekolah, itu bukan hanya soal guru, tapi ini soal keseriusan rumah tangga, lingkungan pada masalah pendidikan,” jelasnya.
Menelisik dari persoalan tersebut, hal yang utama yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas manusia yang ditegaskan oleh Gubernur DKI Jakarta ini adalah masalah pendidikan. Karena menurutnya, hal yang membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain adalah keterdidikannya.
Persoalan kedua menurut Anies yang perlu menjadi perhatian khusus pemerintah adalah masalah urbanisasi (Perpindahan penduduk dari desa ke kota). Pasalnya, saat ini penduduk yang tinggal di kota jauh lebih banyak dibandingkan yang menetap di desa.
Anies pun berpesan agar rencana pembangunan Indonesia harus memerhatikan masalah urbanisasi. Dia pun berharap pemerintah selalu memerhatikan 3 hal yang sering kali menjadi masalah perkotaan. Ketiga hal tersebut adalah masalah air, masalah energi, dan masalah lingkungan hidup.
“Ini semua, di wilayah perkotaan, menjadi tantangan yang tidak kecil. Jadi saya membayangkan, kalau berbicara Indonesia ke depan maka settingnya Urban, dan membereskan masalah dasarnya, yaitu air, energi, dan lingkungan hidup,” tukas orang nomor satu di DKI Jakarta ini.
DKI Jakarta sendiri merupakan daerah yang penghuninya rata-rata merupakan warga pendatang. Olehnya, Anies mengungkapkan bahwa hal yang ketiga yang ketiga yang harus menjadi perhatian adalah masalah kendaraan umum.
“Indonesia ke depan, mobilitas pergerakan orang tak lagi bisa mengandalkan kendaraan pribadi. Tapi harus mulai mengandalkan kendaraan umum,” tegasnya.
Di Jakarta, kata Anies, telah menganut sistem Transit-oriented Development dan mulai menggeser sistem Car-oriented Development. Pengguna kendaraan umum di Jakarta telah meningkat signifikan. Namun dirinya tidak menampik masih banyaknya kendaraan pribadi yang berseliweran di jalan raya. Hal itu menurutnya karena orientasi masyarakat tentang kepemilikan kendaraan juga bergeser.
“Seringkali kita generasi baru ini, menempatkan kendaraan sebagai, bukan alat transportasi, tapi alat unjuk prestasi. Jadi kendaraannya apa, itu prestasinya apa. Sementara, kendaraan adalah alat transportasi. Yang sedang didorong ramai-ramai dan semua kota maju modern pasti akan mengandalkan transportasi umum massal,” tukas mantan Menteri Pendidikan ini.
Sebagai kesimpulan, Anies berharap agar pemerintah belajar dari kesalahan masa lalu dan tidak mengulanginya. Namun, di luar daripada semua hal yang disebutkan tadi, Gubernur DKI Jakarta ini menekankan kepada masalah akhlak, meliputi karakter moral dan karakter kinerja.
“Kita tidak mau, jujur tapi malas. Pada sisi lain kita juga tidak mau, kerja keras tapi culas. Yang dibutuhkan adalah kombinasi, (kerja keras dan jujur),” kuncinya.
(Sule)