Penulis : Muhammad Zaiyani
INIPASTI.COM, OPINI — Dalam dua puluh tahun terakhir ini, tradisi Bulan Desember di Indonesia adalah munculnya pernyataan-pernyataan segelintir orang yang mengharamkan mengucapkan selamat hari natal kepada saudara-saudara-nya yang beragama nasrani. Imbasnya, mengucapkan selamat kepada saudara-saudara-nya yang beragama lain (Hindu, Budha, KongHuCu, dan Penganut Aliran Kepercayaan lainnya, juga haram. Hal ini tidak kita rasakan sampai pada tahun 90-an.
Saudara yang dimaksud disini adalah saudara dalam kemanusiaan, seperti ungkapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib : “Mereka yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan.” Dalam Islam dikenal 3 konsep persaudaraan (ukhuwah) yaitu Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathaniyah, dan Ukhuwah Insyaniyah. Adalah ironi bila sesama saudara tidak saling menyapa pada momen perayaan keagamaan masing-masing.
Quraish Shihab mengatakan bahwa perbedaan merupakaan keniscayaan, seperti yang tercantum dalam Surah Al-Maidah ayat 48 : “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan”. Demikian pula dalam Surah Al-Hujurat 13 : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Dari dua ayat di atas, jelas sekali bahwa perbedaan suku, bangsa, agama, adalah kehendak-Nya, yang bertujuan supaya kita saling mengenal satu dengan yang lainnya dan menguji kita untuk berlomba-lomba berbuat baik (bermuamalah) kepada semua manusia, semua suku, bangsa, agama, ras, dan golongan. Salah satu bentuk perbuatan baik adalah saling menyapa pada momen perayaan keagamaan masing-masing. Mengingkari perbedaan adalah mengingkari kehendak Allah. Mengingkari kehendak Allah adalah mengingkari Islam.
Adalah keliru bila hari ini ada segelintir orang melarang ummat Islam berkenalan dekat atau mungkin mau menciptakan permusuhan dengan Nasrani. Keliru karena tidak seperti apa yang dipraktekkan Rasulullah SAW ketika hidup berdampingan dengan kaum Nasrani dan Yahudi pada zaman beliau hidup di Madinah.
Contoh lain lagi, sebelum Hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW pernah meminta perlindungan ke Negeri Habasyah (Ethiopia) yang dipimpin oleh Raja Najasyi (seorang Nasrani) dari pengejaran Kaum Quraisy. Bahkan rombongan hijrah ke Habasyah dilakukan dua kali. Kaum Quraisy meminta kepada Raja Najasyi untuk men-deportasi rombongan yang hijrah tersebut namun ditolak oleh Raja Najasyi dan sebaliknya melindungi dengan Baik ummat Islam yang ke Negeri Habasyah (Ethiopia) tersebut.
Perihal hijrah ke Ethiopia, sangat jarang (hampir tidak pernah) diungkapkan oleh para ulama dalam ceramahnya baik dimasjid-masjid ataupun dalam pengajian-pengajian, padahal itulah Hijrah pertama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, sebelum ke Madinah. Apakah perjalanan Sahabat Rasulullah SAW dan rombongan ke Habasyah tanpa izin Allah? Saya kira kita semua sepakat bahwa semua perbuatan Rasulullah selalu atas izin/ perintah Allah.
Hukum asal dalam ibadah adalah semua tidak boleh kecuali yang diperintahkan, sementara hukum asal dalam muamalah (yaitu perkara-perkara yang tidak termasuk ibadah) adalah semua boleh kecuali yang dilarang. Berkenalan, saling menyapa, dan mengucapkan salam, mengucapkan selamat, kepada penganut agama lain adalah bagian dari muamalah.
Dengan mengacu kepada hukum asal muamalah bahwa semua boleh kecuali yang dilarang, maka selama tidak ada dalil yang melarang, mengucapkan selamat merayakan hari natal dan hari-hari perayaan agama lain adalah boleh (tidak haram). Bahwa ada pendapat yang berpendapat sebaliknya, yang mengatakan konsekuensi mengucapkan selamat natal ada 3 hal yaitu : mengakui Tuhan punya anak, mengakui Isa lahir bulan Desember dan mengakui Isa mati di-Salib; adalah suatu pernyataan yang tidak ber- korelasi pernyataan pertama (mengucapkan selamat) dan konsekuensi yang dimaksud. Mengucapkan selamat natal tidaklah serta merta mengakui ketiga hal tersebut. Sesungguhnya semua perbuatan kita ditentukan oleh niat (hati).
Hingga saat ini belum ada data empiris perihal orang yang berpindah agama karena mengucapkan selamat hari raya agama lain. Sebut saja (orang yang kita kenal), Presiden dan Wakilnya, Menteri Agama dan menteri lainnya, Ketua PB NU dan jajarannya, dan sebagian besar muslim lainnya, sampai saat ini masih tetap imannya, masih tetap agamanya, walaupun setiap tahun mereka mengucapkan selamat merayakan hari natal.
Bahwa ada segelintir ulama yang mengatakan MUI pernah mengeluarkan Fatwa Perihal dilarang mengucapkan selamat natal pada zaman Buya Hamka (seperti yang disampaikan oleh MUI Sumut) telah dibantah oleh anak dan cucu Buya Hamka. Sungguh ironinya bila MUI Sumut tidak tahu fatwa apa saja yang telah dikeluarkan MUI. Sebagai tambahan, Tahukah kah kita, bahwa Buya Hamka mempunyai saudara kandung yang menjadi Pendeta di Amerika Serikat? Apakah mereka tidak pernah saling menyapa/ memberi ucapan selamat dalam perayaan keagamaan masing-masing? I don’t think so.
Sesungguhnya Islam dan Nasrani adalah bersaudara karena sama-sama berasal (dibawa oleh) dari keturunan Nabi Ibrahim AS (Abraham). Nasrani dari keturunan St. Sarah (istri pertama) dan Nabi Ibrahim AS yaitu Ishak, dan Islam dari keturunan St. Hajar (istri kedua) Nabi Ibrahim AS, yaitu Ismail.
Alquran mengabadikan ucapan selamat natal yang diucapkan Nabi Isa AS saat kelahiran dia. Allah berfirman dalam surat Maryam ayat 33 : Was-salāmu ‘alayya yauma wulittu wa yauma amụtu wa yauma ubaṡu ḥayyā. “Selamat atau kesejahteraan tercurah kepadaku pada hari kelahiranku (Natal), pada hari aku mati dan pada hari aku dibangkitkan.” Karena ada dalam al-Qur’an, dan ketika dalam shalat kita membaca Surah Maryam 33 setelah Al-Fatihah, maka secara tidak langsung kita telah mengucapkan Selamat Natal kepada Nabi Isa AS dalam shalat kita. Dalam Shalat saja kita bisa mengucapkan hal tersebut apa tah lagi dalam momen Hari Natal.
Selamat Hari Natal Saudara-ku yang merayakan, semoga cinta-kasih kita sesama anak bangsa dan sesama anak manusia, terus terjalin dan semakin erat. Maafkan saudara-saudara-ku yang lain yang berbeda pendapat, karena semua itu mereka lakukan karena ketidak-tahuan-nya.
Wallahu a’lam bish-shawab.