Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima
Inipasti.com, Wajah lain dari guru magnet yakni guru berhati bintang. Guru yang pandai dalam mengindahkan hatinya bagaikan bintang. Dalam belajar ia sudah mengkapitalisasikan fungsi pancaindra, otak, intuisi (perasaan), dan hati. Ilmu yang diperoleh seperti mata air, meskipun kemarau, airnya akan tetap ada kapanpun dibutuhkan. Karena sumber yang tidak habis, meskipun terus-menerus memberi. Itulah yang disebut sebagai guru berhati bintang.
Guru bintang adalah sosok guru yang memiliki ilmu yang luas, dalam dan mumpuni. Seorang guru yang memancarkan aura keteladanan, kewibawaan dan bersahaja. Kedalaman ilmunya seperti ‘mata air’ dan pengajarannya seperti ‘bintang’. Menjadi sosok guru bintang perlu kesungguhan dan usaha yang serius dan smart (Ramly, 2006).
Guru berhati bintang adalah guru yang memiliki cahaya hati yang kuat karena terbebas dari hawa nafsu pribadinya saat mengajar, dan menempatkan ruh dan akal sebagai sumber intuisi. Allah membuka mata hatinya sehingga guru berhati bintang sangat mudah menyerap ilmu, menghidupkan intuisinya dan memiliki kemampuan untuk menyampaikannya kembali secara baik (bercahaya).
Guru berhati bintang adalah seorang guru yang bukan hanya sekadar mentransfer ilmu dan membina hubungan bermakna dengan siswa-siswanya. Tapi lebih dari itu, keberadaannya mendapatkan pengakuan kuat dari peserta didik dan lingkungan sekitarnya. Keberadaannya memiliki cahaya yang kuat bagi orang lain, karena ia selalu mengajar dengan cahaya hati.
Guru berhati bintang menurut Matonang (2007) adalah guru memiliki sumber kebijaksanaan yang berasal dari cahaya hatinya yang menganggap mentransfer ilmu sebagai amal jariyah bagi kehidupan yang kekal nantinya. Guru tersebut tidak hanya sekadar mentransfer pengetahuan dan membina hubungan bermakna dengan peserta didik lebih dari itu keberadaannya mendapat pengakuan kuat dari peserta didik dan lingkungan sekitarnya.
Beberapa langkah praktis menjadi guru berhati bintang (Amir Tengku Ramly, 2006), yakni: (1) ubah mental ‘sabar’ menjadi mental ‘syukur’; (2) lakukan pemberdayaan hati; (3) harmonisasikan hati, otak dan pancaindra; (4) fungsikan leadership dan manajemen diri yang fokus pada visi hidup; (5) guru yang berhati bintang adalah seorang guru yang bukan hanya sekadar mentransfer ilmu dan membina hubungan bermakna dengan siswa-siswanya.
Untuk lebih jelas kelima langkah praktis menjadi guru berhati bintang ala Amir Tengku Ramly di atas, akan dikupas berikut.
Pertama, ubah mental ‘sabar’ menjadi mental ‘syukur’. Kemampuan merubah mental sabar menjadi mental syukur merupakan landasan penting menjadi guru berhati bintang. Karena sabar dapat dilakukan oleh orang-orang yang selemah-lemahnya iman meskipun dalam pengertian yang berbeda dengan sekuat-kuatnya iman. Tetapi menjadi orang bersyukur apalagi atas kefakirannya menjadikan Anda manusia pilihan di hadapan Allah SWT. Energi orang yang bersabar adalah ketiadaan gairah atas hidupnya, tetapi energi yang bersyukur senantiasa dalam kegairahan atas apa yang Allah SWT berikan. Ini memberikan perbedaan yang sangat kuat dalam praktis dan aktifitas Anda sehari-hari. Meskipun orang bersyukur harus melalui jembatan kesabaran tetapi mental bersyukur menjadi lebih utama dari keutamaan orang bersabar.
Kedua, lakukan pemberdayaan hati. Hati menjadi saluran utama untuk melakukan perubahan menjadi guru berhati bintang. Hati yang suci menjadi cara yang baik menuju pengendalian diri, menjaga keseimbangan dan membuka muksyafah menuju cahaya Allah SWT.
Lakukan pemberdayaan hati melalui kemampuan membuka, menata dan memfungsikan hati. Lakukan amalan-amalan lahiriyah dan batin Anda sehari-hari.
Ketiga, harmonisasikan hati, otak dan pancaindra. Hati, otak dan pancaindra merupakan anugrah terbesar Allah SWT bagi manusia. Itulah sumber kecerdasan manusia. Kemampuan manusia untuk menggunakan ketiga-tiganya secara sinergis memberikan pengaruh besar bagi manusia itu sendiri. Kemampuan Anda mengharmoniskan fungsi hati, otak dan pancaindra merupakan latihan-latihan secara mental bagi langkah Anda menjadi guru berhati bintang.
Keempat, fungsikan leadership dan manajemen diri yang fokus pada visi hidup. Leadership adalah arah hidup Anda. Manajemen adalah waktu, efisiensi dan produktifitas Anda. Cara mensinergikan keduanya adalah dengan visi hidup yang SMART (Spesifik, Attainable, Rational dan Time limite). Guru yang berhati bintang adalah seorang guru yang bukan hanya sekadar mentransfer ilmu dan membina hubungan bermakna dengan siswa-siswanya. Tapi lebih dari itu, keberadaannya mendapatkan pengakuan kuat dari peserta didik dan lingkungan sekitarnya. Keberadaannya memiliki cahaya yang kuat bagi orang lain, karena ia selalu mengajar dengan cahaya hati.
Betapa indahnya jika para siswa mengatakan dengan bahagia: “Kelasku adalah laksana surga bagiku”, karena di kelas itu ia bertemu dengan para guru yang jiwanya dihiasi cahaya bintang malaikat Ridwan.
Peserta didik sebagai makhluk yang luar biasa akan menjadi pribadi-pribadi luar biasa, jika ia berada di tangan para guru yang memiliki ilmu yang luar biasa. Mendidik dengan hati bintang adalah cara luar biasa seorang guru untuk membantu siswa menjadi manusia yang luar biasa.
Karenanya, seorang guru yang memahami filosofi mendidik, yaitu pendidikan yang berbasis pada pengasahan kepekaan hati nurani. Jika hatinya baik, maka akan baik pula seluruh sistem kehidupannya, dan jika hatinya jahat, maka juga akan rusak seluruh sistem kehidupannya.
Guru-guru yang berhati bintang menjelma menjadi guru tangguh berhati cahaya. Guru tangguh berhati cahaya yakni guru yang “menjelma” menjadi bulan, selalu menyinari peserta didiknya dari kegelapan ilmu pengetahuan; guru tangguh berhati cahaya yakni guru yang disukai oleh para peserta didiknya, yang kehadirannya sangat dirindukan dan menentramkan hati para peserta didiknya; guru tangguh berhati cahaya yakni guru yang selalu menaburkan benih-benih kasih sayang, cinta dan membimbing peserta didik untuk menggapai cita-cita; guru tangguh berhati cahaya bagaikan mata air di pegunungan yang terus-menerus mengeluarkan airnya, dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang rendah; guru tangguh berhati cahaya juga bagaikan matahari yang menyinari dunia, menerangi jagat alam ini setiap hari, konsisten dan komitmen di jalurnya; guru tangguh berhati cahaya yakni guru yang mampu menghilangkan rasa haus dan dahaga para peserta didiknya; guru tangguh berhati cahaya adalah seorang pendidik yang memiliki semangat dan motivasi luar biasa saat mendidik, mampu berkomunikasi, dan menguasai cara mengajar yang menyenangkan serta dapat mengenali, dan mengembangkan karakter siswa; guru tangguh berhati cahaya adalah guru yang pasti berkualitas, dan mampu melahirkan para peserta didik yang berkualitas pula; guru tangguh berhati cahaya adalah guru yang tak pernah mengenal kata putus asa yang selalu optimis menghadapi tantangan kehidupan; guru tangguh berhati cahaya yakni guru yang mampu menyinari dunia dengan cahaya hatinya; guru tangguh berhati cahaya yakni guru yang senantiasa memperbaiki diri dan melayani peserta didiknya dengan keikhlasan hati, simpati, peduli, dan rasa empati; guru tangguh berhati cahaya yakni guru yang mampu hilangkan keluh kesah, dan selalu introspeksi diri; guru tangguh berhati cahaya adalah guru yang selalu tersenyum, dan menantang hari esok dengan penuh optimisme yang tinggi; guru tangguh berhati cahaya adalah guru yang kritis, korektif, dan sekali-sekali melakukan “perlawanan” atau guru yang tidak sekadar “sami’na wa ‘atha’na” (kami mendengar dan kami melaksanakan); guru tangguh berhati cahaya adalah guru yang mampu menjadi mata air bagi peserta didiknya dari kehausan akan ilmu pengetahuan; dan guru tangguh berhati cahaya adalah guru yang tidak menjadi robot dari suatu sistem pembelajaran dan guru yang tidak menjadikan anak sebagai robot.
Guru tangguh berhati cahaya akan mampu mengubah potensi energi dalam diri murid menjadi cahaya bagi orang lain. Dalam Teori Kuantum, guru sebagai “Quantum Teacher”, mampu mengubah potensi energi dalam diri murid menjadi cahaya bagi orang lain. Seorang guru yang bercirikan Quantum Techer, antara lain: antusias (menampilkan semangat hidup); positif (melihat peluang setiap saat) berwibawa (disegani dan mampu menggerakkan orang); supel (mudah menjalin hubungan dengan beragam siswa); humoris (berhati lapang untuk menerima kesalahan); luwes (menemukan lebih dari satu cara untuk mencapai hasil); fasih (mampu berkomunikasi dengan jelas); tulus (memiliki niat dan motivasi positif); spontan (dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil); menarik dan tertarik (mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup siswa dan peduli akan diri siswa); menganggap siswa mampu (percaya akan mengorkestrasi kesusksesan siswa); menetapkan dan memelihara harapan tinggi (pedoman yang memacu pada setiap siswa untuk berusaha sebaik mungkin); menerima (mencari dibalik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti) (Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, 2001).
Dalam Pembelajaran Kuantum kita mengenal “The Eight Keys of Excellences” (Delapan Kunci Keunggulan). Kedelapan kunci keunggulan itu meliputi: integrity, failure leads to success, speak with good purpose, this is it, commitment, ownership, flexibility, balance (Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, 2001). Jika diindonesiakan, kunci-kunci itu menjadi: integritas, kegagalan awal kesuksesan, bicaralah dengan niat baik, hidup di saat ini, komitmen, tanggung jawab, sikap luwes, keseimbangan. Untuk memudahkan ingatan, ada yang menggunakan akronim: IGAS BICARA DI KOTA SILUMBANG (Integritas, Gagal awal sukses, Berbicara dengan niat baik, Hidup di saat ini, Komitman, Tanggung jawab, Sikap luwes, Keseimbangan).
Pertama, integritas. Bersikap jujur, tulus, dan menyeluruh. Orang yang memiliki integritas pribadi selalu menyelaraskan nilai-nilai dengan perilakunya. Kedua, kegagalan awal kesuksesan. Kegagalan hanyalah memberikan informasi yang dibutuhkan untuk sukses. Kegagalan itu tidak ada, yang ada hanyalah hasil dan umpan balik. Semuanya bisa bermanfaat apabila kita tahu cara menemukan hikmahnya. Ketiga, bicaralah dengan niat baik. Selalu berbicara dengan pengertian positif dan bertanggung jawab untuk komunikasi yang jujur dan lurus. Hindari gosip dan komunikasi berbahaya. Keempat, hidup di saat ini. Pusatkan perhatian pada saat sekarang, dan manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Kerjakan setiap tugas sebaik mungkin.
Kelima, komitmen. Penuhi janji dan kewajiban; laksanakan visi yang telah ditetapkan. Lakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Keenam, tanggung jawab. Bertanggung jawab atas apa yang telah kita lakukan. Ketujuh, fleksibel. bersikap terbuka terhadap perubahan atau pendekatan baru yang dapat membantu diri kita memperoleh hasil yang diinginkan. Dan kedelapan. Keseimbangan. Jaga keselarasan pikiran, tubuh, dan jiwa. Sisihkan waktu untuk membangun dan memelihara tiga bidang ini.
Fokus, Tindakan, dan Keyakinan
Agar menjadi magnet (guru magnet !), bekerjalah dengan prinsip focus (fokus), action (tindakan), dan belief (keyakinan). Guru mempunyai daya magnet yang luar biasa dalam dunia pendidikan. Pendidikan tanpa guru ibarat sayur tanpa garam, hambar dan tidak berasa. Demikian kata-kata bijak.
Guru adalah “jiwa” penggerak yang tak pernah padam. Guru selalu bekerja tulus dan ikhlas. Bekerja ikhlas merupakan tatanan tertinggi dalam hidup, di mana kita mencurahkan tenaga dan pikiran bukan semata-mata memikirkan hasil dan target jangka pendek. Dengan kata lain, guru bekerja bukan hanya untuk mengejar kepentingan dunia, tetapi juga untuk kepentingan akhirat. Buah dari kerja keras guru tersebut selain menghasilkan kesuksesan bersama antara siswa dan guru, juga akan menghasilkan kesuksesan mulia yang akan diperoleh kelak di kehidupan akhirat.
Untuk menopang kerja-kerja di atas, maka seorang guru dalam melakukan proses belajar mengajar hendaknya memperhatikan tiga fondasi penting. Pertama: cinta, pembelajaran dengan cinta akan meninggalkan bekas yang sulit dilupakan oleh para siswa, ibarat seorang ibu yang menimang dan menyusui anaknya dan seorang bapak yang mengajari anaknya untuk bisa survive dalam segala hal. Terkadang sekadar usapan di kepala menjadi motivasi besar buat si anak, atau terkadang lantaran sebuah rangkulan mereka merasakan ketenangan. Pembelajaran dengan cinta akan membuahkan rasa empati dan simpati siswa kepada guru. Benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW, ”Tidak akan dicintai orang yang tidak mencintai”. Kedua: kepercayaan (kredibilitas). Adalah buah dari cinta, para siswa tidak akan pernah ragu pada capability guru jika mereka telah mencintainya, dan akan terjadi sebaliknya jika mereka tidak mencintai gurunya. Ketiga: kewibawaan. Adalah hasil perpaduan antara cinta dan kepercayaan (Zubair, 2013).
Semoga !!!