INIPASTI.COM, MAKASSAR – Santri Pondok Pesantren se-Indonesia seakan mendapatkan momentumnya kembali saat ditandatanganinya Keppres No 22 tahun 2015 tentang Penetapan Hari Santri oleh Presiden RI Joko Widodo yang jatuh pada setiap tanggal 22 Oktober.
Hal ini didasari oleh keluarnya resolusi jihad oleh para ulama untuk membela dan merebut Kemerdekaan Tanah Air Indonesia dari penjajah. Di mana Santri Pondok Pesantren kala itu terjun langsung berjuang bersama seluruh Rakyat Indonesia atas Komado dari ulama dan para Kiyai. Momentum perjuangan santri itulah kemudian menjadi tonggak awal meletusnya peristiwa 10 November di Surabaya yang kemudian ditetapkan sebagai hari Pahlawan.
Kanwil Kemenag Provinsi Sulsel pun tak luput dari hingar bingar Hari Santri Nusantara (HSN) setiap tahunnya. Sampai pada tahun keempat ini, menurut Ketua panitia HSN Kanwil Kemenag Sulsel Aminuddin Nasir menyatakan bahwa menyambut HSN, Kanwil sudah menyelenggarakan sejumlah kegiatan. Di antaranya Lomba MQK dan Marawis, dan pada hari Sabtu, 19 Oktober 2019 kemarin, Kanwil Kemenag menggelar Tausiyah Kebangsaan.
“Acara ini bertujuan untuk lebih memperkuat komitmen kebangsaan bagi para santri yang menjadi bagian penting dari perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia,” jelas Aminuddin.
Acara yang digelar di halaman upacara indoor Kanwil Kemenag Provinsi Sulsel sambil duduk lesehan dihadiri oleh hampir seribuan orang yang terdiri dari Kakanwil Kemenag Sulsel, para pejabat dan karyawan di lingkup Kanwil dan Kemenag Kota Makassar, sejumlah pimpinan, pembina dan perwakilan santri dari pondok pesantren dari Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar dan Maros serta pengurus DWP Kemenag Sulsel.
Kakanwil Kemenag Sulsel Anwar Abubakar mengawali sambutannya menyatakan bahwa santri harus terdepan menjadi agen perubahan dan perdamaian. Olehnya itu, santri harus menjadi garda utama menjaga dan mempertahankan NKRI.
“Santri atau pondok pesantren saat ini bukan lagi menjadi lembaga pendidikan alternatif, tapi sudah menjadi pilihan utama terlebih saat ini pemerintah sudah mengesahkan UU kepesantrenan yang menjadikan pesantren setara kedudukan dan keberadaannya dengan lembaga pendidikan lainnya,” ungkapnya.
Kakanwil juga menegaskan bahwa santri dan semua rakyat Indonesia wajib menanamkan rasa cinta terhadap tanah air dalam diri dengan jargon NKRI Harga Mati.
Di akhir sambutannya, Anwar Abubakar mengharap doa dari para santri dan keluarga besar pondok pesantren di Sulsel. Dia mengharapkan, semoga Bangsa Indonesia dan Provinsi Sulsel yang hari ini merayakan HUT ke-350 semakin baik, aman, sejahtera dan berberkah. Doa itu pun diamini oleh seluruh hadirin.
Selanjutnya, KH Abubakar Paka (Ketua MUI Kabupaten Gowa) memulai Tausiyah Kebangsaannya dengan mengingatkan bahwa keberadaan dan istilah ‘Santri’ itu jauh lebih dulu lahir dan berkontribusi bagi umat dibanding dengan Negara Indonesia sendiri. Karenanya menjadi wajar jika sejarah panjang perjuangan merebut kemerdekaan bangsa ini juga diwarnai oleh para santri atas komando ulama dan para kiyai.
“Penetapan HSN ini merupakan anugerah terbesar bagi santri dan pondok pesantren dari Pemerintah NKRI. Saat sekarang, negara ini sangat bergantung dan menggantungkan masa depannya kepada santri, karena dianggap santri merupakan sosok yang paripurna, iptek dan imtaq. Dan di sanalah keseimbangan hidup itu berada,” ujar ayah dari Kakanwil Kemenag Sulsel ini.
Abubakar Paka juga mengupas tema HSN tahun ini yakni “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia” dengan menyatakan bahwa peringatan HSN merupakan bentuk bukti keberadaan negara di sisi entitas yang selama ini mengambil bagian penting dalam keberagamaan, ke-Indonesia-an, dan kebhinnekaan.
āSantri dan pesantren telah menjadi bagian sejarah kemerdekaan bangsa dan memiliki kontribusi besar dalam menjaga persatuan,ā katanya
KH Abubakar Paka menuturkan, dalam ancaman disintegrasi yang salah satunya mengambil sentimen agama, santri tetap mendukung bahkan memasang badan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tidak hanya itu, dalam konteks isu global, pondok pesantren memiliki posisi cukup signifikan dalam percaturan wacana perdamaian dunia. Ia berhasil menjadi role model pendidikan Islam yang mampu menjadi ālaboratorium perdamaianā.
“Di pesantren, santri-santri dikader dengan keilmuan yang mendalam dan dibekali dengan karakter humanis, inklusif, toleran, dan moderat. Dalam perkembangannya para santri siap berperan sebagai duta-duta perdamaian di tengah dinamika yang sering mendapat ujian perpecahan, konflik, bahkan peperangan,” katanya.
Dia bahkan menyinggung dalam tema perdamaian merupakan salah satu respon atas terpilihnya Indonesia sebagai salah satu anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2019-2020 bersama empat negara lainnya yakni, Jerman, Republik Dominika, Belgia, dan Afrika Selatan.
“Umat Islam Indonesia adalah populasi muslim terbesar di dunia yang salah satunya direpresentasikan oleh kaum santri. Entitas ini memiliki andil besar dan terus berperan aktif dalam menyokong cita-cita perdamaian global yang tidak menghendaki adanya diskriminasi, ketidakadilan, terorisme, invasi, kolonialisme, dan lain-lain,” tambahnya
Di akhir tausiyahnya, dia juga mendoakan secara khusus bagi para pimpinan, pembina dan para guru yang telah ikhlas membina, mendidik dan mengajarkan kesederhanaan, kebersamaan, dan keseimbangan dunia akhirat kepada generasi masa depan bangsa ini. (rls)