INIPASTI.COM, OPINI – Walaupun sampai saat ini peningkatan jumlah pasien Covid-19 di Sulawesi Selatan belum menunjukkan grafik yang menurun, namun hadirnya Pusat Perawatan Penyakit Infeksi (Infection Centre) modern yang diperuntukkan untuk merawat pasien penderita Coronavirus Disease (Covid-19) oleh Pemerintah Pemprov Sulawesi Selatan adalah bentuk partisipasi aktif Gubernur Sulawesi Selatan dalam menghadapi pandemi ini.
Infection Centre khusus untuk Covid milik Pemprov Sulawesi Selatan berada dalam kawasan RSUD Sayang Rakyat. Bangunan Ruang Perawatan yang rusak karena tidak pernah digunakan, oleh PT. Sulapaappa Media Utama telah di-redesign menjadi Covid Centre yang modern berkapasitas 112 beds dan telah diresmikan oleh Bapak Gubernur Nurdin Abdullah pada tanggal 11 Mei 2020. Hingga saat ini Infection Centre ini telah menyembuhkan hingga 200 pasien Covid-19 sampai saat ini.
Kecepatan Pemprov Sulawesi Selatan dalam pengadaan Infection Centre yang berada dalam kawasan RS. Sayang Rakyat ini sayang-nya tidak diimbangi dengan Manajemen RS Sayang Rakyat yang profesional. Ketidak-profesional-an Manajemen RS Sayang Rakyat mulai terlihat ketika berkepanjangan dan bertele-tele-nya pembahasan perhitungan bersama penyedia barang/jasa yang terkait dengan pembangunan Infection Centre ini. Padahal landasan hukum/ aturan-aturan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Masa Penanganan Pencegahan Covid-19, sangat jelas dan nyata.
Ketidak-profesional-an RS Sayang Rakyat yang pertama adalah ketika dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Proyek Infection Centre Covid-19 ini tidak melibatkan LKPP, melainkan menunjuk instansi teknis PU yang sesungguhnya bukan instansi yang mempunyai kompetensi untuk pengadaan barang dan jasa karena Pemerintah telah membentuk Lembaga Nonkementerian yang bernama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP). Lembaga ini dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengembangan Barang/Jasa Pemerintah.
Dengan tidak melibatkan LKPP dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada kondisi darurat covid-19, sesungguhnya RS Sayang Rakyat juga telah mengabaikan Instruksi Presiden No.4 Tahun 2020, padahal dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2020, LKPP disebutkan bahwa LKPP ditugaskan untuk mendampingi dalam rangka pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada kondisi darurat covid-19. Demikian penjelasan Kepala LKPP dalam Video Converence Pengadaan Barang Jasa Terkait Penanganan Covid-19 yang diadakan pada tanggal 8 April 2020 (Lihat link)
Atas desakan penyedia jasa, akhirnya Manajemen RS Sayang Rakyat ‘terpaksa’ mengundang Ahli Kontrak Pengadaan Barang/Jasa LKPP (Pakta Integritas LKPP : Ahli KOntrak hanya akan memberi penjelasan tentang pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintah) untuk menghibur penyedia, namun sayangnya ketidak-profesional-an Manajemen RS Sayang Rakyat terjadi lagi dengan mengabaikan seluruh pendapat ahli dari LKPP yang mereka undang sendiri dalam Rapat Pendampingan Hukum/ Perhitungan Bersama Konsultan Perencana yang diadakan pada tanggal 24 Juni 2020, bertempat di Ruang Rapat Datun (Lantai 6) Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Dalam rapat yang dihadiri oleh JPN (Jaksa Pengacara Negara), Tim APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) Pemprov Sulsel, Tim Teknis Dinas PU dan Tata Ruang Prov. Sulsel, Tim BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Prov. Sulsel, Panitia/Pejabat Pengadaan UPT RSUD Sayang Rakyat, dan Penyedia Jasa tersebut, Ahli Kontrak Pengadaan Barang/Jasa LKPP di depan peserta rapat sudah menyampaikan dan menerangkan secara lugas dan jelas aturan-aturan dan teknis pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa masa covid, namun semua diabakan oleh Manajemen RS Sayang Rakyat dan Tim Teknis PU Pemprov Sulsel.
Manajemen RS Sayang Rakyat dan Tim Teknis PU bersikeras mau menggunakan aturan yang sudah kadaluarsa atau setidaknya consideran-nya kadaluarsa dan tidak berlaku lagi yaitu Permen PU No,45 Tahun 2007 dan Peraturan Gubernur No. 69 Tahun 2013, dan mengabaikan sama sekali Peraturan Presiden No.16 Tahun 2018 (Pasal 27), Peraturan Menteri PUPR No. 22 Tahun 2018 (Prosentase Komponen Biaya Pembangunan Gedung Negara Klasifikasi Tidak Sederhana), Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018 (Pedoman Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia), dan Peraturan LKPP No.13 Tahun 2018 (Pengadaan Barang/Jasa dalam keadaan darurat).
Ketidak-profesional-an Manajemen RS Sayang Rakyat berikutnya adalah ketidakmampuan nya membedakan SOP Kondisi Darurat dan SOP Kondisi Normal, ketidakmengertiannya tentang kaidah hukum berkaitan dengan aturan yang berlaku, ketidaktahuannya tentang klasifikasi proyek sederhana dan tidak sederhana, membenturkan antara APBN dan APBD, serta melupakan hadits Rasulullah SAW, “bayarlah upah buruh sebelum keringatnya kering”. Akibatnya Hingga 3 (tiga) bulan setelah diresmikan, Manajemen RS Sayang Rakyat belum melakukan kewajibannya kepada penyedia jasa perencanaan yang telah rugi materil dan moril.
Ada apa dengan Manajemen RS Sayang Rakyat dan Tim Teknis PU ? Apakah ini memang karena ketidaktahuan/ ketidakmengertian atau ada sebab lain?
Wallahu A’lam Bissawab _____________________
Penulis : Daeng Kulle