INIPASTI.COM – Pada masa pemberontakan Madiun tahun 1948, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta memerintahkan TNI untuk menumpas kekuatan kiri dan pemberontak Musso Cs.
Para kadet Akademi Militer Yogyakarta juga ikut dikerahkan, dan persenjataan mereka terbilang lengkap dengan satu senjata dipegang oleh satu orang.
Pasukan merah memilih mundur ke Gunung Wilis untuk melakukan perang gerilya.
Pasukan TNI berusaha mengejar dan merebut daerah yang dikuasai pemberontak.
Perlawanan tentara merah cukup gencar dan para kadet harus kehilangan beberapa rekan mereka dalam pertempuran.
Di sebuah daerah bernama Punung, mereka membebaskan tokoh masyarakat yang ditahan oleh tentara merah.
Di sini, mereka menemukan seorang lurah yang selama tentara merah berkuasa berlaku sewenang-wenang dan dikenal sebagai jagoan.
Lurah tersebut merupakan anggota PKI dan dituntut agar ditangkap dan dihukum mati.
Namun, saat dilakukan regu tembak terhadap lurah tersebut, dia tidak roboh ke tanah dan terbukti kebal peluru.
Kasus ini bukanlah satu-satunya kasus yang terjadi, Komandan Batalyon Kala Hitam, Mayor Kemal Idris pun mengalami hal serupa.
Letnan Ahmad kemudian mengeluarkan sebutir peluru dari magasin pistolnya dan diusap-usapkan ke tanah.
Peluru tersebut kemudian dipakai menembak tahanan tersebut dan berhasil menghentikan jagoan itu.
Dalam menghadapi tokoh PKI yang tak bisa ditembak berkali-kali, TNI menggunakan cerdas dan strategi yang tepat.
Mereka tidak hanya mengandalkan kekuatan senjata, tetapi juga kecerdasan dan strategi dalam menyelesaikan situasi yang sulit (sdn)