INIPASTI.COM – Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi, memegang peranan penting sebagai salah satu tujuan utama umat Muslim di seluruh dunia. Keinginan banyak umat Muslim untuk beribadah di masjid tertua ini sangatlah besar.
Dengan luas tanah mencapai 356.800 meter persegi, masjid ini memiliki kapasitas hingga dua juta jamaah, terutama pada bulan Ramadan dan musim Haji. Namun, sejarah Masjidil Haram tidak luput dari peristiwa tragis yang terjadi pada 20 November 1979.
Pada tanggal tersebut, kelompok ekstremis Al-Jamaa al-Salafiya al-Muhtasiba (JSM) mengepung Masjidil Haram di bawah pimpinan Juhayman al-Otaybi, seorang ulama muda dari suku Arab Bedouin. Peristiwa ini terjadi ketika sekitar 50 ribu jamaah sedang menjalankan salat subuh di masjid tersebut.
Dilansir dilaman CNN Indonesia, Juhayman dan sekitar 200 pengikutnya menyusup ke dalam jamaah dan melakukan salat bersama. Setelah salat, Juhayman mengambil alih tempat khotib dan mengumumkan kehadiran Imam Mahdi sebagai penyelamat dunia.
Tindakan ini mengejutkan para jamaah, dan kelompok Juhayman berusaha meyakinkan mereka bahwa Mahdi telah hadir bersama mereka, merujuk pada Mohammed bin Abdullah al-Qahtani.
Kelompok ekstremis tersebut kemudian melakukan tindakan kekerasan, menyegel Masjidil Haram dan menempatkan penembak jitu di menara-menara tinggi.
Abdel Moneim Sultan, seorang mahasiswa yang menyaksikan peristiwa itu, menggambarkan kejadian tersebut sebagai sesuatu yang menakutkan dan luar biasa.
Selain mengklaim kehadiran Mahdi, kelompok tersebut juga menyatakan perlawanan terhadap pemerintah Arab Saudi yang dianggap korup dan terpengaruh oleh Barat. Mereka bahkan melakukan eksekusi terhadap beberapa jamaah yang tidak sejalan dengan pandangan mereka.
Awalnya, respons pemerintah Arab Saudi terhadap pengepungan ini lambat. Namun, setelah Raja Khaled dan Menteri Pertahanan Pangeran Sultan mengambil alih operasi, pasukan Saudi melancarkan serangan terhadap kelompok ekstremis tersebut.
Negosiasi pun berlangsung, meskipun dalam situasi pembantaian. Pemerintah Arab Saudi bahkan meminta bantuan taktis dari Presiden Prancis Valéry Giscard d’Estaing.
Berkat saran dari d’Estaing, taktik penyerbuan dengan menggunakan gas berhasil dilakukan, dan Juhayman serta komplotannya berhasil ditangkap.
Pengepungan tersebut berlangsung selama beberapa hari dan menelan banyak korban jiwa serta melukai ribuan jamaah. Beberapa struktur Masjidil Haram juga rusak akibat tindakan keji kelompok tersebut.
Sebagai respons atas peristiwa tragis ini, pemerintah Arab Saudi meningkatkan keamanan di sekitar Masjidil Haram. Mereka terus melakukan pemantauan dan pengawasan ketat terhadap kelompok-kelompok ekstremis yang berpotensi mengancam keamanan dan persatuan masyarakat (sdn)