INIPASTI.COM, Jakarta, 10 Maret 2025 – Sistem Coretax yang diluncurkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada awal tahun ini dengan harapan besar untuk memodernisasi administrasi perpajakan ternyata menuai kekecewaan luas dari masyarakat. Alih-alih mempermudah kewajiban pajak, wajib pajak—khususnya para pelaku usaha—malah dihadapkan pada serangkaian error teknis yang mengganggu proses pelaporan dan pembayaran pajak.
Sejak resmi beroperasi pada 1 Januari 2025, Coretax yang menelan biaya lebih dari Rp 1,3 triliun ini dilaporkan kerap mengalami gangguan. Server yang tidak stabil menyebabkan akses lambat atau bahkan crash total, kesulitan login dengan validasi wajah, hingga ketidaksesuaian data pajak menjadi keluhan utama. “Saya sudah coba berkali-kali masuk sistem untuk lapor SPT Masa PPN, tapi selalu gagal. Error mulu, ini malah bikin stres,” ungkap Rina, seorang Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Jakarta, dengan nada kesal.
Kekecewaan juga datang dari para pelaku UMKM yang berharap sistem baru ini lebih ramah pengguna. “Katanya digitalisasi biar cepat, tapi kok malah ribet. Faktur pajak nggak bisa diisi, sistemnya lemot, petugas pajak juga bingung kasih solusi,” keluh Andi, pedagang online asal Surabaya. Banyak wajib pajak menilai peluncuran Coretax terkesan terburu-buru, tanpa persiapan matang baik dari sisi infrastruktur maupun pelatihan bagi pengguna dan petugas.
Data dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan bahwa lebih dari 60% anggotanya melaporkan kendala serius dalam menggunakan Coretax, terutama untuk pelaporan pajak bulanan. “Ini bukan cuma soal ketidaknyamanan, tapi juga risiko keterlambatan yang bisa berujung denda. DJP harus dengar suara kami,” tegas Hariyanto, perwakilan Apindo.
Meski DJP telah mengambil langkah darurat dengan menjalankan Coretax secara paralel dengan sistem lama sepanjang 2025 dan menangguhkan sanksi bagi keterlambatan akibat gangguan sistem, masyarakat menilai solusi ini hanya sementara. “Paralel itu cuma akal-akalan. Kalau sistemnya nggak beres, buat apa dipaksakan? Duit triliunan kok hasilnya begini,” kritik Budi, wajib pajak perorangan dari Bandung.
Ketidakpuasan ini kian memuncak dengan munculnya dugaan bahwa proyek megah ini jadi ladang korupsi, terlebih hasilnya jauh dari janji awal. Warga mendesak DJP, Kementerian Keuangan, hingga DPR untuk segera bertindak. “Kami bayar pajak tepat waktu, tapi sistemnya nggak mendukung. Perbaiki secepatnya atau tarik kembali kalau memang nggak siap,” tuntut Rina, mewakili ribuan wajib pajak yang kecewa.
Coretax yang digadang-gadang sebagai wajah baru perpajakan Indonesia kini berada di ujung tanduk. Tanpa perbaikan signifikan, kepercayaan publik terhadap reformasi pajak digital ini terancam runtuh. Pemerintah dan pihak terkait harus segera duduk bersama—dengarkan suara rakyat, benahi sistem, atau akui kegagalan. Waktu terus berjalan, dan kesabaran wajib pajak kian menipis.