INIPASTI.COM – Ketika perutusan yang dipimpin Gelarang tiba di rumah Datu Museng, kakek Adearangang maklum sudah apa maksud kedatangan itu. Namun demikian, disabar-sabarkannya hatinya dan mempersilahkan utusan duduk dengan penuh hormat.
Seperlengkapan sirih-pinang disodorkan ke arah tamu yang menyambutnya dengan hormat pula. Kedua belah pihak untuk sesaat mengunyah sirih dan setelah meludah sekali-dua ke dalam puan, tuan rumah mulai angkat bicara.
Baca juga: Datu Museng dan Maipa Deapati (32)
“Apa gerangan yang menggerakkan tuanku Gelarang datang ke pondok seburuk ini? Adakah tuanku berhajat besar hingga membuang waktu bertandang pada hari seterik ini?” Tanya kakek Adearangang, sambil melirik tamunya, menunggu jawaban.
“Mudah-mudahan saudaraku yang bijaksana sudah maklum apa maksud kedatangan kami. karena walaupun ditutup-tutupi disembunyikan, pasti akan terbaca juga oleh saudara,” kata Gelarang. Kemudian sambutnya lagi: “Bukankah sudah tersiar ke mana-mana berita hilangnya permata hayat Maggauka? Mudah-mudahan permata kesayangan kita itu berada dalam lindungan anak kita Datu Museng yang berilmu tinggi”.
“Benarlah dugaan tuanku. Putri Maipa aekarang berada dalam tangan I Baso Mallarangang. Hamba setuju tentang pendapat tuanku yang melihat ketidakgunaannya menyembunyikan hal itu. Karena kendati ditutup repat-rapat, Tuhan tentu mengetahuinya. Apalah artinya bagi kami untuk menyembunyikannya” jawab kakek : Adearangang, seraya menantang tatapan Gelarang.
“Sungguh teramat gembira hati kami mendengar penjelasan ini. Kami yakin Maggauka dan Permaisuri, bahkan seluruh penduduk negeri kita akan gembira bila mendengar kabar ini” kata Gelarang tersenyum lega.
“Ya, pulang maklumlah kiranya tuanku. Sampaikan salam dan sembah sujud kami pada Maggauka dan Permaisuri. Tolong katakan, kami mohon dimaafkan sebanyak-banyaknya atas kehilafan kami karena lambat menyampaikan hal ini pada beliau” kata kakek pula.
“Sudah lazim manusia itu bersirat pelupa, saudaraku yang bijaksana. Dan sekarang agaknya baiklah kami mengundurkan diri dahulu, untuk menyampaikan berita baik ini, kepada junjungan kita. Agar tak berlarat-larat kedukaan yang menimpa beliau” jawab Gelarang, sambil mengulurkan tangan berjabatan, sambil menundukkan tubuh sebagai penghormatan. Lalu, menuruni tangga.
Bersambung…