INIPASTI.COM – KE MEKKAH – Sejak mufakat telah putus bahwa Datu Museng akan berangkat ke tanah suci, maka sejak itu pula kakek Adearangang sibuk mengurus kayu bakal perahu. Dikumpulkannya ahli pembuat bahtera untuk membangun kenaikan cucunya.
Dan beberapa bulan kemudian, bahtera telah selesai dan diberi nama I Lologading. Menyaksikan kenaikan sudah rampung. Datu Museng bertambah gembira. Hasratnya serasa tak tertahan-tahan lagi untuk mengarungi laut sebagai pengabdian pada cahaya hayat yang terus-menerus mengganggu kalbunya.
Baca juga: Datu Museng dan Maipa Deapati (5)
Sementara itu kakeknya makin repot pula. Ia menggeledah negeri mencari bahan kelengkapan bahtera. Makan tak makanlah dalam sehari, tidur tak tidurlah dalam semalam, asalkan usaha berhasil untuk menyenangkan hati sang cucu.
Setelah mustaid sudah kelengkapan I Lologading, segala bekal keperluan sudah tersedia, dicarilah waktu yang baik tak bernahas. Bulan dan bintang dilihat nyata. Hari dan tanggal dihitung seksama. Ketika hari telah baik dan bulan pun terhisab suci, maka diturunkanlah I Lologading ke bandar pelabuhan. Diiringi empat-puluh gadis manis berbaju bodo, dielu-elukan dan disorak-sorai teman sekampung, anak daeng dan anak karaeng.
Sekarang I Lologading terapung megah menunggu keberangkatannya. Awak bahtera telah lengkap hadir, semua siap sedia patuh diperintah menjalankan kewajiban. Tinggal menunggu Datu Museng yang sedang dalam semedi di rumahnya. Bersama kakek ia memohon kepada Tuhan agar perjalanannya berbuah dan berhasil baik.
Asap kemenyan harum setanggi memenuhi ruangan kamar. Keadaan tenang sunyi dalam ruang tempat memuja yang dipuja. Dalam kesunyian itu tercipta bayangan yang diharap, bayangan Maipa Deapati, cempaka putih tanah Sumbawa, bintang yang tak terlindung cahayanya, berkelip selalu menyinari jiwa Datu Museng.