INIPASTI.COM, MAKASSAR, — Pansus DPRD Sulsel telah melakukan finalisasi terhadap Kode Etik dan Rancangan Peraturan DPRD Sulsel tentang tata beracara Badan Kehormatan (BK).
Rapat finalisasi ini dilakukan oleh pimpinan dan anggota Pansus yang dihadiri oleh Biro Hukum Pemprov Sulsel dan tim pakar DPRD di Ruang rapat komisi E, Gedung DPRD Sulsel, Rabu 5 Januari 2022.
Ketua Pansus, Irfan AB. mengatakan pihaknya sudah melakukan finalisasi dan menentukan pembacaan Ranperda ini dalam Rapat paripurna pada Senin 10 Januari 2022 nanti.
“Tadi sudah rapat final untuk menentukan dan memutuskan ini. Jadi kita memasukkan beberapa point-point terutama menyangkut kode etik dan tata beracara,” kata Irfan AB.
Politisi PAN Sulsel ini menjelaskan salah satu point yang ada dalam kode etik yaitu menyangkut sanksi yang diberikan kepda Anggota DPRD yang melakukan pelanggaran kode etik.
“Sanksi itu yaitu sanksi lisan, tertulis, dan ketiga pemberhentian dari alat kelengkapan dewan, sampai pemberhentian sebagai anggota DPRD,” terang Irfan AB.
Ia memaparkan jika ada pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota atau pimpinan DPRD Sulsel, maka Badan Kehormatan (BK) berdasarkan proses persidangan yang dilakukan sesuai dengan tata beracara yang ada dalam Peraturan tersebut.
Jika pelanggaran berat yang dilakukan oleh anggota atau pimpinan maka BK tak segan-segan memberikan sanksi sampai pemberhentian sebagai anggota DPRD Sulsel.
“Tentu yang kita lakukan misalnya mengumpulkan sejumlah alat bukti melakukan verifikasi dan Klarifikasi terhadap para pihak yang terkait, bisa sampai memberikan putusan memberhentikan anggota DPRD,” pungkasnya.
Sanksi Pemberhentian ini, lanjut Irfan akan dibacakan dirapat paripurna. Dalam rapat paripurna tidak punya kewenangan menerima atau menolak sebab dalam pembacaan sanksi hanya sebatas mengumumkan bukan memutuskan.
“Kita hanya mengumumkan setelah itu maka diproses pemberhentian itu sesuai dengan tata cara dan mekanisme yang ada yaitu dengan dikirim ke Kemendagri dan seterusnya,” jelasnya.
Ketua BK DPRD Sulsel ini menuturkan memberhentikan anggota DPRD telah juga diatur oleh PP Nomor 12 tahun 2018 kemudian UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda.
“sudah ditegaskan bahwa BK bisa sampai menjatuhkan sanksi memberhentikan pimpinan dan anggota DPRD. Cuma kita berharap bahwa aduan yang masuk sesuai dengan mekanisme tata beracara yang ada,” ucapnya.
Irfan menjelaskan sanksi pemberhentian akan dilakukan jika terjadi pelanggaran berat seperti pelanggaran pidana.
“Karena begini prinsipnya semua pelanggaran etik, belum tentu pelanggaran Hukum tapi semua pelanggaran hukum sudah pasti pelanggaran kode etik. Jadi kalau dia sudah melakukan pelanggaran hukum sudah pasti dia sudah melakukan pelanggaran kode etik,” paparnya.
“Kalau dia korupsi kemudian ditangkap dan diputuskan bersalah di pengadilan otomatis pelanggaran kode etik juga,” jelas Irfan.
(Muh. Seilessy)